Berandasehat.id – Sebuah studi yang melibatkan lebih dari 600.000 peserta menunjukkan bahwa insomnia meningkatkan risiko influenza dan infeksi pernapasan lainnya. Rupanya, masalah tidur juga meningkatkan risiko infeksi COVID-19 yang memerlukan rawat inap.

Studi yang dipimpin oleh peneliti di University of Helsinki, menunjukkan bahwa diagnosis insomnia sebelumnya meningkatkan risiko terkena infeksi pernapasan. Secara total, penelitian ini mencakup lebih dari 600.000 orang dari Finlandia (studi FinnGen) dan Inggris (UK Biobank).

Sekitar 30% orang dewasa menderita insomnia menurut American Academy of Sleep Medicine. Oleh karena itu, temuan ini juga memiliki implikasi kesehatan masyarakat, dilaporkan MedicalXpress.

Di antara warga Finlandia dengan diagnosis insomnia, risiko mengembangkan infeksi pernapasan hampir enam kali lebih tinggi dan risiko influenza lebih dari empat kali lebih tinggi, dibandingkan dengan peserta lain. Analisis berdasarkan data Biobank Inggris mendukung hubungan antara diagnosis insomnia dan risiko infeksi pernapasan. Analisis genetik menunjukkan hubungan sebab akibat

Studi sebelumnya telah menunjukkan hubungan antara insomnia jangka pendek atau kurang tidur dan sistem kekebalan tubuh dan pertahanan terhadap patogen. Hubungan antara insomnia kronis dan kerentanan terhadap infeksi juga telah diselidiki, tetapi studi populasi skala besar jarang dilakukan dan sejumlah besar instrumen genetik yang diperlukan untuk menguji kausalitas baru tersedia belakangan ini.

Studi saat ini menggunakan metode epidemiologi genetik untuk memeriksa kemungkinan hubungan sebab akibat antara insomnia dan infeksi. Studi ini menemukan bahwa insomnia meningkatkan risiko infeksi pernapasan. Selain itu, temuan ini menyoroti hubungan antara insomnia dan keparahan gejala COVID-19 serta infeksi COVID-19 yang memerlukan rawat inap.

“Keuntungan dari desain studi semacam ini adalah memanfaatkan data longitudinal. Selain itu, analisis genetik memungkinkan untuk mengidentifikasi hubungan sebab akibat antara dua sifat,” ujar Dr. Hanna Ollila dari Institute for Molecular Medicine Finland (FIMM) di University of Helsinki, yang memimpin penelitian tersebut.

Hanna Olila menambahkan, dalam studi khusus ini tim peneliti menguji kausalitas yang memanfaatkan alat analisis genetik yang menggunakan pengacakan untuk perkirakan kausalitasnya.

Para peneliti juga dapat menunjukkan bahwa hasil tersebut tidak dijelaskan oleh faktor-faktor seperti obesitas atau merokok, yang keduanya diketahui dapat menyebabkan insomnia dan infeksi pernapasan.

“Hasil kami sejalan dengan literatur sebelumnya dan menunjukkan bahwa cukup tidur penting untuk mempertahankan pertahanan kekebalan yang efektif,” Hanna Ollila menyimpulkan.

Studi ini dilakukan oleh University of Helsinki dan Harvard Medical School bekerja sama dengan Universitas Yale dan Stanford.

Temuan telah dipublikasikan di eBioMedicine dapat diakses secara terbuka. (BS)