Berandasehat.id – Mendambakan sesuatu yang manis bahkan setelah makan besar? Merasa heran mengapa saat dalam kondisi kenyang tetap ingin memyantap hidangan penutup. Para peneliti menyebut fenomena itu dengan istilah ‘perut pencuci mulut’ yang terkait dengan otak.
Dalam sebuah penelitian terkini, para peneliti menyelidiki fenomena tersebut pada tikus dan menemukan bahwa hewab uji itu makan gula bahkan saat mereka kenyang.
Saat menganalisis otak tikus, tim menemukan bahwa sekelompok sel saraf yang disebut neuron POMC memicu keinginan untuk makan gula.
Saat tikus makan gula, neuron ini melepaskan ß-endorfin, candu alami yang membuat mereka merasa puas dan menyebabkan mereka makan lebih banyak, bahkan saat mereka kenyang.
Efek ini khusus untuk gula, bukan makanan lain. Saat para peneliti memblokir jalur ini, tikus berhenti makan gula tambahan, tetapi hanya saat mereka kenyang. Penghambatan ß-endorfin tidak mempengaruhi tikus yang lapar.
Para peneliti juga menemukan bahwa aktivasi endorfin dimulai bahkan sebelum tikus mulai makan gula, segera setelah mereka merasakannya. Menariknya, zat opiat tersebut juga dilepaskan di otak tikus yang sebelumnya tidak pernah mengonsumsi gula.

Begitu larutan gula pertama masuk ke mulut tikus, ß-endorfin dilepaskan di daerah ‘perut pencuci mulut’ yang kian diperkuat oleh konsumsi gula tambahan.
Ketika uji coba serupa dilakukan pada manusia, para peneliti menggunakan pemindaian otak pada relawan setelah mereka menerima larutan gula melalui tabung.
Mereka menemukan bahwa daerah otak yang sama merespons gula pada manusia, tempat terdapat banyak reseptor opiat yang dekat dengan neuron rasa kenyang.
“Dari perspektif evolusi, ini masuk akal: gula jarang ditemukan di alam tetapi menyediakan energi cepat. Otak diprogram untuk mengendalikan asupan gula setiap kali tersedia,” jelas Henning Fenselau, pemimpin kelompok penelitian di Max Planck Institute for Metabolism Research dan kepala penelitian.
Para peneliti berharap temuan mereka dapat bermanfaat untuk mengobati obesitas.
“Sudah ada obat yang memblokir reseptor opiat di otak, tetapi penurunan berat badannya lebih sedikit dibandingkan dengan suntikan penekan nafsu makan. Kami yakin bahwa kombinasi dengan obat tersebut atau dengan terapi lain bisa sangat bermanfaat. Namun, kami perlu menyelidiki hal ini lebih lanjut,” tandas Fenselau. (BS)