Berandasehat.id- Kanker serviks (leher rahim) masih menjadi salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi dan beban pembiayaan kesehatan terbesar di Indonesia. Kanker serviks menduduki urutan kedua kanker paling berisiko bagi wanita dengan kasus kanker terbanyak setelah kanker payudara, menurut data 2021 di Indonesia.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berharap target cakupan imunisasi HPV bagi 2,9 juta anak usia sekolah dasar kelas 5 dan 6, serta target deteksi dini dapat tercapai. “Keberhasilan program eliminasi kanker serviks memerlukan dukungan dan peran aktif dari seluruh lapisan masyarakat,” ujarnya dalam sambutan edukasi kanker serviks untuk jurnalis yang dihelat MSD di Jakarta, baru-baru ini.

Meski berisiko mematikan, kanker serviks nyatanya dapat dicegah. Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan, dr. Prima Yosephine, MKM mengakui tingkat kematian kanker serviks cukup tinggi, karena umumnya penderita datang sudah terlambat. Data tahun 2020 menunjukkan ada 33.633 kasus baru dengan kematian sebanyak 21.003 orang.  “Imunisasi merupakan upaya pencegahan yang paling murah. Karena jika sudah terinfeksi kanker serviks sudah pasti mahal biayanya,” ujarnya. 

Untuk itu, lanjutnya, Kemenkes terus melakukan perluasan imunisasi HPV secara nasional. Saat ini, imunisasi HPV tahun 2023 melalui program BIAS baru mencapai 65,5%. “Untuk mempercepat penurunan angka kesakitan dan kematian akibat kanker serviks diperlukan capaian imunisasi HPV minimal 90%,” beber dr Prima. “Inilah mengapa, kesadaran bagi orang tua untuk memanfaatkan program imunisasi HPV nasional perlu terus diperkuat, guna melindungi anak-anak dari risiko kanker serviks di masa depan.” 

Tak hanya pada anak, imunisasi HPV nyatanya juga penting dilakukan oleh perempuan usia remaja dan dewasa. Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan, dr. Keven Tali, SpOG mengatakan pemberian imunisasi HPV disarankan diberikan pada perempuan yang belum menikah atau belum aktif secara seksual agar perlindungannya bekerja lebih baik. “Bagi perempuan menikah yang belum terpapar HPV, imunisasi ini juga penting dilakukan, meski dengan dosis yang berbeda,” ujarnya. 

Skrining Kanker Serviks Masih Rendah

Bagi wanita usia subur (WUS) usia 30 – 50, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga merekomendasikan untuk melakukan skrining kanker serviks secara rutin, untuk mendeteksi infeksi HPV sebagai penyebab utama kanker serviks.

Sayangnya, masih ada keengganan di tengah masyarakat untuk melakukan skrining dan mendapatkan imunisasi HPV. Pada tahun 2023, cakupan skrining kanker serviks di Indonesia hanya mencapai 7,02 persen dari target 70%. Masih banyaknya informasi tidak tepat seputar kanker serviks dan imunisasi HPV turut andil dalam kondisi ini.

“Mitos bahwa kanker serviks adalah penyakit orang yang sudah berkeluarga, sehingga anak-anak tidak perlu diberi imunisasi HPV, atau bahwa imunisasi kanker serviks bisa menyebabkan kemandulan, menjadi beberapa informasi kurang tepat yang beredar di masyarakat,” terang dr. Kurniawan Satria Denta, M.Sc, SpA, dokter spesialis anak di kesempatan sama. “Penting bagi orang tua untuk memahami dengan baik manfaat imunisasi HPV guna melindungi anak dari risiko kanker serviks di masa datang.”

Country Medical Lead MSD Indonesia, dr. Mellisa Handoko Wiyono mengatakan, memahami situasi ini, MSD bersama Kementerian Kesehatan Indonesia terus berupaya untuk melakukan sosialisasi dan edukasi seputar imunisasi HPV dan kanker serviks di Indonesia.” Kami juga mengajak keterlibatan semua pihak untuk bersama-sama memberikan informasi yang tepat seputar isu ini,” ujarnya.

MSD juga menghadirkan platform informasi dan diskusi seputar HPV yaitu www.ngobrolinHPV.com – agar masyarakat lebih mudah untuk mengakses informasi yang relevan dan akurat seputar HPV. “Dengan demikian, diharapkan kesadaran masyarakat untuk dapat mencegah penyebaran kanker serviks dapat kian diperkuat, sehingga bersama-sama kita dapat membangun generasi bebas kanker serviks,” tandas Mellisa. (BS)