Berandasehat.id – Anemia defisiensi besi terjadi pada 75% kasus anemia akibat defisiensi nutrisi. Pada masa kehamilan hingga anak berusia sampai 23 bulan atau pada MPASI (makanan pendamping ASI), risiko anemia defisiensi besi (ADB) dapat meningkat.

Hal itu terjadi karena peningkatan kebutuhan zat besi akibat pertumbuhan yang cepat dan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan ini dengan makanan pendamping.

Risiko ADB pada periode kehamilan dan menyusui disebabkan antara lain karena asupan yang tidak adekuat, konsumsi makanan atau minuman yang menghambat penyerapan zat besi, mengabaikan pentingnya nutrisi seimbang, tidak teratur minum suplementasi besi serta mengalami infeksi.

Menurut dokter kandungan ahi fetomaternal Dr. dr. Rima Irwinda, Sp.OG, Subsp. KFM, bidan memiliki peran penting dalam mendeteksi anemia pada ibu hamil, yang dapat mengurangi risiko komplikasi serius bagi ibu dan anak.

Peserta dan pemateri lokakarya “Peluncuran Inisiatif Rekomendasi Skrining dan Pencegahan Anemia Defisiensi Besi pada Ibu dan Anak Indonesia” yang dihelat Ikatan Bidan Indonesia (IBI) di Jakarta, 26 November 2024 (dok. ist)

“Bidan perlu merekomendasikan skrining anemia tiap trimester kehamilan, suplementasi zat besi dan edukasi sejak dini kepada ibu hamil untuk mencegah dan mengatasi anemia secara efektif,” kata dr. Rima di acara lokakarya “Peluncuran Inisiatif Rekomendasi Skrining dan Pencegahan Anemia Defisiensi Besi pada Ibu dan Anak Indonesia” yang dihelat Ikatan Bidan Indonesia (IBI) di Jakarta, Selasa (26/11/2024).

Perlu diketahui, rata-rata kebutuhan total zat besi selama kehamilan adalah sekitar 1000 mg. “Kebutuhan terbesar terdiri atas 300 mg yang dibutuhkan untuk janin dan 500 gram untuk menambah masa hemoglobin maternal,” tutur dr. Rima.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan suplementasi besi selama kehamilan 30 – 60 mg/hari. Untuk negara dengan prevalensi >40%, suplementasi dilanjutkan hingga 3 bulan pasca-salin.

Cegah anemia defisiensi besi pada bumil

Lebih lanjut dikatakan, bidan juga perlu melakukan konseling manfaat pemberian suplementasi besi sehingga ibu hamil (bumil) patuh mengonsumsi tablet besi sesuai anjuran.

“Selain suplementasi besi, konseling sumber makanan yang mengandung zat besi juga dibutuhkan untuk mencegah anemia defisiensi besi selama hamil,” urai dr. Rima.

Lebih lanjut dr. Rima mengungkap, bila kebutuhan besi selama hamil tidak terpenuhi, ibu hamil berisiko anemia, preeklamsia dan perdarahan pasca-salin, sedangkan janin berisiko lahir prematur, pertumbuhan janin terhambat, berat badan lahir rendah, dan infeksi perinatal.

Selain itu, ibu yang anemia dapat menyebabkan anak lahir dengan persediaan zat besi yang sangat sedikit dan berisiko mengalami anemia pada usia dini.

“Kondisi ini  dapat meningkatkan gangguan atau hambatan pertumbuhan dan perkembangan anak, termasuk perkembangan otak,” tandas dr. Rima.

Dampak Negatif ADB pada Anak

Anemia defisiensi besi berpotensi menghambat pertumbuhan kognitif, motorik, sensorik, dan sosial anak. Jika tidak ditangani secara tepat, dampaknya dapat menjadi permanen.

