Berandasehat.id – Angka kematian kanker paru di Indonesia terbilang tinggi dan butuh upaya bersama untuk menekan angka mortalitas tersebut.
Global Observatory on Cancer (GLOBOCAN) tahun 2022 menyebutkan bahwa di Indonesia terdapat 66.271 jumlah kasus baru dan sebanyak 34.339 jumlah kematian akibat kanker paru.
Tingginya jumlah kasus dan kematian menandakan pentingnya pengendalian faktor risiko sebagai upaya pencegahan.
“Angka kematian yang tinggi pada kanker paru disebabkan oleh keterlambatan penanganan pada pasien. Sebanyak 90 persen dari pasien kanker paru baru datang ke dokter setelah mereka memasuki stadium lanjut,” ujar Ketua Bidang Ilmiah Yayasan Kanker Indonesia, Prof. dr. Elisna Syahruddin, Ph.D., Sp.P(K), dalam temu media di Yayasan Kanker Indonesia, Selasa (19/11/2024).
Guru besar dalam bidang Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi menekankan pentingnya kesadaran masyarakat terhadap kanker paru. Pasalnya, kesembuhan pada pasien kanker bisa mencapai 90 persen jika ditangani sejak dini.
“Skrining dan deteksi dini kanker paru menjadi sangat penting, khususnya bagi mereka yang berisiko tinggi,” tutur Prof. Elisna.

Pra-skrining dilakukan melalui pengisian Kuesioner Profil Risiko Kanker Paru. Apabila pra-skrining menunjukkan responden memiliki risiko tinggi, harus dilanjutkan dengan skrining kanker paru dan pemeriksaan medis lebih lanjut.
Tanda dan gejala kanker paru
Prof. Elisna menjelaskan bahwa kanker paru dapat berasal dari sel epitel saluran napas yang menandakan sebagai kanker paru primer. “Sementara kanker paru sekunder atau metastasis adalah kanker yang berasal dari organ lain seperti kanker payudara, kanker serviks, kanker kolon kanker prostat yang menyebar dan tumbuh di paru,” tuturnya.
Tanda dan gejala respirasi akibat efek kanker primer di paru adalah batuk yang tak kunjung sembuh, batuk darah, sesak napas, nyeri dada.
Sementara tanda dan gejala karena penyebaran kanker dalam rongga dada adalah nafsu makan menurun, berat badan turun drastis, nyeri menelan, pembengkakan pada wajah dan lengan, suara serak, suara batuk melemah, nyeri dada pleuritik, kelopak mata menurun, pupil mata mengecil.
Gejala lainnya adalah berkurangnya keringat pada wajah, hingga nyeri bahu dan penyusutan otot di bahu dan lengan.
Adapun faktor risiko kanker paru di antaranya akibat merokok aktif, perokok pasif, memiliki riwayat merokok, usia di atas 45 tahun, radon, riwayat dalam keluarga, polutan lingkungan dan rumah tangga, dan penyakit paru kronis.
Selain melakukan pra-skrining dan skrining kanker, Prof. Elisna mendorong masyarakat untuk mengurangi risiko kanker dengan berhenti merokok, juga menghindari paparan radon atau gas radioaktif alami yang dapat menumpuk di rumah dan tempat kerja.
Perlu juga menghindari bahan kimia yang dapat meningkatkan risiko kanker paru.
Tak kalah penting adalah memperbaiki pola makan tinggi antioksidan, vitamin dan mineral; melakukan olahraga sedang setidaknya 150 menit setiap minggu, seperti jalan cepat atau bersepeda, serta membatasi konsumsi alkohol.
Prof. Elisna menekankan, dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan dan melakukan perubahan gaya hidup, setiap individu dapat membantu mengurangi risiko kanker paru dan mendukung komunitas yang lebih sehat.
Run for Healthy Lungs
Menandai Bulan Kesadaran Kanker Paru, Yayasan Kanker Indonesia (YKI) menekankan pentingnya skrining sebagai upaya meningkatkan peluang kesembuhan kanker paru.
Kegiatan pra-skrining untuk masyarakat akan dilaksanakan pada ajang ‘Run For Healthy Lungs’ yang akan pada 1 Desember 2024 di Area Pintu 6 Gelar Bung Karno (GBK), Jakarta.
Ajang ‘Run for Healthy Lungs’ didukung oleh program ‘Dedikasi Untuk Negeri’ dari Bank Indonesia, mengingat kesehatan masyarakat mempengaruhi daya saing dan produktivitas tenaga kerja yang pada akhirnya dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas ekonomi.

“YKI mengapresiasi dukungan yang diberikan oleh Bank Indonesia dan segenap pihak. Kami mengajak masyarakat berpartisipasi pada ajang ‘Run for Healthy Lungs’ dan melakukan pra-skrining kanker paru sebagai upaya pengendalian faktor risiko kanker paru, mengingat kanker paru menempati urutan nomor dua kejadian kanker di Indonesia,” ujar Ketua Yayasan Kanker Indonesia, Prof. DR. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD-KHOM, FINASIM, FACP.
Kesempatan sama, Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia Esra Erkomay menekankan komitmen AstraZeneca untuk mengatasi tantangan kanker paru di Indonesia melalui pengobatan inovatif dan akses perawatan yang lebih baik untuk pasien.
“Kami merasa terhormat untuk melanjutkan kemitraan kami dengan Yayasan Kanker Indonesia (YKI) untuk mengedukasi serta mengadvokasi skrining dini dan langkah-langkah pencegahan kanker paru,” tandas Esra. (BS)