Berandasehat.id – Mikroplastik merupakan ancaman yang diketahui bagi ekosistem dan kesehatan manusia. Mikroplastik biasanya memasuki tubuh manusia melalui asupan oral, inhalasi, dan kontak kulit.
Penelitian menunjukkan bahwa mikroplastik dapat menyebabkan stres oksidatif, kerusakan DNA, disfungsi organ, gangguan metabolisme, respons imun, neurotoksisitas, dan toksisitas reproduksi dan perkembangan.
Sebuah studi baru berdasarkan otopsi (pemeriksaan pada mayat) mendeteksi hadirnya mikroplastik di bulbus olfaktorius, pusat penciuman otak manusia.
Studi tersebut mengungkapkan bahwa mikroplastik yang mengambang di udara ini memasuki otak kemungkinan melalui pernapasan.
Studi terbaru yang dipublikasikan di Jama Network Open yang menganalisis bulbus olfaktorius dari 15 orang yang telah meninggal menggunakan spektroskopi inframerah transformasi Fourier mikro menemukan keberadaan mikroplastik di bulbus olfaktorius dari 8 orang.
Peneliti mengatakan, keberadaan mikroplastik di bulbus olfaktorius manusia menunjukkan jalur olfaktorius sebagai jalur masuk potensial bagi mikroplastik ke dalam otak. Hal itu menyoroti perlunya penelitian lebih lanjut tentang efek neurotoksik dan implikasinya bagi kesehatan manusia.
Penelitian sebelumnya telah mendeteksi mikroplastik di berbagai jaringan manusia, termasuk paru, usus, hati, darah, testis, dan air mani.

Sebelumnya diyakini bahwa penghalang darah-otak pelindung tubuh akan mencegah partikel-partikel ini masuk ke otak.
Karenanya, penelitian terbaru ini adalah yang pertama mendeteksi mikroplastik di otak manusia.
Para peneliti mengidentifikasi 16 partikel dan serat polimer sintetis pada 8 dari 15 orang yang meninggal, berkisar antara 1 hingga 4 mikroplastik per bulbus olfaktorius.
Peneliti mengatakan, data itu mendukung gagasan bahwa jalur olfaktorius merupakan tempat masuk yang penting bagi polutan udara lingkungan.
Mempertimbangkan potensi efek neurotoksik yang disebabkan oleh mikroplastik di otak, dan kontaminasi lingkungan yang meluas dengan plastik, hasil studi itu merupakan ‘lonceng alarm’ dalam konteks meningkatnya prevalensi penyakit neurodegeneratif.
Penulis studi Thais Mauad, profesor patologi di Universitas Sao Paolo di Brasil mengatakan dengan nanoplastik yang jauh lebih kecil yang masuk ke dalam tubuh dengan lebih mudah, jumlah total partikel plastik mungkin jauh lebih tinggi. “Yang mengkhawatirkan adalah kapasitas partikel tersebut untuk diinternalisasi oleh sel dan mengubah cara tubuh kita berfungsi,” tandasnya. (BS)