Hal ini dapat terjadi karena zat besi tidak hanya penting untuk membawa oksigen dalam darah, tetapi juga memiliki peran krusial dalam sistem kekebalan tubuh, demikian disampaikan Prof. DR. dr. Rini Sekartini, Sp.A (K), Dokter Anak – Ahli Tumbuh Kembang Pediatri Sosial

Menurutnya, salah satu faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan anemia defisiensi besi pada anak di Indonesia adalah kurangnya zat gizi mikro dan konsumsi makanan kaya zat besi.

Faktor risiko lainnya adalah tidak ada pedoman atau peraturan untuk skrining rutin status zat besi, terutama pada anak sehingga perlu intervensi dari bidan sebagai pelayan kesehatan dasar untuk ibu dan anak.

Prof. Rini menyampaikan, zst besi sangat berperan dalam metabolisme energi, sistem oksidasi, perkembangan dan fungsi syaraf, koneksi sistem jaringan, dan sintesis hormon.

Untuk itu, pemeriksaan kadar Hb penting dilakukan mulai usia 2 tahun dan selanjutnya setiap tahun sampai usia remaja. “Bila ditemukan anemia, dicari penyebab dan bila perlu dirujuk,” tuturnya.

Pada anak-anak, zat besi merupakan salah satu mikronutrien penting untuk proses tumbuh kembangnya. Keseimbangan zat besi positif sekitar 1 mg asupan zat besi per hari. Karena sekitar 10% zat besi makanan diserap, 8-10 mg zat besi makanan harus dikonsumsi setiap hari.

Selain mengupayakan skrining defisiensi besi sejak dini, nutrisi dengan fortifikasi zat besi sebagai pendamping ASI, dapat membantu memenuhi kebutuhan zat besi, sehingga mengurangi risiko anemia pada anak, menurut Prof. Rini.

Kesempatan sama, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH., selaku Expert Community Medicine dan Medical and Scientific Affairs Director Danone SN Indonesia menambahkan, anemia merupakan permasalahan yang perlu dicegah sedini mungkin.

“Kami melihat bahwa skrining anemia defisiensi besi merupakan kunci untuk mengurangi prevalensi anemia di Indonesia terutama bagi Ibu dan anak,” kata dr. Ray.

Skrining non-invasif berupa pemantauan asupan zat besi berbasis kuesioner, sebut dr. Ray, dapat menjadi pilihan solusi identifikasi awal risiko anemia defisiensi besi yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan termasuk bidan dalam fasilitas pelayanan kesehatan primer.

Peran strategis bidan

Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Dr. Ade Jubaedah, SSiT., MM., MKM, menyampaikan sebagai pelayanan kesehatan ibu dan anak, bidan memiliki peran strategis dalam memastikan kesehatan ibu, anak dan keluarga di Indonesia dengan melayani 74% pemeriksaan kehamilan dan 62,7% persalinan, dan lebih dari 50% layanan keluarga berencana.

Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Dr. Ade Jubaedah di acara lokakarya “Peluncuran Inisiatif Rekomendasi Skrining dan Pencegahan Anemia Defisiensi Besi pada Ibu dan Anak Indonesia” yang dihelat Ikatan Bidan Indonesia (IBI) di Jakarta, 26 November 2024 (dok. ist)

“Dalam ruang lingkup tenaga kesehatan, tenaga kebidanan merupakan salah satu posisi dengan proporsi tertinggi yaitu sebanyak 26,2% dari seluruh tenaga kesehatan,”tuturnya.

Ade berharap melalui lokakarya yang diselenggarakan IBI  dapat meningkatkan peran para bidan sebagai ujung tombak kesehatan ibu dan anak di seluruh pelosok negeri dalam merekomendasikan skrining/identifikasi dini serta pencegahan dengan tujuan untuk menurunkan angka kejadian ADB di Indonesia.

“Perlu sinergi yang kuat dengan berbagai pihak untuk menekan angka kejadian anemia defisiensi besi pada anak. Dengan deteksi yang cepat, intervensi dapat dilakukan lebih awal, seperti pemberian suplementasi zat besi atau perubahan diet yang tepat bagi ibu dan anak,” tandas Ade. (BS)