Berandasehat.id – Orang-orang yang setiap hari menghirup polusi udara – terutama dari kebakaran hutan atau sumber pertanian – mungkin perlu menambahkan risiko demensia (kepikunan) ke daftar masalah kesehatannya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut demensia mempengaruhi lebih dari 55 juta orang di seluruh dunia.

Penelitian baru melihat efek potensial dari polusi partikel pada demensia, menemukan hubungan bahkan ketika tingkat polusi tidak melebihi standar kualitas udara ambien (ambang batas) nasional. 

Sementara penelitian sebelumnya terutama berfokus pada polusi partikel dari sumber lain, seperti bahan bakar fosil, para peneliti menemukan hubungan yang lebih besar antara demensia dengan polusi dari pertanian atau kebakaran hutan.

“Pada awalnya, ketika pertanian dan kebakaran hutan adalah dua hal yang muncul, ini membuat tim terkejut,” kata, penulis studi Dr. Sara Dubowsky Adar, ketua asosiasi epidemiologi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Michigan kepada CNN. “Kalau dipikir-pikir, itu sangat masuk akal, terutama karena fakta bahwa kami melihat dampaknya pada otak, dan pertanian yang kami tahu menggunakan banyak pestisida.”

Dia mencatat bahwa pestisida adalah racun saraf bagi hewan dan dapat mempengaruhi otak manusia. Kebakaran hutan tidak hanya membakar pohon dan rerumputan, tetapi juga rumah dan bangunan lainnya, berpotensi menyebabkan masalah lingkungan yang lebih serius.

Materi partikulat, atau PM2.5, dapat berasal dari pembakaran batu bara dan gas alam, mobil, pertanian, kebakaran hutan, lokasi konstruksi, dan jalan tak beraspal.

Materi partikulat itu kecil, dan dapat menghindari pertahanan tubuh, masuk jauh ke dalam paru atau ke dalam aliran darah. “Sama seperti rokok, tidak ada partikel inhalasi yang baik,” kata Dr. Caleb Finch, ketua Neurobiology of Aging di University of Southern California. “Hampir semua yang dilakukan polusi udara, asap rokok juga melakukannya.”

Dalam studi terbaru, para peneliti menggunakan data dari lebih dari 27.000 peserta survei antara tahun 1998 dan 2016. Sekitar 15% mengembangkan demensia selama masa studi.

Semua individu itu tinggal di daerah dengan konsentrasi polusi partikel yang lebih tinggi daripada rekan mereka tanpa demensia. Mungkin saja partikel ini masuk ke otak melalui hidung. Polusi itu kemungkinan menyebabkan kematian sel saraf yang terkait dengan demensia, atau mengubah protein peradangan.

Di sisi lain, polusi udara dapat memiliki efek tidak langsung pada otak, kata Dr. Masashi Kitazawa, seorang profesor lingkungan dan kesehatan kerja di University of California, Irvine.

“Apakah itu memicu kegagalan kardiovaskular yang menyebabkan berkurangnya suplai oksigen ke otak, dan kemudian menyebabkan demensia yang semakin cepat, atau apakah PM [materi partikel] masuk ke otak dan menyebabkan beberapa reaksi neurotoksik? Kami masih belum tahu. Belum,” kata Kitazawa.

Penelitian yang diterbitkan 14 Agustus dalam jurnal JAMA Internal Medicine ini tidak menunjukkan bahwa polusi udara secara langsung menyebabkan demensia, catat Kitazawa. “Saya tidak ingin masyarakat umum panik,” ujarnya.

Meskipun demikian,  Zhang menyarankan orang-orang membatasi paparan polusi udara, terlepas dari tantangan perubahan iklim.

Caranya antara lain menggunakan pembersih udara di rumah dan memakai masker jika pergi keluar saat ada asap api di udara. “Mudah-mudahan ini juga menjadi satu lagi alasan yang dapat memotivasi orang-orang untuk bertindak atas perubahan iklim dan memikirkan cara-cara di mana kita dapat memperlambat perkembangan perubahan iklim,” kata Adar. “Kami melihat begitu banyak contoh tragis dengan apa yang terjadi saat ini.” (BS)