Berandasehat.id – Selama beberapa dekade terakhir, terdapat peningkatan signifikan dalam prevalensi depresi pada remaja dan dewasa muda. Hal itu terjadi bersamaan dengan peningkatan dalam penggunaan teknologi dan media sosial dalam kehidupan sehari-hari. Namun, masih belum jelas bagaimana sebenarnya penggunaan media sosial dan depresi dikaitkan dan berhubungan dengan perilaku lain, seperti aktivitas fisik, paparan ruang hijau, penggunaan ganja, dan kebiasaan begadang.
Dalam sebuah penelitian yang dipublikasikan di International Journal of Mental Health and Addiction, tim peneliti yang dipimpin oleh para ahli di Johns Hopkins Children’s Center menyelidiki hubungan antara penggunaan media sosial, depresi, dan perilaku terkait kesehatan lainnya pada orang dewasa muda dari waktu ke waktu.
“Penelitian menunjukkan bahwa ketika penggunaan media sosial tinggi, depresi juga tinggi. Namun pertanyaannya adalah apakah karena media sosial menyebabkan orang tersebut mengalami depresi? Atau karena orang yang mengalami depresi cenderung juga lebih sering menggunakan media sosial, dan menghabiskan lebih sedikit waktu untuk berolahraga dan berada di ruang hijau? Itu yang ingin kami pahami,” kata Carol Vidal, penulis pertama studi, seorang psikiater anak dan remaja di Johns Hopkins Children’s Center dan asisten profesor psikiatri dan ilmu perilaku di Fakultas Kedokteran Universitas Johns Hopkins.
Dalam penelitian itu, sebanyak 376 orang dewasa muda di Kanada (82,4% wanita) diminta untuk mengisi tiga kuesioner online antara Mei 2021 dan Januari 2022. Pada setiap kuesioner, peserta melaporkan sendiri gejala depresi berdasarkan Kuesioner Kesehatan Pasien (PHQ-9) – skala sembilan jenis yang umum digunakan untuk mengukur depresi – serta penggunaan media sosial, paparan ruang hijau, aktivitas fisik, dan penggunaan ganja.

Para peneliti menemukan bahwa sebagian besar peserta penelitian setidaknya memiliki gejala depresi ringan. Temuan menunjukkan bahwa partisipan yang menggunakan media sosial lebih tinggi cenderung lebih mengalami depresi, dan orang yang lebih depresi juga cenderung lebih sering menggunakan media sosial.
Namun, peneliti menemukan bahwa penggunaan media sosial tidak menyebabkan peningkatan atau penurunan tingkat gejala depresi seiring berjalannya waktu.
“Kami menemukan bahwa jika seorang individu cenderung menjadi orang yang mengalami depresi, dia juga termasuk orang yang menghabiskan lebih banyak waktu di media sosial,” jelas Vidal dikutip MedicalXpress.
Para peneliti juga menemukan bahwa tingkat penggunaan media sosial yang lebih tinggi dan level gejala depresi yang lebih tinggi berhubungan dengan tingkat paparan ruang hijau yang lebih rendah. Selain itu, penggunaan ganja dan kebiasaan tidur malam yang lebih banyak juga dikaitkan dengan tingkat depresi yang lebih tinggi.
Tim peneliti mengatakan hasil ini menunjukkan penggunaan media sosial dan depresi saling berhubungan, namun tidak memberikan bukti bahwa penggunaan media sosial yang lebih besar memprediksi peningkatan gejala depresi dari waktu ke waktu.
Tim juga mengatakan temuan ini menunjukkan bahwa orang yang menderita depresi harus berhati-hati mengenai jumlah waktu yang mereka habiskan di media sosial dan harus didorong untuk memasukkan kebiasaan sehat lainnya ke dalam gaya hidup mereka.
“Berada di dalam ruangan dan tidak berolahraga, begadang, dan menggunakan ganja memiliki risiko tersendiri,” kata Vidal.
Dia menyarankan pentingnya penyedia layanan kesehatan untuk mengedukasi pasien dan orang tua untuk menanamkan kebiasaan sehat pada anak-anaknya, mencakup keseimbangan penggunaan media sosial secara moderat dan aktivitas luar ruangan lainnya serta olahraga adalah hal yang harus diupayakan orang-orang di era digital saat ini.
Vidal dan peneliti lainnya percaya bahwa ada banyak aspek dalam media sosial, dan ada langkah penting berikutnya untuk mempelajari lebih lanjut dampaknya terhadap kesehatan mental orang-orang dari segala usia, termasuk anak-anak dan remaja. (BS)