Berandasehat.id – Mycobacterium tuberculosis (Mtb), bakteri yang menyebabkan infeksi tuberkulosis (TB/TBC), ternyata ada pada napas yang diembuskan oleh 90% orang yang diduga tuberkulosis. Ini termasuk mereka yang hasil tes dahak konvensionalnya negatif dan tidak terdiagnosis TBC.
Hal ini meningkatkan kemungkinan bahwa mereka yang hasil tesnya negatif mungkin tanpa sadar menularkan infeksi, demikian menurut temuan yang dipublikasikan di PNAS.
Para peneliti dari Universitas Cape Town dan UMC Amsterdam telah menganalisis hasil dari lebih dari 100 pasien yang datang ke klinik di Afrika Selatan. “Jika seseorang membawa Mtb di saluran pernapasannya, hal ini berarti mereka juga dapat menyebarkannya. Oleh karena itu, karena hasil ini menunjukkan bahwa jumlah orang yang menularkan TBC jauh lebih luas dibandingkan yang diketahui sebelumnya, terdapat implikasi yang signifikan terhadap intervensi kesehatan masyarakat yang dirancang untuk menghentikan penularan,” beber Ben Patterson, Ph.D. eksternal kandidat di UMC Amsterdam dan Institut Kesehatan dan Pembangunan Global Amsterdam dikutip MedicalXpress.
Peserta dalam penelitian ini mengunjungi dua klinik komunitas di barat daya Cape Town sebelum didiagnosis mengidap TBC atau tidak. Selanjutnya, sampel aerosol dikumpulkan di laboratorium aerobiologi TB khusus berbasis komunitas menggunakan metode baru yang dioptimalkan untuk menemukan konsentrasi Mtb yang rendah.

Sampel ini kemudian digunakan untuk mendeteksi keberadaan Mtb, dan menemukannya dalam sampel yang diberikan oleh 90% pasien, termasuk mereka yang hasil tes dahaknya negatif untuk tuberkulosis.
“Hal ini menghancurkan paradigma penularan tuberkulosis. Sebelumnya kita memahami bahwa Mtb hanya ditularkan oleh mereka yang mengidap penyakit tersebut, namun penelitian ini menunjukkan bahwa orang-orang dengan gejala yang hasil tesnya negatif juga melakukan hal ini dan mungkin menyebarkan infeksi tersebut,” kata Frank Cobelens, profesor Kesehatan Global di UMC Amsterdam dan peneliti senior di AIGHD.
Pengambilan sampel aerosol diulangi pada tiga titik waktu terpisah selama enam bulan untuk semua peserta. Keberadaan Mtb menurun pada mereka yang menjalani pengobatan dan – yang mengejutkan -mereka yang tidak menjalani pengobatan selama periode ini.
Namun demikian, 20% dari seluruh peserta terus dites positif Mtb dalam aerosol setelah enam bulan. Hal ini menunjukkan bahwa penularan dapat berlanjut dalam jangka waktu lebih lama dari perkiraan sebelumnya.
Penelitian terbaru dari Universitas Cape Town menunjukkan bahwa TBC bisa ada di paru hingga empat tahun sebelum timbulnya gejala.
“Secara keseluruhan, hasil penelitian kami menunjukkan betapa kompleksnya tuberkulosis, dan mungkin juga mengapa sangat sulit untuk memberantas tuberkulosis di daerah endemis. Bahkan ketika lembaga kesehatan masyarakat bekerja, sesuai dengan pedoman saat ini, secara efektif melawan kasus-kasus tuberkulosis yang bergejala. Dalam hal ini, evaluasi praktik diperlukan,” tandas Cobelens. (BS)