Berandasehat.id – Kecerdasan buatan (AI) dan pendekatan terapi tanpa antibiotik dapat berperan dalam mengatasi resistensi antimikroba (AMR)/resistensi antibiotik.
Dr. Darren Ting, BHP Clinical Scientist Fellow dari School of Infection, Inflammation and Immunology dan Honorary Consultant Ophthalmologist (di Birmingham and Midland Eye Center), memimpin tim ahli internasional untuk meninjau keadaan terkini di bidang AMR dan secara khusus melihat pendekatan terapi tanpa antibiotik yang muncul dan peran potensial AI dalam mengatasi AMR.
Karya ini dihasilkan melalui kerja sama dengan penulis dari beberapa lembaga, termasuk University of Cambridge, University of Pennsylvania, University of British Columbia, National Laboratory of Biotechnology (Hongaria), Duke-NUS, dan Singapore Eye Research Institute.
Tinjauan yang dipublikasikan di The Lancet Microbe menyoroti masalah evolusi AMR. Data menyebut ada 5 juta kematian terkait dengan AMR bakteri pada 2019.
Selain tingkat kematian yang tinggi, AMR juga mengakibatkan morbiditas (kecacatan) yang tinggi, rawat inap yang lebih lama, dan peningkatan biaya perawatan kesehatan.

Penulis menekankan perlunya pendekatan multifaset untuk mengatasi tantangan kesehatan global ini, termasuk: memahami mekanisme dan pendorong pada tingkat individu dan populasi; pengawasan AMR,; pengelolaan antimikroba atau penggunaan antibiotik yang bijaksana termasuk pilihan obat yang dipertimbangkan, dosis dan lamanya resep; pengendalian infeksi yang lebih baik dan pengembangan terapi antimikroba tanpa antibiotik baru, termasuk peptida antimikroba, bakteriofag, antibodi monoklonal, konjugat antibodi-antibiotik, dan terapi gen.
Kekuatan AI untuk atasi resistensi antibiotik
Menyoroti potensi teknologi yang digerakkan oleh kecerdasan buatan (AI) dan ketersediaan data besar untuk mengatasi AMR, penulis studi menunjukkan sejumlah area yang dapat ditingkatkan oleh AI.
Pengujian kerentanan antibiotik dapat dipercepat dengan pembelajaran mesin. Alih-alih membutuhkan waktu 24–28 jam untuk menentukan pertumbuhan bakteri, seperti yang dilakukan metode pengujian tradisional, AI berpotensi untuk memprediksi kerentanan antibiotik lebih cepat dengan menganalisis data sekuensing genom secara keseluruhan.
Pembelajaran mesin juga menawarkan harapan besar untuk program pengawasan AMR skala besar, khususnya di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
AI juga menunjukkan potensi dalam menciptakan model yang memandu penggunaan antibiotik spektrum sempit yang spesifik, mengurangi kebutuhan untuk perawatan lini kedua dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat jika dibandingkan dengan perawatan yang diresepkan oleh dokter.
Lebih jauh lagi, upaya yang digerakkan oleh AI dapat secara dramatis mempercepat penemuan dan pengembangan antibiotik, mengurangi proses dari tahun ke hari.
Tinjauan tersebut menyerukan untuk mendorong upaya penelitian kolaboratif dan berkelanjutan untuk secara efektif mengurangi ancaman AMR dan menjaga masa depan pengobatan modern, kesehatan global, dan ekonomi. (BS)