Berandasehat.id – Yasmine Wildblood memiliki gaya parenting berbeda dalam mengasuh dan membesarkan ketiga anaknya. Saat hamil anak pertama, dia mengaku tidak aware mengenai pentingnya 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yakni sejak kehamilan hingga usia anak dua tahun.

“Saat awal nikah nggak tahu apa itu 1000 HPK. Pas hamil dan mau melahirkan baru tahu,” kata Yasmine di acara Ideatalks powered by Danone Indonesia di Idea Fest 2024 yang berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC), baru-baru ini.

Ibu tiga anak ini mengaku harus berjuang saat memiliki anak pertama, termasuk dalam pemberian ASI. “Lumayan berat perjuangan saat memberikan ASI untuk anak pertama. Mulai ASI nggak keluar sampai mastitis (radang pada payudara). Itu stres banget,” terangnya.

Belajar dari pengalaman anak pertama, Yasmine mengaku agak santai dalam pengasuhan anak kedua. “Anak ketiga udah santai banget. Mau nyusui gaya apa juga bisa,” tuturnya.

Pesohor ini juga mengaku galau saat memberikan MPASI (makanan pendamping ASI) saat baru memiliki anak satu. “Bingung saat itu bagaimana mesti ngasih MPASI. Harus ikut anjuran yang mana. Ada yang saran harus coba satu makanan dulu, ada yang bilang sekaligus,” terang Yasmine.

Yasmine Wildblood bersama kedua anak perempuan (dok IG@yaswildblood)

Soal pemberian makan, Yasmine mengaku harus berjuang karena anak pertama dan kedua pemilih makanan. “Anak pertama dan kedua picky eater. Sempat cemas apakah anak-anak bisa dapat nutrisi yang tepat. Anak pertama lumayan petite, sementara anak kedua skinny,” bebernya.

Beruntung Yasmine bisa melewati masa-masa itu berkat menimba ilmu dari berbagai macam sumber tepercaya, bahkan konsultasi ke dokter jika perlu. “Jadi bisa percaya diri saat mengasuh anak-anak,” ujarnya.

Kesempatan sama, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, Medical & Scientific Affairs Director Danone Indonesia mengatakan, nutrisi yang baik selama 1000 HPK anak merupakan pondasi utama bagi tumbuh kembang optimal mereka.

“Yang sudah lewat tidak bisa dibalikin. Otak itu hingga 90 persen terbentuk selama 1000 HPK. Modal utamanya adalah gizi,” ujar dr. Ray.

Dia menekankan, anak gemuk belum tentu gizinya baik karena bisa jadi karena kelebihan kalori.

Sedangkan anak kurus, selain karena faktor genetik, kemungkinan juga karena masalah gizi. “Di masa MPASI, mulai tumbuh gigi, biasanya masalah gizi dimulai. Asupan zat besi mulai susah saat MPASI,” ujar dr. Ray.

Saat anak hanya mengonsumsi ASI saja di usia 0-6 bulan, kebutuhan zat besi terpenuhi dari ASI. Seiring usia anak, kebutuhan zat besi tidak bisa lagi diperoleh hanya dari ASI, namun juga sumber lain, dalam hal ini makanan.

Pada anak yang sulit makan atau pilih-pilih makanan bisa saja kekurangan zat besi. Jika hal ini berlangsung terus menerus maka masalah anemia dan stunting mengintai.

Kekurangan zat besi – merupakan penyebab utama anemia – dapat memperburuk risiko stunting pada anak.

Zat besi sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan sel, termasuk sel-sel otak yang mempengaruhi kognisi dan kemampuan belajar anak.

“Anemia bisa menimbulkan masalah serius, terkait kemampuan berpikir anak. Kebanyakan anemia itu karena defisiensi besi. Asupan zat besi mulai susah saat MPASI, jika berlangsung lama, maka otaknya mulai lemot (lambat berpikir),” terang dr. Ray.

Ideatalks powered by Danone Indonesia (dok. ist)

Dia menyebut survei yang dilakukan pada siswa SD di Kepulauan Seribu diperoleh hasil bahwa kandungan zat besi dalam darah mereka lebih rendah dari rata-rata. “Itu karena asupan nutrisinya jelek. Working memory anak-anak ini 3 kali lebih rendah dibanding anak yang tudak anemia,” ujar dr. Ray.

Untuk mencegah anemia, orang tua perlu memastikan anak mendapatkan nutrisi seimbang, terutama asupan zat besi dari daging merah, sayuran hijau, dan fortifikasi makanan seperti susu dan sereal.

Pentingnya fortifikasi makanan juga tidak bisa diabaikan, sebut dr. Ray, karena zat besi yang terkandung dalam makanan olahan membantu memenuhi kebutuhan nutrisi anak yang mungkin sulit terpenuhi dari makanan sehari-hari. (BS)