Berandasehat.id – Raksasa farmasi dan kosmetik AS, Johnson & Johnson telah setuju membayar US$700 juta untuk menyelesaikan tuduhan bahwa perusahaan tersebut menyesatkan pelanggan mengenai keamanan produk bedak taburnya, demikian pengumuman jaksa agung New York.
Dalam penyelesaiannya dengan 42 negara bagian dan District of Columbia, Johnson & Johnson tidak mengakui kesalahannya, meskipun pihaknya menarik produk tersebut dari pasar Amerika Utara pada tahun 2020.
Perusahaan yang bermarkas di New Jersey ini mengumumkan penyelesaian prinsip pada Januari silam setelah menghadapi ribuan tuntutan hukum atas bedak talk yang mengandung jejak asbes yang dituduh menyebabkan kanker ovarium.
“Uang sebanyak apa pun tidak dapat menghilangkan rasa sakit yang disebabkan oleh produk-produk Johnson & Johnson yang mengandung bedak, namun saat ini keluarga dapat yakin bahwa perusahaan tersebut bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkannya,” kata Jaksa Agung New York Letitia James dalam sebuah pernyataan dikutip AFP, Rabu (12/6/2024).
Negara bagian New York akan menerima US$44 juta dari jumlah penyelesaian, yang harus dibayar dalam empat kali angsuran selama tiga tahun.

Dalam pernyataannya kepada AFP, Wakil Presiden Litigasi Johnson & Johnson Worldwide Erik Haas mengatakan perusahaannya terus menempuh beberapa jalur untuk mencapai penyelesaian litigasi bedak talk yang komprehensif dan final.
Proses tersebut mencakup penyelesaian kesepakatan yang diumumkan sebelumnya bahwa J&J mencapai konsorsium yang terdiri dari 43 Jaksa Agung Negara untuk menyelesaikan klaim bedak mereka.
Pada April 2023, kelompok tersebut mengusulkan perjanjian senilai US$8,9 miliar yang akan menyelesaikan semua klaim yang timbul dari litigasi bedak kosmetik secara adil dan efisien.
J&J mengatakan uang tersebut akan dibayarkan kepada puluhan ribu penggugat selama 25 tahun melalui anak perusahaannya, LTL Management LLC, yang didirikan untuk menangani klaim tersebut dan telah mengajukan perlindungan kebangkrutan.
Namun, hakim kebangkrutan menolak pengaturan tersebut.
“Kami akan terus menangani klaim mereka yang tidak ingin berpartisipasi dalam penyelesaian kebangkrutan konsensus yang kami rencanakan melalui litigasi atau penyelesaian,” tambah Haas dalam pernyataannya.
Ringkasan penelitian yang diterbitkan pada Januari 2020 dan mencakup 250.000 wanita di Amerika Serikat tidak menemukan hubungan statistik antara penggunaan talk pada alat kelamin dan risiko kanker ovarium. (BS)