Berandasehat.id – Diabetes gestasional (diabetes yang terjadi selama kehamilan) biasanya hilang setelah melahirkan, namun bisa menimbulkan masalah selama kehamilan. Bagi ibu, hal ini meningkatkan risiko tekanan darah tinggi dan preeklampsia. Bagi bayi, hal ini dapat menyebabkan berat badan lahir lebih besar, peluang lebih tinggi untuk melahirkan melalui operasi caesar, dan risiko obesitas lebih besar di kemudian hari.
Paparan polusi udara di awal kehamilan – bahkan sesaat sebelum pembuahan – berpotensi meningkatkan risiko seorang wanita terkena diabetes gestasional, menurut studi terbaru USC yang diterbitkan di jurnal The Lancet Regional Health – Americas.
“Menariknya, kami menemukan risiko diabetes gestasional tidak dikaitkan dengan paparan polusi udara jangka panjang, namun dihubungkan dengan polusi udara dalam periode perikonsepsi yang relatif singkat namun kritis, dari lima minggu sebelum hingga lima minggu setelah pembuahan,” kata penulis pertama Zhongzheng ‘Jason’ Niu, rekan pascadoktoral di bidang ilmu populasi dan kesehatan masyarakat di Keck School of Medicine of USC.
“Selama siklus menstruasi, sebagai persiapan kehamilan, tubuh wanita mengalami perubahan fisiologis yang signifikan, terutama dalam cara tubuh menangani glukosa untuk mendukung pertumbuhan janin. Periode adaptasi metabolik yang dinamis ini dapat meningkatkan kerentanan ibu terhadap pengaruh lingkungan,” beber Niu dikutip MedicalXpress.

Untuk penelitian ini, para peneliti menarik 617 partisipan dari studi Maternal and Developmental Risks from Environmental and Social Stressors (MADRES), sebuah studi kohort kehamilan prospektif yang sedang berlangsung dan dimulai tahun 2015. Partisipan, sebagian besar adalah keturunan Hispanik, adalah pasien di lokasi klinis yang melayani populasi berpenghasilan rendah di Los Angeles.
Niu dan rekan-rekannya mengorelasikan alamat tempat tinggal dengan data kualitas udara ambien EPA. Polutan spesifik yang masuk dalam daftar pantauan adalah polutan yang biasanya terkait dengan lalu lintas: polutan partikel halus PM2.5 dan PM10 serta nitrogen dioksida dan ozon.
Studi berfokus pada diabetes gestasional dan polusi udara. Dari 617 peserta, 60 orang menderita diabetes gestasional. Studi tersebut menemukan bahwa paparan polutan udara selama masa perikonsepsi kritis dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes gestasional, sebesar 5,7% untuk PM2,5, 8,9% untuk PM10, dan 15% untuk nitrogen dioksida.
Para peneliti juga menemukan hubungan antara polusi udara dan diabetes gestasional lebih jelas terjadi pada peserta penelitian yang mengalami depresi prenatal (kehamilan). Depresi prenatal, yang sudah menjadi kekhawatiran akan dampak potensialnya terhadap ibu dan anak, tampaknya memperkuat dampak paparan polusi udara.
“Penelitian kami menunjukkan bahwa wanita dengan gejala depresi prenatal bahkan lebih rentan terhadap dampak buruk polusi udara,” kata penulis senior Shohreh Farzan, profesor ilmu kependudukan dan kesehatan masyarakat di Keck School of Medicine.
Dia menambahkan, hal itu menggarisbawahi pentingnya mengembangkan pendekatan layanan kesehatan yang lebih holistik yang mempertimbangkan faktor mental dan lingkungan selama kehamilan. Mengatasi depresi prenatal tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan mental ibu tetapi juga dapat melindungi risiko lingkungan seperti polusi udara.
Mekanisme Belum Jelas
Mekanisme yang menghubungkan polusi udara dan diabetes gestasional masih belum jelas, kata para peneliti, namun adanya interaksi antara gangguan metabolisme glukosa, peradangan dan perubahan hormonal bisa menjadi penyebabnya. Depresi prenatal, disertai gangguan fungsi kekebalan tubuh dan hormonal, dapat memperburuk keadaan.
“Salah satu teorinya adalah paparan polusi udara memicu stres oksidatif di saluran pernapasan, yang menyebabkan peradangan kronis di seluruh tubuh, yang menyebabkan pertahanan antioksidan habis seiring berjalannya waktu,” kata Farzan. Hal ini mengganggu jalur sinyal insulin dan membatasi sel-sel yang mengonsumsi glukosa dari asupan glukosa yang bersirkulasi.
“Kami menduga polusi udara, terutama untuk paparan dalam jangka waktu delapan minggu dari periode menstruasi terakhir hingga beberapa minggu pertama kehamilan, dapat mengganggu adaptasi fisiologis selama awal kehamilan yang dapat menyebabkan peningkatan risiko diabetes gestasional pada wanita hamil,” terang Farzan.
Meskipun tingkat polusi udara secara keseluruhan yang diamati dalam penelitian ini berada dalam batas ‘aman’ namun pada level ini dapat menimbulkan risiko kesehatan yang signifikan. “Hal ini menggarisbawahi perlunya mengevaluasi kembali kecukupan standar kualitas udara yang ada untuk menjamin kesejahteraan ibu hamil dan bayi yang belum lahir,” tandas peneliti. (BS)