Berandasehat.id – Aorta memiliki fungsi sangat penting dalam mengalirkan darah kaya oksigen dari jantung ke seluruh tubuh melalui cabang-cabangnya. Karena perannya yang vital ini, adanya gangguan pada pembuluh darah utama dan terbesar dari sistem peredaran darah tersebut dapat ‘mengacaukan’ tubuh hingga mengakibatkan kematian jika terlambat ditangani.
Menurut Konsultan Intervensi Kardiovaskular di Heartology Hospital, dr. Suko Adiarto Sp.JP(K), PhD, salah satu penyakit pada pembuluh darah yang perlu diwaspadai adalah aneurisma aorta, yakni pelebaran abnormal pada dinding aorta.
“Risiko penyakit ini bisa terjadi karena pembesaran aorta bisa pecah sewaktu-waktu yang menyebabkan terjadinya pendarahan masif dan syok,” ujar dr. Suko dalam temu media di Heartology Hospital, Kamis (2/5/2024).
Lebih lanjut dikatakan, pembesaran aorta paling sering terjadi di bagian perut, dan dada. Saat dinding tebal dalam aorta tak lagi mampu mempertahankan bentuk aorta, maka aorta lama kelamaan akan melemah dan tak dapat menahan tekanan darah di dalam. “Akibatnya, dinding aorta bisa pecah hingga menyebabkan perdarahan yang berujung pada pada kondisi kritis hingga kematian,” terang dr. Suko.
Perlu diketahui, kondisi aneurisma umumnya berkembang secara lambat dan bisa terjadi selama bertahun-tahun. Jika aneurisma aorta masih berukuran kecil dan tidak menimbulkan gejala, sebut dr. Suko maka hal yang bisa dilakukan adalah pemeriksaan rutin melalui ultrasonografi dan pemberian obat-obatan untuk mengendalikan tekanan darah dan denyut jantung.

“Tapi jika ukuran aneurisma mencapai 5,5 cm perlu dilakukan tindakan untuk mencegah pecahnya gelembung. Tindakannya bisa operasi atau pasang stent,” tutur dr. Suko.
Studi menunjukkan, ukuran pembesaran aorta mencapai 8 cm peluang untuk bisa pecah dalam 10 tahun mencapai 90 persen. “Jika pecah, maka darah yang tumpah bisa berliter-liter karena terjadinya di pembuluh darah utama,” urai Konsultan Intervensi Kardiovaskular.
Dokter Suko mengatakan, saat terkena penyakit aorta, umumnya pasien datang dengan keluhan nyeri dada, nyeri punggung dan sesak napas. “Pasien datang dengan keluhan bervariasi, tergantung organ mana yang terganggu. Bisa nyeri dada, nyeri punggung atau keluhan pada ginjal,” bebernya.
Bahkan, pasien dengan penyakit aorta bisa datang ke dokter karena lumpuh. “Kasus lumpuh ini kurang dari satu persen. Namun lumpuh memang bisa karena masalah pembuluh darah, bukan hanya berhubungan dengan saraf,” ujar dr. Suko.
Untuk meningkatkan peluang sembuh maka diagnosis harus ditegakkan dengan benar. “Untuk kasus kelumpuhan, diagnosisnya harus benar. Kalau salah, pasien bisa lumpuh dari perut ke bawah,” ujar dr. Suko.
Demikian juga halnya dengan masalah gagal ginjal akut. “Butuh pengenalan cepat karena jika koreksi bisa dilakukan cepat maka gagal ginjal bisa diperbaiki,” imbuhnya.
Diagnosis penyakit aorta yang benar juga memperbaiki usia harapan hidup pasien ke depannya.
Tindakan Minim Sayatan
Guna mengembalikan fungsi aorta agar dapat mengalirkan darah ke seluruh tubuh secara normal dan menurunkan risiko pecahnya pembuluh darah aorta, ada prosedur medis minimal invasif yang mampu menempatkan alat melalui lubang kecil di angkal paha. Prosedur ini dikenal sebagai TEVAR (Thoracic Endovascular Aortic Repair) yang dilakukan pada rongga dada dan EVAR (Endovascular Aneurysm Repair) yang dilakukan perut.
Metode EVAR dan TEVAR sering dilakukan sebagai tindakan minim sayatan (minimal invasif) sehingga pasien tidak memerlukan tindakan bedah melainkan dilakukan secara intervensi cukup dengan memasang stent graft ke dalam pembuluh darah aorta.
Menurut dr. Suko, penggunaan teknologi medis terbaru sangat penting untuk memberikan pengobatan maksimal dengan tindakan minim sayatan untuk segala penyakit jantung dan pembuluh darah. Termasuk dalam hal ini tindakan EVAR dan TEVAR.
Perangkat tersebut terbuat dari jaring logam berlapis yang akan terbuka penuh di bawah sinar-X. “Nantinya, alat tersebut mampu menguatkan aorta agar tetap terbuka dan memperbaiki dinding pembuluh darah yang membentuk kantung aneurisma,” ujar dr. Suko.

Kedua prosedur itu memiliki keuntungan dibandingkan dengan tindakan bedah, di antaranya waktu pemulihan yang lebih cepat, risiko komplikasi yang lebih rendah, dan prosedur yang lebih sedikit invasif.
Meskipun salah satu faktor pencetus penyakit aorta adalah faktor genetik – misalnya sindrom Marfan – yakni kelainan genetik yang cenderung diturunkan, ditandai dengan gangguan pada sistem kardiovaskular yakni penggelembungan pada aorta yang terjadi akibat melemahnya jaringan ikat pada dinding aorta, namun ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko penyakit ini muncul.
Sejumlah gaya hidup yang bisa dikontrol untuk mengurangi risiko aneurisma aorta antara lain rutin berolahraga, menjaga tekanan darah tetap normal, konsumsi makanan sehat rendah lemak dan kolesterol, hentikan kebiasaan merokok, dan juga menjaga berat badan agar tetap ideal.
“Faktor genetik untuk aneurisma aorta tidak bisa kita kontrol. Yang bisa dikontrol untuk penyakit aorta di antaranya hipertensi, diabetes juga kebiasaan merokok,” pungkas dr. Suko. (BS)