Berandasehat.id – Orang dengan tekanan darah tinggi/hipertensi memiliki faktor risiko yang signifikan untuk mengembangkan demensia/kepikunan. Sayangnya tidak banyak orang yang dapat mengendalikan tekanan darahnya.

Diperkirakan, hanya 25% orang Amerika dengan tekanan darah tinggi yang dapat mengendalikan tekanan darahnya. Angka angka ini semakin menurun pada orang kulit hitam dan Hispanik karena hambatan dalam diagnosis dan pengobatan.

Sebagian besar penelitian tentang pengurangan risiko demensia melalui pengendalian tekanan darah berfokus pada partisipan berkulit putih, meskipun terdapat risiko tinggi yang tidak proporsional di antara populasi kulit hitam dan Latin.

Untuk itu, para peneliti dalam studi baru bermaksud menjembatani kesenjangan pengetahuan ini dengan meneliti dampak pengendalian tekanan darah terhadap risiko demensia pada kelompok yang kurang terwakili.

Temuan studi terkini menunjukkan bahwa menurunkan tekanan darah sistolik di bawah ambang batas aman secara klinis yaitu 120 mmHg dari waktu ke waktu mungkin sedikit mengurangi risiko seseorang terkena demensia, khususnya di antara kelompok kulit hitam dan Latin.

Tekanan darah sistolik adalah tekanan di arteri saat jantung berkontraksi.

Peneliti senior dan penulis koresponden Marcia Pescador Jimenez mengatakan, meskipun terjadi peningkatan angka hipertensi, kelompok minoritas cenderung kurang mendapatkan manfaat dari intervensi penurunan tekanan darah, melalui kebijakan kesehatan atau akses terhadap obat-obatan.

“Kami berharap temuan seperti ini dapat mendorong pembuat kebijakan dan praktisi kesehatan untuk meningkatkan akses terhadap pengobatan untuk pengendalian tekanan darah bagi orang-orang yang menderita hipertensi. Hal ini diharapkan dapat mengurangi kesenjangan dalam hipertensi dan, selanjutnya, dalam tingkat demensia,” imbuh Jimenez.

Penelitian ini melibatkan 6.814 peserta dari Multi-Ethnic Study of Atherosclerosis, sebuah inisiatif penelitian berkelanjutan yang dipimpin oleh National Heart, Lung, and Blood Institute.

Para peneliti menyelidiki efek dari berbagai intervensi, termasuk pengobatan, penyesuaian pola makan, dan perubahan gaya hidup, yang bertujuan untuk menurunkan tekanan darah.

Selama masa studi 19 tahun, 8,8% peserta menderita demensia. Sekitar setengah dari peserta memerlukan intervensi untuk menurunkan tekanan darah sistoliknya di bawah 140 mmHg, sementara 86% memerlukan intervensi untuk menurunkannya di bawah 120 mmHg.

Hasil studi menyebut, dibandingkan dengan peserta yang tidak melakukan intervensi penurunan tekanan darah, setiap analisis menemukan bahwa intervensi penurunan tekanan darah di antara peserta keturunan Latin dan kulit hitam akan memiliki peluang sedikit lebih besar untuk menurunkan risiko demensia di usia lanjut, dibandingkan dengan peserta kulit putih.

Namun, para peneliti mencatat adanya efek yang sedikit merugikan dari intervensi penurunan tekanan darah di antara peserta keturunan Tionghoa-Amerika. Hal ini mungkin disebabkan oleh ukuran sampel yang kecil dan lebih sedikit kasus demensia yang diamati pada populasi ini dalam penelitian ini.

Para peneliti berharap temuan itu akan mendorong penelitian lebih lanjut mengenai perbedaan ras dan etnis dalam pengendalian hipertensi yang efektif.

Selanjutnya, tim peneliti berencana untuk menyelidiki kekuatan hasil studi dalam sampel representatif lain dari populasi minoritas, khususnya dalam penelitian di mana kepastian demensia tidak berbeda antar kelompok ras dan etnis. (BS)