Berandasehat.id – Data Kementerian Kesehatan pada 2021 melaporkan, jumlah anak di Indonesia yang menderita autis meningkat drastis hingga mencapai sekitar 2,4 juta. Dari data tersebut diperkirakan jumlah penderita autisme mengalami peningkatan 500 orang setiap tahunnya.
Autisme ditandai dengan gangguan fungsi sosial dan komunikasi. Gejala autisme bisa bervariasi, mulai dari fokus yang intens pada satu item, tidak responsif, hingga gerakan berulang atau cedera diri.
Dokter Spesialis Anak Konsultan Neurologi – Prof. Dr. dr. Hardiono D. Pusponegoro, SpA(K), yang menangani kasus autisme selama rentang 20 tahun mengatakan, penanda autisme yang mudah dikenali adalah adanya gangguan komunikasi. “Anak dengan autisme itu tidak bicara, serta perilaku melakukan hal yang sama secara berulang dengan waktu dan tempat yang tidak sesuai, misalnya memutar roda mobil mainan. Namun tidak semua kegiatan memutar roda itu tanda autis,” ujarnya di acara jelang Special Kids Expo (SPEKIX) 2024 di Jakarta, baru-baru ini.
Hal lain yang menjadi tanda anak memiliki autisme, sebut Prof Hardiono, anak mengalami gangguan interaksi. “Di usia bawah 4 tahun diajak main tidak merespon. Selain itu, kebanyakan anak tidak bisa bicara di umur 2 tahun,” ujarnya.

Orang tua umumnya membawa anak ke dokter karena masalah speech delay. “Penyebab speech delay macam-macam, salah satunya autis itu,” terang Prof Hardiono.
Milestone perkembangan anak harus menjadi perhatian orang tua. “Usia 4 bulan diajak main mesti menjawab, 6 bulan dipanggil namanya bisa menoleh. Usia setahun anak sudah bisa menunjuk-nunjuk dengan jarinya,” sebut Prof Hardiono.
Dia menekankan, ADHD (attention-deficit/hyperactivity disorder) berbeda dengan autisme. “ADHD tidak ada gangguan bahasa dan komunikasi, cuma anak gak bisa diam. Kalau anak-anak autis itu suka lari-lari gak karuan jadi sering dianggap ADHD,” beber Prof Hardiono.
Konsultan neurologi itu menambahkan, tidak boleh menegakkan ADHD sebelum usia 4 tahun. “Kalau anak hiperaktif sebelum usia 3 tahun itu bisa jadi autis. Tapi anak autis itu bisa juga ADHD, dan untuk kasus ini penanganannya lebih sulit,” ujarnya.
Prof Hardiono menyampaikan, penyebab autis sejauh ini belum diketahui meskipun telah dilakukan berbagai studi dengan jumlah responden banyak. Dengan diagnosis cepat dan tepat, penyandang autisme bisa ditangani. “Diagnosis cepat di usia 18 bulan dengan terapi yang tepat, anak autis 75-85 persen bisa ngomong. Gejalanya juga sekitar 30 persen tidak kelihatan lagi kalau dulunya dia autis,” tuturnya.
Target jangka pendek terapi autisme adalah anak-anak bisa bersekolah di SD biasa. “Mungkin 50 persen bisa masuk sekolah tinggi dan perguruan tinggi, bahkan bisa menikah. Kuncinya, waktu kecil tetapinya harus benar, jangan sembarangan. Semua penelitian mengatakan bantuan orang tua bisa menolong, tapi otang tua harus diajari dulu,” lanjut Prof Hardiono.
Bisa jadi pekerja produktif
Dengan pendekatan yang tepat, dukungan yang sesuai, dan lingkungan kerja yang inklusif, banyak individu dengan autisme yang dapat menjadi pekerja yang produktif dan berdedikasi.
Beberapa karakteristik yang dimiliki oleh banyak orang dengan autisme, seperti ketelitian, fokus pada detail, dan kemampuan untuk bekerja dengan rutinitas, bisa menjadi kelebihan di beberapa bidang pekerjaan.
Anak-anak autis, sebut Prof Hardiono, memiliki keunggulan di bidang kerja. “Kalau memgerjakan tugas rutin bisa bagus karena tekun, teliti dan fokus. Kalau mereka berfungsi baik, kerjanya luar biasa gak ada capeknya. Tapi syaratnya dia harus senang dengan pekerjaannya,” tandasnya.
