Berandasehat.id – Meskipun vaksin terbukti efektif dalam mencegah COVID-19 parah, dampaknya terhadap pencegahan gejala jangka panjang belum sepenuhnya dipahami. Namun tim peneliti di NDORMS (Nuffield Department of Orthopaedics, Rheumatology, and Musculoskeletal Sciences), Universitas Oxford menemukan bahwa vaksinasi terhadap COVID-19 secara konsisten mengurangi risiko gejala COVID yang berkepanjangan (long COVID).
Dani Prieto-Alhambra, Profesor Epidemiologi Farmasi yang memimpin penelitian ini mengatakan vaksin COVID-19 dikembangkan dengan cepat untuk mengatasi pandemi ini dan hingga saat ini delapan vaksin telah mendapat izin dari regulator internasional termasuk EMA dan MHRA, dengan nilai miliaran dolar dari dosis yang diberikan sampai saat ini.
“Vaksin itu terbukti sangat efektif dalam mencegah COVID-19 yang parah, namun diketahui bahwa sekitar 1 dari 10 orang menderita gejala terus-menerus, yang kami sebut dengan long COVID. Kami ingin menilai apakah vaksin COVID berdampak pada gejala itu dan memperoleh dana dari National Institute for Health and Care Research (NIHR) untuk melakukan penelitian guna meneliti hal ini,” beber Prof Alhambra.
Diterbitkan di The Lancet Respiratory Medicine, penelitian ini melakukan analisis ekstensif menggunakan catatan kesehatan elektronik perawatan primer dari Inggris, Spanyol, dan Estonia. Tim tersebut memeriksa data lebih dari 20 juta individu yang divaksinasi dan tidak divaksinasi dan mengidentifikasi kasus-kasus long COVID berdasarkan kriteria khusus yang ditentukan oleh WHO (Organisasi Kesehatan Dunia).

Penelitian itu berfokus pada orang dewasa yang terdaftar setidaknya selama 180 hari di masing-masing negara. Dari berbagai kohort (penelitian jangka panjang) yang dianalisis, para peneliti mengamati adanya penurunan signifikan kejadian long COVID di antara individu yang divaksinasi dibandingkan dengan mereka yang tidak divaksinasi.
Annika Jodicke, ahli farmakoepidemiologi senior dan salah satu pemimpin studi mengatakan tim mampu menunjukkan bagaimana kedua vaksin mencegah perkembangan gejala COVID yang persisten. Selain itu, pihaknya membandingkan vaksinasi yang berbeda dan menemukan bahwa vaksin BNT162b2 (BioNTech/Pfizer) menyediakan perlindungan yang lebih baik terhadap COVID jangka panjang dibandingkan dengan vaksin ChAdOx1 (Oxford/AstraZeneca).
Marti Catala, ilmuwan data senior dan penulis utama naskah menambahkan berkat kolaborasi internasional, tim riset dapat mereplikasi analisis menggunakan data dari Spanyol dan Estonia. “Temuan kami konsisten di ketiga negara dan banyak populasi berbeda, dengan menekankan pada pentingnya peran penting vaksinasi dalam melindungi individu dari konsekuensi jangka panjang COVID-19,” tandasnya dikutip MedicalXpress. (BS)