Berandasehat.id – Tanggal 29 Februari diperingati sebagai Hari Penyakit Langka. Meski jarang terungkap, faktanya terdapat ribuan penyakit langka di dunia dengan angka yang terus bertambah. Sayangnya, jumlah penyakit langka yang terdiagnosis di Indonesia baru berada di angka 70 sampai 80.

“Penyakit langka merupakan sekelompok penyakit yang memiliki persentase kecil dalam suatu populasi manusia yang kondisinya biasanya kronis tapi belum bisa disembuhkan,” ujar dr. Cut Nurul Hafifah Sp.A, Subsp. NPM, Spesialis Ilmu Kesehatan Anak Subspesialis Kesehatan Anak, Nutrisi dan Penyakit Metabolik RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) dalam diskusi bertajuk ‘Pentingnya Tes Genetik untuk Percepatan Penegakan Diagnosis Penyakit Langka di Indonesia’ di Klinik Genomics Hub Jakarta, Minggu (10/3/2024).

Di Indonesia, rendahnya diagnosis penyakit langka terjadi akibat keterbatasan akses serta kurangnya kesadartahuan masyarakat tentang pentingnya diagnosis penyakit langka untuk menyelamatkan hidup mereka yang terkena.

Ada sekira 7000 penyakit langka di dunia yang dialami lebih dari 350 juta orang di dunia. Timbulnya penyakit langka yang menyerang manusia disebabkan banyak faktor seperti faktor keturunan hingga pengaruh lingkungan. Itulah mengapa penyakit langka juga bisa diderita bayi baru lahir. “Sayangnya penyakit langka itu tidak bisa sembuh, bahkan banyak yang belum ada obatnya,” terang Cut Nurul.

Kesempatan sama, dr. Widya Eka Nugaraha, M.Si.Med, konselor Genomika mengatakan, penyakit langka bukanlah mitos atau kutukan. “Penyakit langka itu nyata dan anak-anak Indonesia juga mengalami hal ini. Meski nyata, penyakit langka ini tidak menular sehingga sebaiknya kita tidak menyematkan stigma negatif bagi penderita,” ujarnya.

Orang tua yang memiliki anak dengan penyakit langka disarankan bergabung dengan komunitas agar saling mendukung dan berbagi sekaligus sebagai support system.

Diskusi ‘Pentingnya Tes Genetik untuk Percepatan Penegakan Diagnosis Penyakit Langka di Indonesia’ di Klinik Genomics Hub Jakarta (dok. Berandasehat.id)

Widya mengatakan ada sejumlah penyakit langka yang dialami anak Indonesia, di antaranya Treacher Collins syndrome, Apert syndrome, Cornelia de Lange syndrome, Cri du Cat syndrome juga Di George syndrome.

Meskipun sebagian besar penyakit langka belum ada obatnya, namun seiring dengan perkembangan medis ada beberapa penyakit langka yang bisa diobati, yakni Phenylketonuria, Gaucher disease, Mucopolysachharidosis.

“Jika diketahui sejak dini dan diagnosisnya tepat, penyakit langka yang ada obatnya bisa memperbaiki usia harapan hidup penderitanya. Karena jika tak ditangani, beberapa penyakit langka itu bisa parah dan fatal,” terang Widya.

Bagi keluarga yang memiliki penyakit langka disarankan untuk melakukan pemeriksaan genomik untuk mengetahui profil risiko anggota keluarga lainnya.

Menurut dr. Zoya Marie Adyasa M. Res, konselor Genomika GSI, masyarakat perlu menyadari pentingnya diagnosis penyakit langka, serta mendukung penyingkatan rantai ‘diagnosis odyssey’ atau perjalanan panjang pengidap penyakit langka mencari diagnosis yang tepat melalui metode Next Generation Sequencing (NGS) yaitu Whole Exome Sequencing (WES).

“Program inspiratif itu ingin mengundang masyarakat dan perusahaan untuk bersama-sama memperjuangkan hak anak-anak Indonesia dengan penyakit langka agar bisa mendapatkan diagnosis yang tepat,” beber Zoya Marie.

Dia menambahkan, shortcutting diagnosis odyssey adalah langkah awal untuk memajukan perkembangan medis dalam bidang penyakit langka. “Semakin kita bersama mendukung visi ini, lebih banyak makna, kesehatan;jiwa dan kualitas hidup untuk pasien dan keluarga (pasien) penyakit langka,” tandas Zoya.

Zoya menyampaikan, kewirausahaan sosial Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) sejak Mei 2023 telah berkomitmen mendukung percepatan penegakan diagnosis penyakit langka di Indonesia melalui program Batik Pelangi.

Melalui Batik Pelangi, GSI berharap dapat membuka wadah gotong royong dari berbagai pihak untuk bisa bersama-sama bahu membahu memberikan bantuan lebih besar dengan menyediakan tes WES gratis bagi odalangka Indonesia yang belum terdiagnosis jenis penyakitnya.

Sejak diluncurkan sepuluh bulan yang lalu,
setelah melalui perjalanan yang panjang dan bantuan donasi dari berbagai pihak, Batik Pelangi telah berhasil membantu enam belas pasien penyakit langka melakukan tes WES secara gratis dan telah memberikan konsultasi genomika untuk menegakkan diagnosis dari masing-masing pasien.

Melalui teknologi WES,  GSI berhasil mendapati sejumlah diagnosis baru yang telah GSI laporkan kepada penerima WES Batik Pelangi. Beberapa penyakit langka yang ditemukan adalah Sotos syndrome, Baraitser-Winter syndrome, Rubinstein-Taybi  syndrome, Rett syndrome, LQTS, dan
Adrenoleukodistrofi.

“Diharapkan melalui tes dan temuan ini, penegakan diagnosis penyakit langka di Indonesia dapat lebih masif lagi,” pungkas Zoya. (BS)