Berandasehat.id – Masih banyak orang yang menyepelekan penyakit mata kering (dry eye). Meski prevalensinya termasuk tinggi, tapi sebagian orang memang tidak mengalami gejala yang mengganggu secara signifikan sehingga cenderung mengabaikannya. Padahal, mata kering yang tidak tertangani dengan baik mengakibatkan penurunan kualitas hidup lantaran penderitanya tidak dapat beraktivitas dengan optimal, dan menjadi bergantung pada obat-obatan.
“Bahkan, jika terus dibiarkan bisa merusak permukaan mata akibat peradangan atau infeksi. Kerusakannya bisa tergolong ringan sampai berat, dan berlangsung temporer maupun permanen,” terang DR Dr. Tri Rahayu, SpM(K), FIACLE, selaku Dokter Spesialis Mata dan Ketua Contact Lens Service JEC Hospitals and Clinics dalam temu media di Jakarta, Selasa (18/7/2023).
Data menyebut, prevalensi mata kering di Indonesia berada pada rentang 27,5 persen hingga 30,6 persen – dan diperkirakan rasio tersebut bisa terus bertambah. Hal itu didorong adanya fakta bahwa waktu layar orang Indonesia lebih tinggi dari rerata global. Terlalu lama menatap layar elektronik merupakan salah satu penyebab utama mata kering.
Riset yang dipublikasikan di National Library of Medicine, mendapati gejala mata kering yang parah lebih umum terjadi pada kalangan yang menggunakan layar elektronik selama lebih dari 4 jam per hari. Khusus menyoroti waktu layar ini, data dari Headphones Addict mengungkap, rata-rata durasi tatap layar masyarakat Indonesia menggunakan ponsel menjadi yang terlama di dunia, yakni 5 jam 39 menit per hari. Sedangkan waktu layar masyarakat Indonesia melalui berbagai peranti berlayar elektronik (baik TV, komputer, tablet, ponsel, dsb.) berada di peringkat kesebelas terlama di dunia: 7 jam 42 menit.
Disampaikan Dokter Tri Rahayu, mata kering merupakan penyakit atau kelainan pada permukaan mata yang yang ditandai dengan hilangnya keseimbangan komponen air mata, adanya ketidakstabilan air mata, peningkatan kekentalan atau osmolaritas, dan kerusakan atau peradangan pada permukaan mata. “Dari sisi gejala, penderita mata kering umumnya merasakan kondisi mata yang tidak nyaman – seperti mengganjal, sering merah, berair, terasa kering, sensasi berpasir, muncul kotoran, terasa lengket, serta kerap mengucek mata,” tuturnya.
Perlu diketahui, timbulnya gejala saja tidak cukup dalam menilai seseorang terkena mata kering atau tidak. “Berdasarkan temuan kami di JEC, hanya 60 persen pasien dry eye yang memiliki gejala. Artinya, lebih dari sepertiga pasien tidak bergejala dan tidak mengetahui bahwa dirinya mengalami dry eye, yaitu sekitar 37 persen,” tutur Dokter Tri Rahayu.

Pemeriksaan mata kering oleh dokter ahli JEC Hospitals and Clinics (dok. ist)
Menurut data JEC dari dua cabangnya (RS Mata JEC @ Kedoya dan JEC @ Menteng), selama 2022 terjadi lonjakan pasien mata kering sebesar 62 persen dibandingkan tahun sebelumnya. “Secara jumlah, dalam kurun empat tahun terakhir (2019-2022), JEC telah menangani lebih dari empat ribu pasien gangguan mata kering,” ujarnya
Faktor Risiko Mata Kering
Dari sisi faktor risiko, beberapa variabel berikut turut meningkatkan potensi terserang mata kering, di antaranya berusia di atas 50 tahun, khususnya perempuan pascamenopause; pengguna lensa kontak; sering berada di lingkungan berdebu, kering, berangin, dan terkena asap rokok; terlalu lama menatap layar elektronik (TV, komputer, gawai digital); memiliki riwayat operasi atau penyakit mata lain; pengguna obat-obatan untuk penyakit tertentu, baik sistemik maupun penyakit mata; serta menderita penyakit metabolisme, seperti diabetes melitus.
