Berandasehat.id – Tingginya kadar xylitol, pemanis rendah kalori yang digunakan dalam banyak makanan rendah gula serta permen karet dan pasta gigi, dikaitkan dengan peningkatan risiko serangan jantung, stroke, dan kematian, demikian peringatan sebuah studi baru.
Tim peneliti mempelajari lebih dari 3.000 orang di AS dan Eropa selama 3 tahun dan menemukan bahwa orang dengan jumlah xylitol tertinggi dalam plasmanya lebih cenderung memiliki masalah dengan jantung atau pembuluh darahnya. Studi itu telah diterbitkan di European Heart Journal.
Untuk menunjukkan efek awal xylitol, para peneliti mempelajari aktivitas trombosit pada sukarelawan yang mengonsumsi minuman yang diberi pemanis xylitol dan minuman yang diberi pemanis glukosa. Kadar xylitol meningkat 1.000 kali lipat pada orang setelah minum xylitol, namun tidak setelah minuman yang dimaniskan dengan glukosa.
Xylitol secara alami ditemukan dalam jumlah kecil pada buah dan sayuran, dan lebih banyak digunakan sebagai pengganti gula selama dekade terakhir dalam makanan olahan, pasta gigi, permen karet, dan produk lainnya.

“Studi ini sekali lagi menunjukkan kebutuhan mendesak untuk menyelidiki gula alkohol dan pemanis buatan, terutama karena mereka terus direkomendasikan dalam memerangi kondisi seperti obesitas atau diabetes,” Stanley Hazen, MD, ketua Departemen Ilmu Kardiovaskular dan Metabolik di Klinik Cleveland Lerner Research Institute.
“Bukan berarti membuang pasta gigi jika mengandung xylitol, namun perlu diwaspadai bahwa konsumsi produk yang mengandung kadar xylitol tinggi dapat meningkatkan risiko kejadian terkait penggumpalan darah,” ujar Hazen dikutip laman WebMD.
Hubungan serupa antara eritritol, zat gula lain, dan masalah pada jantung dan pembuluh darah ditemukan tahun lalu oleh tim peneliti yang sama, kata rilis tersebut.
Menanggapi penelitian tersebut, Calorie Control Council, sebuah asosiasi perdagangan yang mewakili industri makanan dan minuman rendah kalori dan rendah kalori, mengatakan bahwa xylitol telah disetujui selama beberapa dekade oleh lembaga pemerintah.
Hasil penelitian tersebut mungkin tidak berlaku untuk populasi umum karena beberapa orang dalam penelitian tersebut sudah memiliki risiko lebih tinggi mengalami masalah jantung dan pembuluh darah. (BS)