Berandasehat.id – Aneurisma merupakan penggelembungan yang dapat terjadi di beberapa bagian tubuh. Aneurisma dapat terjadi di pembuluh darah mana pun, namun biasanya terbentuk di orta bagian perut atau dada. Aorta adalah pembuluh darah utama yang membawa darah dari jantung. Aneurisma juga bisa terjadi di arteri yang memberi nutrisi pada otak, sehingga disebut aneurisma otak. Aneurisma otak bersifat serius, bisa mengancam nyawa dan kerap disebut dengan istilah ‘bom waktu’ karena setiap saat bisa meledak dan memicu perdarahan hebat yang membanjiri otak.

Disampaikan Spesialis Bedah Saraf RS Pondok Indah, Dr. dr. Mardjono Tjahjadi Sp.BS(K), PhD, aneurisma acapkali memiliki gejala ringan atau tidak ada gejala sama sekali, sehingga pemeriksaan rutin dapat membantu dokter memeriksa tanda-tanda peringatan. “Sekitar 90%  aneurisma otak tidak menunjukkan gejala spesifik. Justru ini yang berbahaya karena pasien datang ke dokter saat aneurisma sudah pecah. Data menyebut 50% kasus aneurisma otak yang pecah bisa berakibat fatal,” ujarnya di acara diskusi media menandai Bulan Kesadaran Aneurisma Otak yang digelar RS Pondok Indah di Jakarta, baru-baru ini.

Aneurisma otak terjadi akibat melemahnya pembuluh darah di otak, sehingga bisa menyebabkan penggelembungan seperti balon saat aliran darah menekan dinding pembuluh darah. “Bila dibiarkan tidak ditangani, pembuluh darah tipis ini bisa pecah dan memicu perdarahan otak yang berbahaya,” ujar dr. Mardjono. “Kalau (aneurisma) meletus, darah akan keluar terus hingga menggenang di otak. Kondisi ini cukup bahaya di mana otak manusia bisa terendam oleh darah.”

Spesialis Bedah Saraf RS Pondok Indah, Dr. dr. Mardjono Tjahjadi Sp.BS(K), PhD menjelaskan tentang bahaya aneurisma otak (dok. Berandasehat.id)

Dokter Spesialis Bedah Saraf RS Pondok Indah itu menjelaskan, gejala umum yang dialami oleh penderita aneurisma pecah biasanya dimulai dengan rasa sakit kepala yang hebat seperti pukulan tiba-tiba di bagian kepala. Setelahnya, rasa sakit kepala hebat itu mereda. Namun bukan berarti kondisinya membaik, karenanya harus selekasnya ditangani dokter. “Kalau masih oleng sedikit, sebaiknya segera ke dokter. Karena kalau sampai pingsan, itu sudah parah dan sekitar 50% bisa menyebabkan kematian,” beber dr. Mardjono.

Lebih lanjut dia mengatakan, pasien aneurisma otak yang berhasil  ditolong, sekira 66% mengalami kerusakan otak permanen.

Meski penyakit aneurisma otak ini sangat serius, namun penyebab pastinya belum diketahui. Disinyalir ada sejumlah faktor risiko yang dapat memicu terjadinya aneurisma otak, di antaranya riwayat hipertensi, merokok, gaya hidup tidak sehat, riwayat keturunan dari keluarga yang pernah mengalami stroke, pendarahan, dan aneurisma pecah serta berjenis kelamin perempuan. 

“Aneurisma otak ternyata lebih banyak menyerang para wanita dan orang-orang berusia di atas 40 tahun.  Berbagai penelitian menemukan bahwa penyakit yang satu ini lebih rentan dialami oleh para wanita karena adanya faktor hormonal,” ujarnya.

Perempuan memiliki hormon estrogen, yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari berbagai penyakit, termasuk pembuluh darah. Ketika menjelang masa menopause, hormon pelindung ini penurunan sehingga bisa memicu munculnya berbagai penyakit termasuk aneurisma otak.

Selain karena faktor hormonal tersebut, beberapa studi menemukan bahwa penggunaan hormon pencegah kehamilan dapat berisiko menyebabkan aneurisma otak pada wanita.  

Skrining Deteksi Dini Aneurisma Otak

Cara untuk mengetahui apakah seseorang memiliki aneurisma otak adalah dengan melakukan skrining. “Kalau sudah punya lebih dari tiga faktor risiko, sebaiknya langsung skrining. Misalnya riwayat keluarga ada aneurisma yang pecah atau stroke, dan punya riwayat hipertensi, segera lakukan skrining tanpa tunggu gejala muncul,” saran dr. Mardjono. “Jangan takut buat skrining karena lebih menakutkan kalau penyakitnya telat ditangani.”

Untuk memastikan diagnosis, dokter akan meminta pasien untuk menjalani beberapa pemeriksaan penunjang, seperti  pemindaian, antara lain MRI, CT Scan hingga angiografi otak dengan CT scan (CTA) atau MRI (MRA), untuk melihat kelainan di pembuluh darah otak, termasuk mendeteksi aneurisma otak.

Untuk diketahui, aneurisma otak bukanlah suatu penyakit yang mendadak muncul, perlu beberapa tahun untuk membuat dinding pembuluh darah semakin menipis dan membenjol hingga terbentuk balon berdinding tipis yang mudah ‘meletus’.

Namun demikian, aneurisma otak bisa dicegah dengan menjalani kontrol secara rutin bagi orang yang dengan penyakit yang meningkatkan risiko terjadinya aneurisma otak (misalnya hipertensi). Selain itu berhenti merokok, tidak menggunakan obat terlarang, kurangi konsumsi alkohol, makan makanan bergizi seimbang serta olahraga perlu dilakukan sebagai upaya pencegahan aneurisma otak. (BS)