Berandasehat.id – Stunting menjadi masalah serius di Indonesia karena mengancam kualitas generasi di masa mendatang. Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan (1000 HPK).
Bukan sekadar postur tubuh kerdil namun stunting memiliki implikasi kesehatan serius, di antaranya menyebabkan hambatan perkembangan kognitif dan motorik, penurunan kapasitas intelektual, dan meningkatkan risiko penyakit tidak menular di masa depan.
Data UNICEF menyebut, prevalensi stunting di Indonesia sangat tinggi, yaitu 31,8% pada tahun 2021. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia dan Afrika. Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan prevalensi stunting menjadi 14% pada tahun 2024.
Disampaikan dr. Boy Abidin Sp.OG (K), dokter spesialis kandungan dan kebidanan, stunting dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain asupan gizi, status kesehatan, lingkungan sosial, lingkungan kesehatan, lingkungan permukiman, pendapatan, kesenjangan ekonomi, sistem pangan, jaminan sosial, sistem kesehatan, pembangunan pertanian, dan pemberdayaan perempuan.

Oleh karena itu, stunting sudah menjadi isu kesehatan yang membutuhkan perhatian khusus di Indonesia. “Perlawanan terhadap stunting memerlukan pendekatan sistematis terhadap ekosistem, selain pemenuhan gizi yang optimal,” ujar Boy Abidin dalam diskusi Generasi Sehat Bebas Stunting yang dihelat PT Darya-Varia Laboratoria Tbk (Darya-Varia) di Jakarta, baru-baru ini.
Selain edukasi tentang pentingnya pemenuhan gizi optimal untuk mencegah stunting, edukasi seks dan kesehatan reproduksi dengan target siswa/i SMP untuk menekan angka pernikahan usia remaja juga perlu digencarkan.
“Edukasi seks dan reproduksi bagi remaja dapat memberikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk membuat keputusan yang bertanggung jawab tentang seksualitas, kesehatan reproduksi, dan perencanaan keluarga,” beber Boy Abidin.
Dia menambahkan, pernikahan dini pada remaja dapat meningkatkan risiko seperti komplikasi kehamilan dan persalinan, kematian ibu dan bayi, infeksi menular seksual, kekerasan dalam rumah tangga, kemiskinan, dan stunting pada anak.
“Pernikahan dini tingkatkan kehamilan remaja. Kehamilan sebelum waktunya terkait dengan kualitas generasi yang akan dilahirkan,” terang Boy Abidin seraya menambahkan calon ibu yang belum cukup umur menikah dan hamil, tidak memiliki pengetahuan cukup terkait kehamilan sehat, berpotensi melahirkan bayi stunting.
Sebagai upaya mengentaskan angka stunting Darya-Varia bermitra dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di bawah kerangka program Peningkatan Upaya Promotif dan Preventif Dalam Rangka Mewujudkan Indonesia Sehat.
Mengusung tema Generasi Sehat Bebas Stunting, Darya-Varia melakukan CSR di Desa Cibatok II, Kabupaten Bogor, sejak 2018 untuk menekan angka stunting. “Stunting telah menjadi isu kesehatan yang membutuhkan perhatian khusus di Indonesia. Perlawanan terhadap stunting memerlukan pendekatan dan intervensi sistematis terhadap ekosistem, selain pemenuhan gizi yang optimal,” tutur Direktur Utama Darya-Varia Ian Kloer.

Lebih lanjut Ian Kloer menyampaikan, program Generasi Sehat Bebas Stunting dapat menurunkan angka stunting pada anak sebesar 80% secara bertahap selama 5 tahun berjalan berkat sinergi yang solid antara Darya-Varia dengan seluruh elemen masyarakat serta mitra terkait.
Dia mengatakan, di awal program pada 2018, terdapat 68 anak yang mengalami stunting. Melalui berbagai program pencegahan dan edukasi, angka ini terus menurun dan pada 2023 angka stunting berhasil ditekan dengan hanya 13 anak.
Kesempatan sama, Enjang Hariri, Sekretaris Desa Cibatok II mengatakan Darya-Varia telah melaksanakan berbagai program untuk membantu menurunkan angka stunting secara berkelanjutan. Dengan dukungan yang terus-menerus, Desa Cibatok II berhasil menurunkan angka stunting secara signifikan.
“Program ini menjadi berbeda karena kegiatan-kegiatan intervensi yang dilakukan lebih dari sekadar pemberian suplemen gizi dan nutrisi, namun sudah menargetkan hal-hal yang sifatnya pencegahan di hulu seperti penyuluhan kesehatan ibu dan anak, perbaikan sanitasi lingkungan, pemberdayaan keluarga, dan terutama edukasi dini pada remaja,” tandas Enjang. (BS)