Berandasehat.id – Demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi masalah serius di Indonesia yang butuh penanganan segera. Masyarakat Indonesia berisiko terkena demam berdarah tanpa melihat umur, di mana mereka tinggal, dan gaya hidup.

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, sebanyak 143.000 kasus demam berdarah yang tercatat sepanjang tahun 2022 sebanyak 39% merupakan golongan produktif dari rentang umur 15-44 tahun. Data Kemenkes juga menyebut, dari awal tahun sampai dengan minggu ke-33 tahun 2023 telah tercatat 57.884 kasus demam berdarah dengan 422 kematian, dengan case fatality rate 0,73 persen.

DBD atau infeksi dengue ini masih perlu mendapat perhatian khusus, terutama terkait dengan perubahan iklim. “Masyarakat masih perlu melihat ini sebagai ancaman serius, terutama ketika fenomena El Nino terjadi,” ujar Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu dalam acara temu media menandai peluncuran kampanye #Ayo3MplusVaksinDBD di Jakarta, baru-baru ini.

Ilustrasi orang dewasa terkena demam (dok. ist)

Perkiraan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), puncak fenomena El Nino diperkirakan akan terjadi dari Agustus sampai dengan bulan September 2023. Seiring dengan terjadinya fenomena El Nino, suhu akan menjadi lebih hangat sehingga membuat nyamuk Aedes aegypti semakin mengganas. “Frekuensi nyamuk menggigit bisa naik hingga 3-5 kali lipat saat suhu panas mencapai 30 derajat Celcius ke atas,” terang Maxi.

Maxi menambahkan, pemerintah telah menetapkan target pengurangan angka kasus infeksi dengue dan menuju 0 kasus kematian pada tahun 2030 melalui Strategi Nasional Penanggulangan Dengue 2021-2025.  “Melalui Koalisi Bersama (KOBAR) Lawan Dengue, kami telah menciptakan jejaring yang kuat antara para pemangku kepentingan untuk dapat mensukseskan target tersebut,” ujarnya.

Target mencapai nol kematian akibat infeksi dengue juga dilakukan melalui kemitraan publik-privat dengan Takeda, dengan merilis kampanye #Ayo3MplusVaksinDBD yang merupakan salah satu program penting untuk mendukung tujuan tersebut.

Ruang lingkup kerja sama antara tersebut, meliputi peningkatan peran serta masyarakat atau pemberdayaan masyarakat; peningkatan kapasitas tenaga kesehatan; penyusunan dan pelaksanaan terkait program koalisi bersama masyarakat menuju nol kematian akibat demam berdarah dengue; pendekatan terpadu untuk pencegahan dan pengendalian demam berdarah dengue. 

Ruang lingkup kolaborasi juga mencakup sinkronisasi data dengan SIARVI (Sistem Informasi Arbovirosis); peningkatan peran dan kerja sama penentu kebijakan di pusat dan daerah.  

Maxi mengakui, penanggulangan DBD di Indonesia merupakan tantangan yang kompleks. Guna mencapai nol kematian akibat infeksi dengue pada tahun 2030, pemerintah mendorong masyarakat untuk bersama-sama, dengan prinsip-prinsip 3M plus dan vaksin mandiri DBD dalam mengatasi tantangan tersebut.

Kesempatan sama, President, Growth & Emerging Markets, Takeda Pharmaceuticals International AG Gamze Yuceland menekankan komitmen Takeda dalam penanggulangan infeksi demam berdarah dengue di Indonesia. “Kami berkomitmen untuk menjadi mitra strategis dalam mewujudkan nol kematian akibat demam berdarah dengue di Indonesia pada 2030,” ujarnya.  (BS)