Berandasehat.id – Para peneliti telah mengidentifikasi hubungan yang menarik antara penyakit hati berlemak dan gangguan kepribadian. Tim peneliti menyebut orang dengan penyakit hati berlemak non-alkohol (NAFLD) menghadapi risiko gangguan kepribadian tiga kali lebih tinggi.
Tim peneliti dari Universitas Birmingham juga membuat temuan yang menarik bahwa orang dengan NAFLD sering kali menunjukkan perilaku makan yang tidak terkontrol, menurut temuan yang dipublikasikan di BMC Gastroenterology.
Diketahui bahwa penyandang NAFLD perlu menjaga pola makan dan olahraga yang cermat untuk mengelola kondisi tersebut.
Studi telah menemukan peningkatan prevalensi gangguan kepribadian pada pasien NAFLD sangat mencolok. Ini menandakan bahwa itu bukan masalah yang terkait dengan semua penyakit hati, tetapi hanya mereka yang menderita NAFLD, menurut Dr. Jonathan Catling, salah satu penulis penelitian dalam rilis berita.
NAFLD adalah bentuk penyakit hati kronis yang paling umum, yang disebabkan oleh penumpukan lemak yang berlebihan di sel-sel hati. Hal ini terkait dengan faktor-faktor seperti obesitas, resistensi insulin, dan gula darah tinggi.
Pasien NAFLD sering kali tidak menunjukkan gejala yang jelas, tetapi beberapa orang mungkin mengalami kelelahan dan ketidaknyamanan di perut.

Bila penyakit ini berkembang, dapat menyebabkan kerusakan hati dan sirosis, terutama pada orang dengan risiko diabetes, serangan jantung, dan stroke.
Strategi pengobatan NAFLD
Strategi pengobatan NAFLD terutama melibatkan intervensi gaya hidup, termasuk olahraga dan diet. Namun, pasien sering gagal membuat perubahan perilaku yang diperlukan untuk pengobatan.
Studi terbaru meneliti faktor-faktor yang memengaruhi respons pasien terhadap tata laksana pengobatan.
Peneliti mengumpulkan data dari 96 peserta yang dibagi menjadi tiga kelompok – pasien NAFLD, pasien penyakit hati non-NAFLD, dan orang sehat. Perilaku makan dan olahraga dinilai dari kuesioner.
Tim juga meneliti lokus kontrol peserta. Pasien dengan lokus kontrol internal yang tinggi lebih mungkin untuk menurunkan berat badan dan mereka dengan lokus kontrol eksternal yang tinggi cenderung tidak mematuhi tata laksana diet dan olahraga.
Menurut peneliti, pasien dengan NAFLD, seperti halnya individu yang berurusan dengan gangguan penyalahgunaan zat, memiliki lokus kontrol eksternal (LoC) yang tinggi. Ini berarti mereka mengalami kesulitan dalam membuat dan mempertahankan perubahan pada pola makan dan rutinitas olahraga yang penting untuk mengendalikan perkembangan penyakit.
Tiga faktor ditemukan signifikan oleh kelompok tersebut; pengendalian kognitif, pola makan yang tidak terkontrol, dan skor SAPAS (ukuran gangguan kepribadian). Hubungan antara gangguan kepribadian dan NAFLD teridentifikasi, tulis para peneliti.
“Yang penting, tampaknya ini bukan masalah kesehatan mental umum, karena kecemasan maupun depresi tidak ditemukan berbeda secara signifikan antara kedua kelompok – meskipun kedua gangguan kejiwaan tersebut sering dikaitkan dengan penyakit hati kronis,” kata Dr. Catling.
Para peneliti menyerukan pemeriksaan gangguan kepribadian di antara pasien NAFLD sehingga gangguan kesehatan mental dapat diobati dengan baik sebelum mempengaruhi pola makan dan olahraga pasien.
“Temuan kami menunjukkan kebutuhan mendesak untuk memeriksa sikap terhadap pola makan dan olahraga sehingga kita dapat lebih memahami cara memotivasi pasien NAFLD dan memberikan pengobatan yang lebih efektif – mencegah kekambuhan penyakit setelah transplantasi hati,” tandas Dr. Catling. (BS)