Berandasehat.id – Orang dewasa lebih tua yang kolesterolnya naik turun punya kemungkinan lebih besar untuk mengembangkan demensia daripada orang yang kolesterolnya stabil, terlepas dari tingkat kolesterol sebenarnya.

Menurut studi yang diterbitkan Neurology edisi online 29 Januari 2025, penelitian itu tidak membuktikan bahwa perubahan kolesterol menyebabkan demensia/kepikunan. Dengan kata lain, penelitian ini hanya menunjukkan adanya hubungan.

“Hasil (studi) ini menunjukkan bahwa kolesterol yang berfluktuasi, yang diukur setiap tahun, dapat menjadi biomarker (penanda biologis) baru untuk mengidentifikasi orang yang berisiko terkena demensia, memberikan lebih banyak informasi daripada kadar kolesterol yang diukur pada satu titik waktu,” kata penulis penelitian Zhen Zhou, Ph.D., dari Monash University di Melbourne, Australia.

Penelitian ini melibatkan 9.846 orang dengan usia rata-rata 74 tahun yang tidak menderita demensia atau masalah ingatan lainnya.

Kadar kolesterol diukur pada awal penelitian dan pada tiga kunjungan tahunan berikutnya.

Para peserta diikuti selama rata-rata 5,5 tahun setelah kunjungan ketiga. Mereka mengikuti tes kemampuan memori setiap tahun.

Peserta yang mengonsumsi obat kolesterol, yakni statin, diizinkan dalam penelitian ini kecuali mereka berhenti atau mulai mengonsumsi obat selama periode pengukuran kolesterol.

Para peserta dibagi menjadi empat kelompok yang sama berdasarkan jumlah perubahan antara pengukuran kolesterol pertama dan keempat.

Ilustrasi demensia pada lansia (dok. ist)

Selisih antara pengukuran tahunan berturut-turut adalah 91 mg/dL rata-rata pada kelompok dengan jumlah perubahan kolesterol total terbesar dan 22 mg/dL pada kelompok dengan jumlah perubahan terkecil.

Selama penelitian, 509 orang mengalami demensia.

Sebanyak 147 dari 2.408 orang dalam kelompok dengan jumlah perubahan kolesterol total terbesar mengalami demensia, dengan rasio 11,3 per 1.000 orang-tahun.

Pada kelompok dengan jumlah perubahan kolesterol total terendah, 98 dari 2.437 orang mengalami demensia, dengan rasio 7,1 per 1.000 orang-tahun.

Orang-tahun mewakili jumlah orang dalam penelitian dan jumlah waktu yang dihabiskan setiap orang dalam penelitian.

Setelah menyesuaikan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi risiko demensia, seperti usia, status merokok, dan tekanan darah tinggi, para peneliti menemukan bahwa mereka yang berada dalam kelompok perubahan tinggi memiliki kemungkinan 60% lebih besar untuk mengalami demensia dibandingkan mereka yang berada dalam kelompok perubahan rendah.

Penelitian ini juga menemukan hubungan antara perubahan kadar kolesterol dan gangguan kognitif atau masalah memori yang tidak memenuhi kriteria demensia.

Dengan melihat berbagai jenis kolesterol, para peneliti menemukan hubungan antara kolesterol LDL yang berfluktuasi, atau kolesterol ‘jahat’ dan risiko demensia serta gangguan kognitif.

Mereka tidak menemukan hubungan tersebut dengan HDL, atau kolesterol ‘baik’ atau trigliserida.

“Kolesterol orang lanjut usia harus dipantau perubahannya dari waktu ke waktu untuk membantu mengidentifikasi orang-orang yang mungkin berisiko mengalami gangguan kognitif atau demensia dan dapat memperoleh manfaat dari intervensi. Itu dapat mencakup perubahan gaya hidup atau memastikan mereka memulai atau terus mengonsumsi statin untuk mencegah fluktuasi kolesterol mereka dan berpotensi mengurangi risiko demensia,” kata Zhou.

Penelitian ini memiliki keterbatasan, yakni meskipun orang-orang yang mulai atau berhenti minum obat kolesterol tidak disertakan dalam penelitian untuk menghilangkan fluktuasi kolesterol yang disebabkan oleh obat, para peneliti tidak memiliki informasi tentang perubahan dosis atau orang-orang yang tidak minum obat sesuai resep, yang dapat mempengaruhi perubahan kolesterol. (BS)