Berandasehat.id – Apoteker memiliki peran penting menjadi garda terdepan dalam menjaga mutu obat, dan memastikan obat itu diterima masyarakat dengan aman. Sayangnya, masih ada kesenjangan jumlah apoteker dengan jumlah penduduk di Indonesia.
Data Kementerian Kesehatan mrnyebut pada 2023, jumlah apoteker di Indonesia baru mencapai 130.643 orang. Artinya, satu apoteker menangani 2.134 penduduk. Padahal, menurut Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), rasio idealnya adalah 0,8 hingga 1 apoteker per 1.000 penduduk. Karenanya, akselerasi pemberdayaan apoteker penting untuk menjembatani kesenjangan rasio profesi ini.
“Masih belum tercapainya rasio tersebut tak serta merta menjadikan fokus peningkatan berfokus pada segi kuantitas saja. Justru, mengingat perannya sebagai garda terdepan dalam menjaga mutu obat dan memastikan obat diterima masyarakat dengan aman, kualitas apoteker harus terus diasah lewat pengayaan berkelanjutan,” ujar Ketua PD IAI DKI Jakarta Muhamad Yamin di acara temu media setahun peringatan Pharmacademy yang digagas Sanofi Indonesia berkolaborasi dengan SwipeRx di Jakarta, Sabtu (25/5/2024).
Tak dimungkiri, teknologi berdampak besar pada percepatan peningkatan kompetensi apoteker. Selama ini, sebagian besar apoteker kesulitan mengakses informasi, produk, peralatan dan pelatihan yang diperlukan untuk memberikan layanan berkualitas.

Sebagai pionir, Pharmacademy menggunakan teknologi SwipeRx untuk menjembatani para apoteker dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Setahun diluncurkan, platform Pharmacademy telah berhasil memberdayakan 2.750 apoteker di Indonesia.
Melalui Pharmacademy, komunitas farmasi mendapatkan kemudahan akses terhadap modul pengetahuan dan keterampilan guna meningkatkan kompetensi. Bahkan, PharmAcademy memungkinkan apoteker mendapatkan poin Pengembangan Profesional Berkelanjutan (CPD) untuk mendorong kemajuan karir mereka.
Terkait platform edukasi ini, Head of Sanofi CHC ASEA Maria Valentina (Matina) Sposito mengungkap Pharmacademy merupakan bentuk komitmen Sanofi terhadap pemberdayaan apoteker menjadi konsultan kesehatan yang tepercaya bagi masyarakat Indonesia. “Fitur PharmAcademy pada aplikasi SwipeRx menyediakan sarana pendidikan dan pelatihan berbagai aspek kefarmasian, termasuk manajemen penyakit, manajemen terapi obat, dan konseling pasien,” ujarnya.
Matina menambahkan setelah setahun hadir, diharapkan platform Pharmacademy dapat menjangkau semakin banyak apoteker, serta mampu memfasilitasi penguatan kualitas mereka, sehingga apoteker semakin berdaya mendampingi masyarakat guna memenuhi kebutuhan kesehatan yang terus berkembang di Indonesia.
Terkait inisiatif ini, Yamin atas nama IAI menyampaikan dukungan penuh sekaligus apresiasi. “Ikatan Apoteker Indonesia mendukung sepenuhnya inisiatif PharmAcademy dari Sanofi dan SwipeRx – sebagai upaya konkret untuk penguatan peran apoteker di Indonesia. Dengan adanya PharmAcademy, kami melihat peningkatan signifikan dalam profesionalisme dan kapabilitas apoteker di lapangan,” lanjutnya.
Kesempatan sama, CEO SwipeRx Farouk Meralli mengatakan pendekatan inovatif Pharmacademy dan SwipeRx memberikan kemudahan bagi apoteker dalam pengembangan kompetensinya. “Bahkan mereka yang berada di area terpencil. Modul pengetahuan dan keterampilan yang disajikan PharmAcademy disusun terstruktur di bawah arahan dari asosiasi profesi – guna memastikan para apoteker menerima materi secara terukur,” sebutnya.
Selain itu, apoteker juga lebih terjamin untuk terhubung dengan penyedia produk farmasi dengan lebih cepat. “Dengan menggabungkan keahlian digital SwipeRx dan kepemimpinan Sanofi di industri farmasi, kami optimistis dapat memberdayakan apoteker untuk memberikan layanan kesehatan yang lebih optimal,” tutur Farouk.
Harus diakui, apoteker yang mumpuni turut andil dalam mendampingi masyarakat menjalankan praktik perawatan mandiri yang tepat dan mengurangi risiko diagnosis mandiri yang keliru.
Menurut praktisi kefarmasian Lusy Noviani diagnosis mandiri meskipun terkesan praktis, sering kali mengarah pada pengelolaan kesehatan yang kurang tepat dan berisiko memperburuk kondisi. “Apoteker dalam hal ini dapat bertindak sebagai penasihat kesehatan tepercaya untuk membimbing pasien menuju diagnosis yang lebih akurat dan pengobatan yang lebih tepat,” terangnya.
Menghadapi potensi ancaman polusi udara misalnya, sebut Lusy, apoteker memiliki kemampuan untuk mengedukasi tentang langkah pencegahan, ataupun pengelolaan kondisi kesehatan – bagi individu yang telah terdampak penyakit, seperti alergi maupun batuk. “Untuk penanganan alergi, apoteker memiliki kompetensi untuk membantu diagnosis kondisi hingga merekomendasikan obat alergi yang sesuai dan aman,” bebernya.
Melanie Putria mengakui peran penting apoteker sebagai garda terdepan layanan kesehatan di tanah air. “Banyak sekali hal krusial tenaga kesehatan (nakes) di Indonesia, karenanya kompetensi harus ditingkatkan. Saya melihat peran dokter, apoker sebagai garda terdepan sehingga masyarakat harus punya trust kepada mereka. Karena trust muncul maka kompetensi nakes harus terus terupdate dengan baik,” paparnya.

Ibu sekaligus figur publik ini memgaku lebih sering bertemu apoteker daripada dokter. “Untuk yang bisa swamedikasi lebik suka ketemu apoteker, tanya obat. Lebih simpel dan tidak complicated,” Melanie mengakui.
Sebagai ibu yang memiliki perhatian penuh pada anak dan keluarga, Melanie mengaku termasuk kritis memeriksa kondisi diri dan anak-anak secara mandiri, serta mengonfirmasinya kepada sumber yang tepat. Untuk itu, menurutnya penguatan kompetensi apoteker melalui Pharmacademy turut memudahkan masyarakat untuk menjangkau penasihat kesehatan yang tepercaya. “Lebih baik lebay daripada abai untuk kesehatan keluarga kita,” tandasnya.
Peringatan satu tahun peluncuran PharmAcedemy bertepatan dengan perhelatan Indonesian Pharmacy Expo and Conference (IPEC) 2024 – yakni ajang pameran dan konferensi tahunan bagi para pelaku penggiat farmasi di Indonesia, diselenggarakan oleh SwipeRx bersama Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia DKI Jakarta.
Mengusung tema Accelerating Pharmacy Services and Public Health with Technology Innovation pelaksanaan IPEC kedua melibatkan 1.000 apoteker dan pemilik apotek di seluruh Indonesia. (BS)