Berandasehat.id – Tes darah dapat mengetahui pasien mana yang paling mungkin terkena penyakit Parkinson hingga 7 tahun sebelum timbulnya gejala utama. Pencarian tes untuk mendiagnosis Parkinson mencapai tonggak sejarah baru-baru ini dengan hadirnya jenis tes baru, yang dianggap berpotensi membawa perubahan karena kemampuannya untuk digunakan sebagai alat diagnosis.

Namun, tes ini bergantung pada cairan serebrospinal, memiliki keterbatasan tertentu dan sebelumnya belum cukup dikaitkan dengan penyakit yang mendasarinya, kata penulis studi Michael Bartl, MD, dari Departemen Neurologi di Universitas Medical Center Goettingen, Jerman.

“Ini merupakan langkah besar karena untuk pertama kalinya kami bekerja dengan cairan perifer dan melakukan tes yang dapat memprediksi sesuatu secara obyektif,” ujarnya. “Panel protein kami juga lebih dinamis dan melibatkan patofisiologi.”

Model yang dibuat peneliti mampu mengidentifikasi 100% pasien dengan penyakit Parkinson dan memprediksi dengan akurasi 79% pasien mana dengan gangguan tidur tertentu yang dikaitkan dengan penyakit neurologis akan mengembangkan Parkinson hingga 7 tahun sebelum timbulnya gejala motorik.

“Kami tahu bahwa gangguan tidur [ini] adalah prediktor kuat penyakit ini dan kami ingin melihat apakah ada kesamaannya,” kata Bartl, mengacu pada apa yang dikenal sebagai gangguan perilaku tidur REM pra-motorik.

Dan yang mengejutkan, imbuhnya, mereka memiliki banyak kesamaan dengan pasien Parkinson. Bukan hanya karena mereka berisiko, namun mereka sudah memiliki darah yang menandakan proses patologis pada penyakit Parkinson telah terjadi.

Ilustrasi sampel darah (dok. ist)

Saat dimintai komentar, Chan-Hyun Na, PhD, dari Departemen Neurologi di Institute for Cell Engineering, Universitas Johns Hopkins di Baltimore, MD, mengatakan ini adalah penelitian yang luar biasa karena diagnosis penyakit Parkinson menggunakan biomarker sebenarnya cukup menantang, terutama dibandingkan dengan penyakit lain.

“Laboratorium saya dan kolaborator saya telah berupaya menemukan biomarker Parkinson menggunakan cairan tulang belakang otak, namun kami menemukan hal ini cukup menantang,” ujar Na.

“Tetapi yang ditemukan [para peneliti ini] adalah mereka dapat menemukan beberapa biomarker dari serum. Hal ini jauh lebih mudah untuk mendapatkan sampel dari pasien dan tidak terlalu invasif,” sebutnya.

Tes darah untuk Parkinson untuk diagnosis dan prediksi masih merupakan kebutuhan besar yang belum terpenuhi, menurut Ray Chaudhuri, MD, profesor neurologi/gangguan gerak di Rumah Sakit King’s College dan King’s College London dan direktur medis dari Parkinson Foundation International Center of Excellence di King’s College.

Bila hasil penelitian ini dapat direplikasi melalui penelitian lebih lanjut, tes ini akan sangat berharga, sebut Chaudhuti. “Namun, masih ada pertanyaan mengenai etika diagnosis prediktif dalam kaitannya dengan konseling yang tepat serta tidak adanya pengobatan yang dapat mengubah penyakit saat ini,” ujarnya dikutip WebMD.

Studi terbaru telah dipublikasikan online pada 18 Juni di jurnal Nature Communications. (BS)