Berandasehat.id – Osteoporosis sangat sulit dideteksi pada tahap awal sehingga disebut penyakit senyap. Bagaimana jika kecerdasan buatan dapat membantu memprediksi kemungkinan pasien terkena penyakit pengeroposan tulang sebelum memeriksakan diri ke dokter?
Terkait hal itu, para peneliti Universitas Tulane membuat kemajuan menuju visi tersebut dengan mengembangkan algoritma pembelajaran mendalam baru yang mengungguli metode prediksi risiko osteoporosis berbasis komputer yang sudah ada, sehingga berpotensi menghasilkan diagnosis dini dan hasil yang lebih baik bagi pasien dengan risiko osteoporosis.
Model pembelajaran mendalam mendapat perhatian karena kemampuannya meniru jaringan saraf manusia dan menemukan tren dalam kumpulan data besar tanpa diprogram secara khusus untuk melakukannya.
Para peneliti menguji model jaringan saraf dalam (DNN) terhadap empat algoritma pembelajaran mesin konvensional dan model regresi tradisional, menggunakan data dari lebih dari 8.000 peserta berusia 40 tahun ke atas dalam Studi Osteoporosis Louisiana.

DNN mencapai kinerja prediktif terbaik secara keseluruhan, diukur dengan menilai kemampuan setiap model untuk mengidentifikasi hal-hal positif dan menghindari kesalahan.
“Semakin dini risiko osteoporosis terdeteksi, semakin banyak waktu yang dimiliki pasien untuk melakukan tindakan pencegahan,” kata penulis utama, Chuan Qiu, asisten profesor di Tulane School of Medicine Center for Biomedical Informatics and Genomics.
Dalam pengujian algoritma menggunakan sampel besar data kesehatan dunia nyata, para peneliti juga mampu mengidentifikasi 10 faktor terpenting untuk memprediksi risiko osteoporosis: berat badan, usia, jenis kelamin, kekuatan genggaman, tinggi badan, konsumsi bir, tekanan diastolik, minum alkohol, bertahun-tahun merokok, dan tingkat pendapatan.
Model DNN yang disederhanakan yang menggunakan 10 faktor risiko teratas ini memiliki kinerja yang hampir sama baiknya dengan model lengkap yang mencakup semua faktor risiko.
Meskipun Qiu mengakui bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan sebelum platform AI dapat digunakan oleh masyarakat untuk memprediksi risiko osteoporosis pada seseorang, ia mengatakan bahwa mengidentifikasi manfaat model pembelajaran mendalam adalah sebuah langkah menuju arah tersebut.
“Tujuan akhir kami adalah memungkinkan masyarakat memasukkan informasi mereka dan menerima skor risiko osteoporosis yang sangat akurat sehingga memberdayakan mereka untuk mencari pengobatan guna memperkuat tulang mereka dan mengurangi kerusakan lebih lanjut,” kata Qiu.
Hasilnya studi telah dipublikasikan di Frontiers in Artificial Intelligence. (BS)