Berandasehat.id – Metformin, obat yang biasa digunakan untuk mengobati diabetes, dapat menurunkan jumlah virus COVID-19 dalam tubuh dan menurunkan kemungkinan virus muncul kembali setelah pengobatan awal, menurut sebuah studi terbaru yang dipublikasikan di Clinical Infectious Diseases.
Viral load yang lebih tinggi, menandakan jumlah virus dalam tubuh seseorang, biasanya menunjukkan konsentrasi virus yang lebih besar, yang penting dalam memahami tingkat keparahan infeksi dan memantau efektivitas pengobatan.
Studi terbaru itu dilakukan tim peneliti dari Universitas Minnesota. “Hasil penelitian ini penting karena COVID-19 terus menyebabkan penyakit, baik selama infeksi akut maupun berbulan-bulan setelah infeksi,” kata Carolyn Bramante, MD, peneliti utama dan asisten profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Minnesota.
Dalam uji klinis acak fase 3, para peneliti menguji metformin terhadap plasebo (kontrol) pada 1.323 orang dewasa yang terinfeksi COVID-19. Kelompok yang diobati dengan metformin memiliki viral load sekitar empat kali lebih rendah dibandingkan kelompok plasebo pada hari ke 10. Kelompok metformin juga mengalami peningkatan viral load lebih sedikit dibandingkan kelompok plasebo.
Tim peneliti menyimpulkan bahwa pengobatan metformin untuk orang dewasa yang baru saja terinfeksi COVID-19 adalah cara yang efektif untuk mengurangi jumlah virus di hidung dan menjaga agar jumlah virus tidak meningkat lagi.

“Di antara para sukarelawan dalam uji coba acak ini, terdapat pengurangan jangka panjang COVID lebih dari 41% di antara mereka yang menerima metformin dan pengurangan rawat inap sebesar 58% dalam 28 hari. Studi baru ini menjelaskan mengapa hal ini terjadi. Metformin mengurangi jumlah virus yang mungkin menjadi penyebab mengapa obat murah ini mengurangi rawat inap dan jangka panjang COVID,” kata David Boulware, MD, MPH, dokter penyakit menular dan profesor di Universitas Minnesota.
Tidak ada pengobatan rawat jalan dalam pedoman saat ini yang diuji pada orang dewasa yang pernah mengalami infeksi sebelumnya. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami cara kerja metformin pada mereka yang pernah mengidap virus tersebut.
Sebuah simulator komputer yang dikembangkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Minnesota dan Fakultas Sains dan Teknik secara akurat memprediksi efektivitas metformin terhadap COVID-19, yang membantu mengarahkan arah uji klinis. Demikian pula, simulasi juga memperkirakan kegagalan obat-obatan seperti hydroxychloroquine.
“Hasil ini konsisten dengan prediksi model replikasi virus yang kami kembangkan untuk mengidentifikasi obat antivirus pada awal pandemi,” kata David Odde, Ph.D., salah satu penulis dan profesor teknik biomedis di Fakultas Sains dan Teknik.
Odde menambahkan, ini adalah contoh bagus lainnya tentang bagaimana alat teknik dapat digunakan untuk memprediksi hasil klinis, mengarahkan upaya penelitian, dan pada akhirnya menambah pengetahuan seputar pengobatan penyakit. (BS)