Berandasehat.id – Salah satu tantangan utama untuk kanker paru adalah lebih dari 90% pasien terdiagnosis pada tahap lanjut. Hal ini mengakibatkan biaya pengobatan yang lebih tinggi, tetapi yang lebih penting adalah salah satu faktor penyebab utama tingginya angka kematian pasien.

Selama bertahun-tahun kanker paru tetap menjadi penyebab kematian utama akibat kanker dan jumlah kasusnya terus meningkat setiap tahun. Data Globocan 2020 mengungkapkan kenyataan yang mengkhawatirkan untuk Indonesia, dengan 34.783 kasus baru yang terdiagnosis setiap tahun, dan mengakibatkan 30.843 kematian akibat kanker paru.

“Indonesia memiliki beban kesehatan besar untuk tatalaksana kanker paru, dan kematian akibat kanker paru tetap tinggi. Salah satu faktor tingginya angka kematian ini adalah sebagian besar penyakit didiagnosis pada tahap lanjut,” ujar Executive Director di Indonesian Association for the Study on Thoracic Oncology (IASTO), Prof. Dr. dr. Elisna Syahruddin, Sp.P(K), Ph.D. dalam temu media menandai peluncuran Konsensus Skrining Kanker Paru Indonesia di Jakarta, Rabu (23/8/2023).

Upaya untuk menurunkan angka kematian akibat kanker paru dapat dilakukan dengan terapi yang cepat dan tepat. “Semua modalitas terapi telah tersedia namun cara lain yang berefek positif dengan menemukannya dan memastikan diagnosis sedini mungkin melalui program skrining dan deteksi dini,” tandas Prof Elisna.

Ilustrasi stadium kanker paru (dok. ist)

Prof Elisna menekankan, kunci untuk mengurangi kematian akibat kanker paru di Indonesia adalah deteksi dini, yang memungkinkan para penyedia layanan kesehatan untuk menawarkan perawatan yang paling sesuai untuk pasien. “Dengan deteksi lebih awal, ada juga peluang penyembuhan yang lebih besar,” tuturnya.

Di antara rekomendasi dalam konsensus nasional baru mengenai skrining kanker paru, para ahli mendorong peralihan dari sinar-X dada yang tradisional menjadi prosedur yang lebih canggih yang dikenal sebagai tomografi komputer berdosis rendah (LDCT), yang menggunakan komputer dengan sinar-X berdosis rendah untuk menghasilkan serangkaian gambar dan dapat membantu mendeteksi kelainan paru, termasuk tumor. 

Uji klinis di Amerika Serikat yang melibatkan lebih dari 50.000 peserta telah menunjukkan penurunan relatif 20 persen dalam kematian akibat kanker paru dengan skrining LDCT (247 kematian per 100.000 orang-tahun) dibandingkan dengan sinar-X dada (309 kematian per 100.000 orang-tahun), karena deteksi kanker yang lebih awal. 

Dengan terobosan teknologi baru, skrining kanker paru juga dapat dibantu dengan kecerdasan buatan, yang melibatkan penggunaan algoritma komputer dan teknik pembelajaran mesin untuk menganalisis data gambar medis, seperti CT scan atau sinar-X dada, atau gambar relevan lainnya. Algoritma kecerdasan buatan ini dapat membantu dalam mendeteksi nodul paru-paru, lesi, atau pola yang mencurigakan yang dapat mengindikasikan keberadaan kanker paru pada populasi berisiko tinggi.

Menurut Prof Elisna, saat ini algoritma kecerdasan buatan dapat dilatih untuk mendeteksi dan menyoroti nodul atau lesi paru dalam gambar medis. Algoritma AI itu dapat membantu radiologis dalam mengidentifikasi pertumbuhan yang berpotensi kanker pada tahap awal.

Menurutnya, penting bahwa skrining LDCT digunakan sebagai alat skrining utama dan sinar-X dada dapat didukung oleh kecerdasan buatan untuk perokok aktif dan perokok pasif berusia 45–75 tahun, dengan riwayat keluarga menderita kanker paru-paru, jika kita ingin segera menyelamatkan lebih banyak nyawa dari kanker paru.

Yayasan Kanker Indonesia mendesak pemerintah untuk mengalokasikan dana dan menerapkan kebijakan kesehatan yang memperkuat akses ke skrining kanker paru, dimulai dari populasi berisiko tinggi berdasarkan hasil dari pengisian Kuesioner Profil Risiko Kanker Paru.

“Sebagai suara bagi pasien kanker paru, penyintas, dan keluarga yang sangat terpengaruh oleh penyakit ini, saya memohon kepada pemerintah untuk mengalokasikan dana dan menerapkan kebijakan kesehatan yang memperkuat akses dan pemanfaatan skrining kanker paru untuk populasi berisiko tinggi,” ujar Albert Sompie, koordinator utama untuk penyintas kanker dari Yayasan Kanker Indonesia (YKI). “Dengan adanya program skrining kanker paru nasional, kita akhirnya dapat satu langkah lebih maju dalam perjuangan melawan kanker paru.”

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) Kementerian Kesehatan, Dr. Eva Susanti, S. Kp, M.Kes.,  mendukung eksplorasi kemajuan teknologi baru dalam skrining kanker paru untuk membantu pasien mendapatkan perawatan lebih awal dan mengurangi beban negara. 

“Dalam meningkatkan program skrining nasional untuk kanker paru ada beberapa hal penting yang harus dilakukan yaitu fokus pada identifikasi populasi berisiko tinggi melalui adopsi Kuesioner Profil Risiko Kanker Paru dan eksplorasi potensi penggunaan teknologi inovatif seperti CT scan berdosis rendah dan kecerdasan buatan untuk membantu radiolog dalam mengidentifikasi pertumbuhan yang berpotensi kanker pada tahap awal, sehingga pasien kanker paru dapat dideteksi dan diobati lebih dini,” tandas Eva. (BS)