Meskipun terdapat tantangan, dengan dukungan dan kesempatan yang tepat, individu yang memiliki autisme atau kebutuhan khusus lainnya dapat berkontribusi secara signifikan dalam masyarakat.
Pemahaman akan gaya komunikasi, dukungan dari rekan kerja, atasan, atau mentor hingga lingkungan kerja yang inklusif dan terbuka kepada individu dengan autisme bisa membantu meningkatkan kontribusi mereka di tempat kerja.
Setiap anak, termasuk yang memiliki autisme dan kebutuhan khusus lain, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Dengan diberikan pendidikan yang bermutu dan peluang untuk berkarya, mereka dapat menjadi individu yang mandiri, dapat berkomunikasi dengan baik, dan berkesempatan mendapatkan pekerjaan yang layak.
Menurut Undang–Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas mensyaratkan mensyaratkan kewajiban mempekerjakan penyandang disabilitas dengan porsi 1 persen untuk perusahaan swasta dan 2 persen untuk BUMN/BUMD.
Namun, realitas di lapangan menunjukkan masih ada kesenjangan dalam mendapatkan pendidikan dan kesempatan kerja, khususnya bagi tenaga kerja dengan disabilitas, terutama bagi mereka dengan kebutuhan khusus, autisme dan kesulitan belajar.
Berdasarkan data dari sistem wajib lapor Kementerian Ketenagakerjaan, dari 440 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja mencapai sekitar 237 ribu orang, hanya sekitar 2.851 orang atau sekitar 1,2% yang merupakan tenaga kerja disabilitas yang berhasil ditempatkan dalam sektor formal. Ini menunjukkan adanya kesenjangan besar antara potensi mereka dan kesempatan yang tersedia di pasar kerja.
Special Kids Expo (SPEKIX) 2024
Zally Zarras Learning Center dan Yayasan Drisana, sebagai upaya dalam menjembatani kesenjangan tersebut, mengadakan Special Kids Expo (SPEKIX) 2024 dengan tema #LoveUnitesSpekix, Love and Kindness Unite – Illuminating the path to Inclusion and Equality. SPEKIX 2024 akan diadakan pada 11 – 12 Mei 2024, di Jakarta Convention Center.
Acara itu berisi rangkaian agenda inklusif yang tidak berbayar dan terkurasi untuk umum. Acara ini ditujukan sebagai upaya mendukung komunitas terkait dan masyarakat umum dalam mendapatkan akses informasi terkini. Dengan mengusung empat kategori (anak, remaja, dewasa, dan profesional) dan 4 konten utama (kesehatan, pendidikan, pengembangan, dan pendukung).
Plt. Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Aswin Wihdiyanto, mengatakan SPEKIX 2024 merupakan langkah konkret dalam mendukung visi inklusi dan kesetaraan bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus. “Acara ini juga sejalan dengan komitmen pemerintah dalam memberikan pendidikan yang bermutu dan kesempatan yang setara bagi semua anak, termasuk yang berkebutuhan khusus,” ujarnya.

“Setelah diadakan pertama kali pada 2019, kami kembali hadir di tahun 2024. Dengan mengangkat tema Love and Kindness Unite – Illuminating the path to Inclusion and Equality menandai komitmen untuk memperjuangkan hak-hak individu dengan kebutuhan khusus, termasuk mereka yang hidup dengan autisme, dan kesulitan belajar, serta memberikan mereka kesempatan yang setara untuk berkembang secara optimal,” ujar steering committee SPEKIX 2024, dr. Sri Hartati Sutowo Sp.Mk.
Kesempatan sama, deputy chairperson SPEKIX 2024 Zavnura Pingkan Sutowo berharap ajang itu dapat menjadi platform yang efektif dalam mendukung dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat berkebutuhan khusus dan menjadi wadah bagi para pemangku kepentingan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang penilaian, terapi, pendidikan formal, keterampilan, dan pelatihan yang diperlukan bagi orang tua, keluarga, pendidik dan pengasuh anak dengan autisme.
“SPEKIX 2024 akan memberikan kesempatan untuk memahami lebih dalam kebutuhan dan dukungan bagi orang dengan Autisme dari masa kanak-kanak hingga dewasa melalui berbagai kegiatan, seminar, dan pameran yang informatif dan menginspirasi,” tandas Zavnura. (BS)