Berandasehat.id – Ada keresahan kian nyata terkait resistensi antimikroba yang diperkirakan dapat merenggut 39 juta jiwa pada tahun 2050. Itu mencakup peningkatan 50% dalam kematian global yang secara langsung disebabkan oleh infeksi bakteri yang resistan terhadap antibiotik dibandingkan dengan tahun 2019.
Resistensi antimikroba terjadi ketika infeksi menjadi sulit diobati karena patogen penyebab infeksi beradaptasi dengan antibiotik karena penggunaan yang berlebihan dan salah.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menganggapnya sebagai salah satu ancaman kesehatan masyarakat dan pembangunan global teratas yang telah menyebabkan 1,27 juta kematian global pada 2019.
Dalam studi terbaru yang diterbitkan di The Lancet, para peneliti dari Global Research on Antimicrobial Resistance Project, Institute for Health Metrics and Evaluation, dan lembaga lain menyajikan penilaian komprehensif pertama tentang beban global resistensi antimikroba dari tahun 1990 hingga 2021 dan memproyeksikannya hingga tahun 2050.
Penulis studi Dr Mohsen Naghavi mengatakan obat antimikroba adalah salah satu landasan perawatan kesehatan modern, dan peningkatan resistensi terhadapnya merupakan penyebab utama kekhawatiran.
Temuan ini menyoroti bahwa resistensi antimikroba telah menjadi ancaman kesehatan global yang signifikan selama beberapa dekade dan bahwa ancaman ini terus berkembang.
“Memahami bagaimana tren kematian antimikroba telah berubah dari waktu ke waktu, dan bagaimana tren tersebut kemungkinan akan berubah di masa mendatang, sangat penting untuk membuat keputusan yang tepat guna membantu menyelamatkan nyawa,” kata Naghavi.

Dalam penelitian tersebut, para peneliti memperkirakan kematian dan penyakit yang disebabkan oleh resistensi antimikroba untuk 22 patogen, 84 kombinasi patogen-obat, dan 11 infeksi di 204 negara dan wilayah dari tahun 1990 hingga 2021.
Mereka kemudian mencatat tren yang menarik, yakni penurunan kematian akibat resistensi antimikroba sekitar 50% di antara anak-anak yang berusia di bawah 5 tahun dan peningkatan yang sama lebih dari 80% di antara orang dewasa berusia 70 tahun ke atas.
Ada dua tren yang berlawanan ini: penurunan kematian akibat resistensi antimikroba di bawah usia 15 tahun, sebagian besar disebabkan oleh program vaksinasi, air dan sanitasi, beberapa program pengobatan, dan keberhasilannya. “Dan pada saat yang sama, ada peningkatan yang stabil dalam jumlah kematian di atas usia 50 tahun,” kata penulis utama Dr. Chris Murray kepada CNN.
Menurut hasil penelitian, Asia Selatan, Amerika Latin, dan Karibia adalah ‘wilayah super dengan tingkat kematian resistensi antimikroba semua usia tertinggi pada 2050.
Setelah menganalisis berbagai kelompok usia, dampak terbesar diamati pada mereka yang berusia 70 tahun ke atas.
Namun, dengan peningkatan akses ke perawatan kesehatan dan antibiotik, total 92 juta jiwa dapat diselamatkan antara tahun 2025 dan 2050, catat peneliti.
Di bawah skenario perawatan yang lebih baik, di semua kelompok usia, 92,0 juta kematian dapat dicegah secara kumulatif antara tahun 2025 dan 2050, melalui perawatan yang lebih baik untuk infeksi berat dan peningkatan akses ke antibiotik.
Dan di bawah skenario obat gram-negatif, maka 11,1 juta kematian akibat resistensi antimikroba dapat dicegah melalui pengembangan jalur obat gram-negatif untuk mencegah kematian akibat resistensi antimikroba, simpul peneliti. (BS)