Berandasehat.id – COVID-19 ternyata menimbulkan malapetaka dalam jangka panjang, bahkan setelah seseorang dinyatakan pulih. Studi menemukan, orang yang pulih dari COVID-19 menunjukkan sedikit kehilangan kemampuan kognitif yang setara dengan penurunan IQ sebesar 3 poin hingga 1 tahun setelah pemulihan. Sementara kasus COVID yang lebih serius dikaitkan dengan hilangnya fungsi otak yang jauh lebih tinggi.

Studi terkini dari Inggris dan telah dipublikasikan di The New England Journal of Medicine, menemukan bahwa orang yang memiliki kasus COVID yang lebih parah – yang membutuhkan perawatan di unit perawatan intensif rumah sakit – memiliki defisit kognitif yang setara dengan penurunan IQ sebesar 9 poin.

Defisit terbesar di antara tugas-tugas kognitif terjadi pada memori, penalaran, dan fungsi eksekutif, kata Adam Hampshire, PhD, dari Imperial College London. “Orang-orang yang mengidap COVID-19 menjadi lebih lambat dan kurang akurat ketika melakukan tugas-tugas yang mengukur kemampuan mereka,” ujarnya dikutip WebMD.

Kabut otak dalam durasi panjang

Gejala kognitif setelah COVID sudah banyak diketahui, namun apakah defisit kognitif sebenarnya ada dan berapa lama gejala tersebut bertahan masih belum jelas. Untuk menyelidikinya, para peneliti mengundang 800.000 orang dewasa dari studi Real-Time Assessment of Community Transmision tentang penularan virus corona di Inggris untuk menyelesaikan penilaian online untuk fungsi kognitif yang terdiri dari delapan bagian.

Secara keseluruhan, 141.583 peserta memulai baterai kognitif dengan menyelesaikan setidaknya satu tugas, dan 112.964 menyelesaikan delapan tugas. Dibandingkan dengan orang dewasa yang tidak terinfeksi, mereka yang terjangkit COVID-19 dan sembuh memiliki defisit kognitif yang kecil, setara dengan penurunan IQ sebanyak 3 poin, menurut temuan para peneliti.

Peneliti juga melaporkan, orang dewasa dengan gejala COVID-19 yang terus-menerus mengalami penurunan IQ sebesar 6 poin, dan mereka yang dirawat di unit perawatan intensif mengalami penurunan IQ sebesar 9 poin.

Masalah yang lebih besar ditemukan pada orang dewasa yang terinfeksi pada awal pandemi oleh varian virus asli atau varian B.1.1.7, sedangkan mereka yang terinfeksi pada akhir pandemi (misalnya pada periode Omicron), menunjukkan penurunan kognitif yang lebih kecil.

Mereka juga menemukan bahwa orang yang tertular COVID-19 setelah menerima dua atau lebih vaksinasi menunjukkan kinerja kognitif yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang belum menerima vaksinasi.

Tugas fungsi memori, penalaran, dan eksekutif termasuk yang paling sensitif terhadap masalah terkait COVID-19 dan kinerja tugas-tugas ini berbeda-beda berdasarkan berapa lama gejala berlangsung dan apakah orang tersebut dirawat di rumah sakit.

Hampshire mengatakan diperlukan lebih banyak penelitian untuk menentukan apakah defisit kognitif dapat teratasi seiring berjalannya waktu.

Hasil studi itu merupakan kekhawatiran dan implikasi yang lebih luas memerlukan evaluasi, kata Ziyad Al-Aly, MD, dari Washington University School of Medicine di St. Louis, dan Clifford Rosen, MD, dari Tufts University School of Medicine di Boston, dalam sebuah editorial yang menyertai penelitian.

Dalam pandangan mereka, masih ada beberapa pertanyaan yang belum terselesaikan, termasuk dampak potensial dari penurunan IQ sebesar 3 poin dan apakah masalah kognitif terkait COVID-19 dapat meningkatkan risiko demensia di kemudian hari. (BS)