Berandasehat.id – Indonesia menghadapi kondisi ‘darurat’ kesehatan jantung. Hal itu merujuk pada fakta bahwa penderita penyakit jantung di Indonesia kini makin muda, jumlahnya lebih banyak sementara hal itu tidak diimbangi dengan fasilitas kesehatan yang memadai.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan, stroke dan serangan jantung menjadi penyakit jantung dan pembuluh darah yang paling sering terjadi di Indonesia.
Sayangnya hal ini tidak dibarengi dengan fasilitas dan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Itulah yang kemudian disebut Indonesia darurat jantung, sebut Sandiaga.
“Artinya ketika penyakit-penyakit kardiovaskular terus meningkat, namun pelayanannya agak tertinggal untuk bisa melayani kasus-kasus tersebut,” ujar Menparekraf di acara peresmian Heartology Cardiovascular Hospital di Jakarta, 30 Juli 2024.
Lebih lanjut Sandiaga menyampaikan, kardiovaskular merupakan salah satu perawatan yang paling banyak dicari oleh masyarakat Indonesia di luar negeri.
Menurutnya, keputusan masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan di negara lain lantaran kurangnya kepercayaan terhadap industri kesehatan di Indonesia.

Sandiaga menambahkan, rumah sakit yang berspesialisasi di bidang pelayanan jantung seperti Heartology – diharapkan menjawab tantangan Indonesia yang saat ini tengah mengalami darurat jantung.
Dia bahkan mengakui, ibunya – Mien Uno – dirawat di RS tersebut dan mendapatkan pelayanan berstandar internasional.
“Mengingat situasi darurat jantung yang kita hadapi saat ini, penting bagi kita semua untuk menjadikan pengecekan kesehatan jantung sebagai kebiasaan. Saya mengajak semua untuk melakukan check-up jantung secara rutin,” lanjut Menparekraf.
Sandiaga mengajak masyarakat Indonesia untuk melakukan cek kesehatan di dalam negeri saja. “Bagi mereka yang biasa melakukan medical check-up rutin ke luar negeri, sekarang bisa memanfaatkan fasilitas di Heartology Cardiovascular Hospital sambil berlibur di Jakarta dan sekitarnya,” tuturnya.
Tantangan perawatan kardiovaskular di Indonesia
Penyakit jantung masih menjadi tantangan serius di Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2018) menyebut 15 dari 1.000 orang, atau sekitar 2.784.064 orang di Indonesia menderita penyakit jantung.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, serangan jantung menjadi urutan kedua penyebab kematian tertinggi di Indonesia dengan 95,68 kasus per 100.000 penduduk.
Tingginya angka kejadian sakit jantung itu tidak diimbangi dengan jumlah dokter spesialis penyakit kardiovaskular yang cukup berdasarkan rasio penduduk.
Saat ini, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah (SpJP) hanya berjumlah 1.485 orang di Indonesia. Padahal idealnya satu dokter jantung melayani 100.000 orang. Dengan jumlah SpJP yang ada saat ini, satu dokter jantung harus melayani 250.000 orang.
Kondisi tersebut mengakibatkan pelayanan pasien jantung menjadi tidak maksimal, mengakibatkan banyak pasien tidak bisa tertangani dengan tepat waktu.
Selain itu, fasilitas pelayanan kesehatan masih jauh dari ideal untuk memberi pelayanan yang maksimal.
“Heartology hadir bukan hanya untuk menjadi pusat layanan kardiovaskular yang unggul. Heartology merupakan gerakan untuk jantung Indonesia yang lebih sehat dan wujud medical excellence di Indonesia,” ujar Chief Executive Officer Heartology Cardiovascular Hospital, Amelia Hendra.
Amelia mengatakan, Heartology memiliki komitmen untuk emberikan pelayanan kesehatan jantung di Indonesia yang berpusat kepada pasien melalui edukasi, penelitian, penerapan teknologi terbaru. “Tak kalah penting adalah teamwork para dokter subspesialis yang berpraktik di Heartology, ” ujarnya.

Kesempatan sama, Direktur Rumah Sakit Heartology Dr. dr. Faris Basalamah, SpJP(K) menyampaikan, tim dokter Heartology terdiri dari sub spesialis dan bedah jantung berpengalaman. “Mereka bekerja sama sangat erat untuk memastikan perawatan terbaik dan tepat waktu, didukung fasilitas dan teknologi terbaru,” ujarnya.
Perkuat sektor wisata medis
Chairman Heartology Cardiovascular Hospital, Dr. dr. Dafsah A. Juzar, SpJP(K), turut menyampaikan bahwa Heartology juga mendukung upaya pemerintah memperkuat sektor wisata medis di Indonesia.
Dengan demikian biaya yang harus dikeluarkan untuk berobat ke luar negeri bisa dikurangi. “Beban finansial dan logistik bagi keluarga yang biasanya harus berobat ke luar negeri dapat diminimalisasi, terutama dalam kondisi yang membutuhkan ketepatan waktu perawatan,” terang Dr. Dafsah.
Menurutnya, hal ini tidak hanya menarik wisatawan medis, tetapi juga meningkatkan citra Indonesia sebagai destinasi kesehatan global. Juga memberikan manfaat bagi ekonomi negara, serta meningkatkan kualitas dan aksesibilitas layanan kesehatan bagi masyarakat.
“Hampir 40 persen dari pasien kami berasal dari luar Jakarta, menunjukkan kepercayaan dan keyakinan mereka terhadap pelayanan medis kami,” jelas Dr. Dafsah.
Sandiaga mengatakan, dengan adanya Heartology akan mampu menutup potensi hilangnya devisa yang diperkirakan mwncapai US$11 miliar (setara Rp170 triliun).
Dengan begitu, Sandi mengatakan Heartology mampu menutup potensi hilangnya devisa yang diperkirakan mencapai angka Rp170 triliun per tahun atau 11 miliar dolar AS.
#SatuDetakUntukIndonesia
Bersamaan dengan peresmian rumah sakit, Heartology juga menjalankan kampanye #SatuDetakUntukIndonesia yang bertujuan edukatif, baik kepada publik maupun praktisi kesehatan.

Kampanye itu secara aktif mendukung upaya pemerintah mengajak masyarakat Indonesia untuk lebih peduli terhadap kesehatan jantung dengan menerapkan gaya hidup sehat dan rutin memeriksakan kondisi jantung mereka.
Terkait dengan gerakan #SatuDetakUntukIndonesia, Sandiaga mengajak kepada para wanita Indonesia, untuk menjadi Duta Jantung Keluarga. “Mari kita bersama-sama menciptakan masa depan di mana penyakit jantung dapat dicegah dan dideteksi sejak dini,” ujarnya.
Gerakan ini mengajak para wanita Indonesia yang berperan sebagai pilar utama dalam keluarga, untuk menjadi duta kesehatan jantung keluarga.
Pemengaruh gaya hidup sehat, dr. Reisa Broto Asmoro, turut mengajak publik untuk proaktif memonitor kesehatan jantung. Ia menekankan pentingnya untuk meningkatkan kesadaran tentang kondisi darurat penyakit jantung, yang kini juga banyak menyerang usia muda.
“Rasa takut ‘divonis’ harus diberantas agar kita bisa mengambil kendali atas kesehatan kita. Lebih baik mengetahui sejak dini untuk mencegah penyakit jantung daripada membiarkan rasa takut,” tutur dr. Reisa.
Heartology berharap melalui kampanye ini perilaku kesehatan masyarakat dapat berubah menuju masa depan dimana penyakit jantung dapat dicegah dan dideteksi sejak dini. (BS)