Berandasehat.id – Orang dengan tremor (gemetar/getaran) esensial hampir tiga kali lebih mungkin terkena demensia dibandingkan populasi umum, menurut penelitian baru. Dalam studi baru terungkap hampir 20% orang lanjut usia yang menderita tremor esensial menderita demensia. Namun, angka tersebut lebih rendah dibandingkan angka yang terlihat pada orang dewasa dengan penyakit Parkinson.

Studi ini adalah eksposisi paling lengkap dari lintasan longitudinal gangguan kognitif pada kelompok tremor esensial, menurut keterangan studi yang dipimpin oleh Elan D. Louis, MD, MSc, dari University of Texas Southwestern Medical Center di Dallas dikutip WebMD.

Untuk penelitian ini, 222 orang dewasa (usia rata-rata pada awal penelitian adalah 79 tahun) dengan tremor esensial menjalani tes kognitif terperinci dan diikuti selama rata-rata 5 tahun.

Pada awal penelitian, 168 orang memiliki kemampuan kognitif normal, 35 orang mengalami gangguan kognitif ringan, dan 19 orang menderita demensia. Selama masa tindak lanjut, 59 orang mengalami masalah kognitif dan 41 orang mengalami demensia.

Selama masa tindak lanjut, tingkat total demensia adalah 18,5% dan 12,2% peserta beralih dari gangguan kognitif ringan ke demensia. Tingkat keseluruhan demensia pada pasien dengan tremor kira-kira 300% lebih besar dibandingkan pada populasi umum, dan 50% lebih besar dibandingkan pada orang dewasa dengan penyakit Parkinson.

Tingkat total gangguan kognitif ringan – 26,6% – hampir dua kali lipat dibandingkan populasi umum, namun lebih rendah dibandingkan pasien Parkinson.

“Data kami menunjukkan bahwa prevalensi dan tingkat konversi ke demensia pada tremor esensial berada di antara angka yang terkait dengan proses penuaan alami dan tingkat yang lebih nyata yang diamati pada individu dengan penyakit Parkinson,” tulis para peneliti.

Jauh dari sepele

Saat dimintai komentar, Shaheen Lakhan, MD, ahli saraf dan peneliti yang berbasis di Miami, mengatakan bahwa hari-hari yang memandang [gemetar esensial] hanya sebagai ‘gangguan gemetar’ sudah berakhir.” Penelitian ini mematahkan anggapan bahwa tremor esensial adalah kondisi yang sepele,” ujarnya.

“Ke depannya, agenda penelitian harus lebih menjelaskan hubungan antara tremor esensial dan demensia serta mengembangkan strategi neuroprotektif. Namun penelitian ini menunjukkan perubahan seismik dalam cara kita memahami getaran esensial,” kata Lakhan.

“Label jinak tidak lagi berlaku mengingat risiko kognitif yang dihadapi pasien tremor esensial. Praktik klinis dan komunikasi dokter dengan pasien harus beradaptasi,” tandasnya. (BS)