Berandasehat.id – Gula aren dalam beberapa tahun ini popuker karena kerap disandingkan dengan kopi dan menjadi minuman favorit banyak orang.
Gula aren berbeda dengan gula jawa atau gula kelapa. Gula aren sesuai namanya berasal dari pohon aren atau enau.
Selain dicetak menjadi padat, gula aren juga dapat ditemukan dalam bentuk yang sudah dicairkan.
Ditilik dari warna, ula aren cenderung lebih pekat dari gula palem tapi lebih cerah dari gula jawa. Gula aren juga memiliki aroma yang khas dan cenderung memiliki rasa yang lebih manis.
Gula aren banyak disukai dan dipilih dalam paduan minuman karena memiliki sejumlah keunggulan. Gula ini mengandung gizi berupa zat besi, kalium, serat, magnesium hingga antioksidan.
Kandungan gizi tersebut hanya tersedia dengan kadar yang kecil. Satu-satunya nutrisi dalam gula aren yang kadarnya tinggi adalah kalium.

Selain itu, gula aren juga memiliki kandungan lemak dan indeks glikemik lebih rendah ketimbang gula tebu. Dengan demikian kadar gula darah tidak meningkat dengan cepat saat mengonsumsi gula aren. Karena efek ini gula aren dipandang lebih ramah bagi penyandang diabetes.
Namun demikian penyandang diabetes tetap harus hati-hati memgingat belum ada penelitian yang dapat memastikan bahwa gula aren mampu mencegah kenaikan atau mengontrol kadar gula darah.
Manfaat gula aren lainnya adalah dipercaya dapat mengontrol tekanan darah. Salah satu nutrisi dalam gula aren, yaitu kalium, diketahui dapat menurunkan tekanan darah yang tinggi. Namun jangab mengandalkan asupan kalium dari gula aren karena bagaimanapun gula bisa memicu obesitas jika dikonsumsi dalam jumlah banyak.
Selain menurunkan tekanan darah, diketahui kalium juga baik dalam menjaga kesehatan tulang. Riset menunjukkan bahwa mencukupi asupan kalium bisa menjaga keseimbangan kadar kalsium dalam tulang dan menurunkan risiko osteoporosis.
Meskipun memiliki kadar kalium yang lebih tinggi dan dianggap lebih sehat dibanding gula lainnya, sebaiknya konsumsi gula arwn tetap dalam jumlah moderat.
Penting untuk diingat bahwa asupan gula yang berlebihan tidak hanya menyebabkan kerusakan gigi dan obesitas, tetapi juga meningkatkan risiko penyakit lain, misalnya diabetes hingga sakit jantung. (BS)