Berandasehat.id – Indonesia dihadapkan pada masalah stunting yang harus selekasnya dituntaskan. Angka anak yang menderita stunting di Indonesia bisa dibilang tinggi, dan masih belum memenuhi syarat yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Menurut WHO, suatu negara dikatakan memiliki masalah stunting bila kasusnya mencapai angka di atas 20 persen. Sayangnya, prevalensi stunting di Indonesia mencapai 21,5 persen (Survei Kesehatan Indonesia 2023). Pemerintah menargetkan angka stunting turun menjadi 14 persen pada 2024 dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor: 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
Stunting merupakan masalah serius karena terkait dengan kualitas sumber daya manusia di masa depan. Stunting adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak. Ciri stunting di antaranya tinggi badan anak lebih rendah dibanding teman sebaya.
Masalah stunting pada anak bukan sekadar tinggi dan berat badan, namun juga mencakup masalah tentang perkembangan kognitif/daya pikir untuk mengenyam pendidikan. Anak stunting juga berpotensi mengalami sejumlah masalah kesehatan saat dewasa, di antaranya kegemukan, hipertensi hingga diabetes.

Keterlibatan pemangku kepentingan
Mengingat stunting merupakan isu kesehatan krusial, sejumlah pemangku kepentingan terlibat dalam upaya untuk menurunkannya sekaligus mencegah munculnya kasus stunting baru. Save the Children Indonesia misalnya, bersama dengan Nutrition International telah mendukung upaya pemerintah selama lima tahun terakhir untuk menurunkan angka stunting, khususnya di Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Sumedang dan Bandung Barat dan Nusa Tenggara Timur melalui program Better Investment for Stunting Alleviation (BISA).
Inisiatif tersebut didukung oleh Power of Nutrition (PON), DFAT (Pemerintah Australia), dan Global Affairs Canada (Pemerintah Kanada) mencakup berbagai intervensi untuk meningkatkan kesadaran dan praktik gizi seimbang di kalangan masyarakat.
Aduma Situmorang, Plt. Direktur Kesehatan dan Gizi Save the Children Indonesia mengatakan, upaya yang dijalankan selama lima tahun untuk menurunkan angka stunting itu menuai hasil positif. “Upaya kami selama lima tahun terakhir telah menunjukkan hasil positif. Langkah ini juga menjadi komitmen kami untuk menciptakan perubahan yang berkelanjutan dalam upaya penurunan stunting di Indonesia,” ujarnya dalam temu media di Jakarta, Selasa (25/6/2024).
Seperti diketahui, pencegahan dan penanganan stunting dilakukan dengan intervensi gizi sensitif dan spesifik. Intervensi gizi spesifik merupakan intervensi yang berhubungan dengan peningkatan gizi dan kesehatan. Sedangkan intervensi gizi sensitif merupakan intervensi pendukung untuk penurunan kecepatan stunting, seperti penyediaan air bersih dan sanitasi.
Selain intervensi gizi, yang perlu dilakukan untuk pencegahan dan penanganan stunting adalah penguatan kapasitas dan perilaku. Kolaborasi multi pihak diperlukan untuk menguatkan kapasitas perilaku pada keluarga dan pada remaja untuk mencegah stunting.
Intervensi di rumah tangga dan komunitas
Aduma menyampaikan, untuk intervensi di tingkat rumah tangga dan komunitas, BISA melakukan serangkaian kegiatan komunikasi perubahan perilaku dan sosial yang ditargetkan untuk meningkatkan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku terkait ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI, cegah anemia dan makanan kaya zat besi bagi ibu hamil dengan pendekatan EmoDemo (Emotional-Demonstration) di posyandu.