Secara fisiologis, mata kering terjadi akibat tiga mekanisme, yakni kerusakan kelenjar Meibom pada kelopak mata; penguapan air mata berlebih; penurunan produksi air mata atau Aqueous Deficient Dry Eye (ADDE). MGD disebut menjadi penyebab tersering mata kering. “Apalagi pada populasi Asia, persentase MGD-nya ternyata lebih besar dibandingkan kelompok penduduk di wilayah lain, yakni berkisar 46-70 persen,” cetus Dokter Tri Rahayu.
Selain itu, beberapa studi juga mendapati bahwa kalangan dengan durasi tatap layar lebih dari 4 jam ternyata lebih berisiko mengalami MGD.
Penanganan Mata Kering
Kesempatan sama, Dr. Nina Asrini Noor, SpM, Dokter Spesialis Mata dan Ketua Dry Eye Service JEC Eye Hospitals and Clinics, mengatakan sebagai gangguan mata kronis, mata kering membutuhkan penanganan jangka panjang. “Terapinya sangat bervariasi tergantung keluhan, mekanisme penyebab, dan derajat dry eye yang dialami penderita,” ujarnya. “Karenanya, perlu adanya pemeriksaan diagnostik yang menyeluruh agar penderita mendapatkan penanganan mata kering yang tepat.”
Memahami situasi mata kering tersebut, JEC Eye Hospitals and Clinics telah menghadirkan JEC Dry Eye Service (sejak 2017) sebagai pionir layanan terpadu untuk menangani mata kering secara komprehensif. Layanan ini menawarkan berbagai modalitas pemeriksaan berteknologi mutakhir untuk mendiagnosis mata kering. Termasuk dalam hal ini Dry Eye Questionnaire, Schirmer Test (menilai volume air mata), Tear Break Up Time/TBUT (menilai stabilitas air mata), Ocular Surface Staining (menilai derajat peradangan), Meibography (menilai kondisi kelenjar Meibom di kelopak mata), dan TearLab® Osmometer (menilai kadar osmolaritas air mata).
Berdasarkan pemeriksaan tersebut, tim ahli JEC Dry Service akan memberikan penanganan yang sesuai. Mulai dari artificial tears substitute/lubricants hingga punctal plug pada kondisi berat untuk mengatasi volume air mata yang kurang; pemberian anti-inflamasi dan antibiotik tetes mata maupun orang untuk mengatasi peradangan dan kemungkinan infeksi pada mata; pemberian autologous serum tetes mata untuk memperbaiki permukaan mata yang mengalami kerusakan; serta terapi E-eye® Intense Pulse Light (IPL) untuk memperbaiki kualitas lapisan minyak air mata.
Dokter Nina menjelaskan, E-Eye® Intense Pulse Light merupakan teknologi paling mutakhir untuk terapi MGD sebagai salah satu mekanisme paling umum penyebab mata kering. “E-Eye® IPL yang ditujukan langsung ke kelopak mata akan menstimulasi dan memperbaiki fungsi kelenjar Meibom sehingga kualitas lapisan lipid menjadi lebih baik dan kadar penguapan air mata berkurang,” terangnya.
Dia menambahkan, rasio perbaikan keluhan mata kering menggunakan terapi E-Eye® IPL mencapai lebih dari 80 persen. Adapun proses terapi E-Eye® IPL terbagi ke dalam tiga sesi, yaitu hari pertama, hari ke-15 dan hari ke-45, dengan durasi tindakan pada masing-masing mata berlangsung singkat, yakni hanya 3-5 menit. “Selama 2022, dari total 1.691 pasien mata kering dry eye yang mendapatkan penanganan di JEC Dry Eye Service, sekitar 25 persen menerima terapi E-Eye® IPL,” tandas Dokter Nina. (BS)