Pihaknya juga mendorong perilaku cuci tangan pakai sabun (CTPS) di rumah tangga dan sekolah sebagai bagian dari pendekatan rumah bersih, serta mendorong peningkatan gizi remaja di sekolah termasuk konsumsi tablet tambah darah remaja putri (TTD Rematri) melalui modul School of 5 (So5) dan gizi remaja.
“Hasilnya, terjadi peningkatan pengetahuan akan pentingnya ASI eksklusif pada kelompok ibu dengan anak usia kurang dari dua tahun dari 61,7 persen menjadi 81,2% persen. Peningkatan kemampuan remaja putri untuk mendefinisikan setidaknya dua manfaat tablet tambah darah dari 43,5 persen menjadi 62,4 persen,” terang Aduma.
Melalui program BISA, Save the Children dan Nutrition International tidak hanya meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang gizi dan praktik kesehatan yang baik, tetapi juga memperkuat infrastruktur kesehatan dan dukungan pemerintah setempat.
“Kami percaya pada pendekatan yang efisien dan efektif untuk memperoleh dampak yang maksimal dengan biaya dan kompleksitas yang minimal, dan memastikan bahwa setiap hasil kerja itu tidak merugikan para penerima manfaat,” ujar Herrio Hattu, Direktur Nutrition International Indonesia.
Herrio menyebut BISA menjadi salah satu model yang berhasil yang menitikberatkan pada pendekatan lintas sektor untuk mempercepat pengentasan stunting. “Kami berharap seluruh praktik baik yang telah dihasilkan dari kerja sama BISA dengan seluruh pemangku kepentingan dalam lima tahun terakhir dapat terus dilanjutkan atau bahkan direplikasi oleh pemerintah daerah lain untuk mencegah terjadinya stunting baru di Indonesia,” tandasnya.
Intervensi di tingkat sistem layanan kesehatan
BISA berkontribusi terhadap peningkatan status kesehatan dan gizi ibu hamil melalui pelatihan dan dampingan teknis bagi petugas kesehatan di 119 puskesmas yang memiliki lebih dari 6.000 jaringan pelayanan di empat kabupaten dampingan.
Hasil survei akhir BISA menunjukkan bahwa para ibu lebih mudah memahami pesan kunci terkait gizi yang disampaikan oleh petugas yang telah mengikuti pelatihan. Selain itu, pelatihan dan dampingan teknis juga diberikan untuk tenaga kesehatan di dinas kesehatan kabupaten, staf puskesmas, dan guru UKS terkait suplementasi TTD untuk remaja putri.
Hasilnya, survei akhir BISA menunjukkan peningkatan konsumsi 24 tablet tambah darah dalam 12 bulan dari tahun 2020 hingga 2023 sebesar 12,5 persen di Bandung Barat, 18,6 persen di Sumedang, 58,6 persen di Kupang dan 35,8 persen di TTU.
Dari hasil surveyiakhir ditemukan bahwa rumah tangga dengan anak baduta (bawah dua tahun) yang menyediakan tempat bermain yang bersih meningkat 17,5 persen.
BISA juga memberikan pelatihan terkait manajemen rantai pasok yang berdampak pada peningkatan kapasitas staf farmasi di puskesmas untuk memperkirakan stok dan menghindari situasi kehabisan stok komoditas gizi (TTD, kapsul vitamin A, sengdan oralit).
Sejak 2022, BISA telah berperan penting dalam memastikan ketersediaan pasokan komoditas gizi di puskesmas untuk semua penerima manfaat.
Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan
BISA juga meningkatkan kapasitas para tenaga kesehatan, dan pemangku kepentingan terkait di tingkat kabupaten dan provinsi untuk memberikan layanan gizi berkualitas. Sebanyak 625 petugas kesehatan, kader posyandu dan kader pembangunan manusia (KPM) telah dilatih Emo-Demo dan Pendekatan Rumah Bersih di Kabupaten Bandung Barat dan Sumedang.
Di Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Utara (TTU), sebanyak 823 petugas kesehatan/kader posyandu dan KPM telah dilatih Emo-Demo dan Pendekatan Rumah Bersih.
Intervensi di tingkat pemerintahan
BISA mendukung implementasi kebijakan nasional sampai ke tingkat Kabupaten bahkan ke tingkat desa dengan mengembangkan kapasitas pemimpin lokal untuk merencanakan, menganggarkan, dan memperkuat koordinasi dengan pemangku kepentingan.

Hasil dari advokasi, 13 desa di Kabupaten Bandung Barat dan Sumedang telah memasukkan pelatihan EmoDemo untuk mendukung peningkatan kapasitas kader posyandu dengan penganggaran dari dana desa sepanjang tahun 2022-2024 di mana enam di antaranya merupakan desa bukan dampingan.
Dinas Pendidikan di TTU dan Kupang, berkomitmen tetap melanjutkan Sesi Gizi Remaja dan CTPS dengan landasan dari surat edaran yang telah diterbitkan.
Melalui advokasi BISA, semua kabupaten dampingan BISA juga telah menerbitkan Surat Edaran Dinas Kesehatan Kabupaten, Dinas Pendidikan, dan Kementerian Agama yang menginstruksikan penerapan ketat suplementasi TTD mingguan untuk mencegah anemia di kalangan remaja putri.
Dengan berbagai intervensi yang holistik dan berkelanjutan, harapannya dapat menciptakan perubahan yang lebih luas dalam masyarakat dan mencipatakan masa depan yang lebih sehat dan lebih baik bagi anak-anak Indonesia. (BS)