Berandasehat.id – Ada berbagai penyakit infeksi virus yang rentan dialami orang dewasa, terutama lansia, salah satunya infeksi Respiratory Synctial Virus (RSV).
RSV adalah virus pernapasan yang tersebar luas namun kurang dikenal, yang menular melalui inhalasi atau kontak dengan droplet saluran napas pernapasan dari mereka yang terinfeksi. Biasanya virus ini menunjukkan gejala-gejala termasuk hidung tersumbat, batuk, mengi, dan demam ringan.
“RSV ini sangat menular bahkan lebih menular dibandingkan SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19, dan menyebar dengan mudah melalui droplet, di mana satu orang yang terinfeksi biasanya menginfeksi tiga orang lainnya,” ujar Prof. Dr. dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD-KAI, FINASIM, FACP, dalam temu media di Rumah PAPDI di Jakarta yang dihelat atas kolaborasi PAPDI (Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia), Kemenkes dan GSK, Rabu (19/2/2025).
Sebagian besar individu yang terinfeksi dapat menularkan dalam jangka waktu 3-8 hari, namun lansia yang terinfeksi dapat menularkan virus untuk jangka waktu yang lebih lama, sebut Prof. Samsuridjal.

Dia menambahkan, RSV kerap digambarkan sebagai penyakit anak-anak karena anak-anak, seperti lansia, memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, sehingga mereka rentan terkena infeksi.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa insiden rawat inap dan kematian akibat RSV jauh lebih tinggi pada lansia dibandingkan pada anak-anak.
RSV merupakan virus RNA yang termasuk dalam famili Pneumoviridae bersama dengan human metapneumovirus (HMPV).
RSV menginfeksi sel-sel di sepanjang saluran pernapasan manusia, dari hidung hingga paru-paru. Infeksi RSV memiliki berbagai macam presentasi klinis, mulai dari kondisi tanpa gejala hingga pneumonia akut dan gangguan pernapasan yang mengancam jiwa.
Pada beberapa data dokter di Rumah Sakit di Indonesia telah ditemukan kasus RSV positif termasuk pada kelompok lansia.
Lansia dengan kondisi tertentu seperti pneumonia, gagal jantung kongestif, asma, dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) memiliki risiko rawat inap yang lebih tinggi ketika terinfeksi RSV.
Pasien PPOK yang terinfeksi RSV diperkirakan 3,2 – 13,4 kali lebih berisiko untuk dirawat di rumah sakit.
Selain itu, RSV dapat menyebabkan berbagai komplikasi pernapasan yang berat pada lansia, termasuk henti napas dan gagal napas, gangguan pernapasan, dan emfisema.
Bisa picu epidemi
Sebagian besar negara menunjukkan musim RSV, dengan sebagian besar infeksi RSV tahunan terjadi selama periode beberapa bulan.
Di daerah beriklim sedang, RSV menyebabkan epidemi (peningkatan tak terduga dalam jumlah kasus penyakit di wilayah geografis tertentu) musiman, cenderung terjadi pada akhir musim gugur dan musim dingin, dengan durasi rata-rata peningkatan sirkulasi virus selama lima bulan.
Sebagian besar negara subtropis dan tropis juga mengalami bulan-bulan yang konsisten (tidak berubah-ubah) dengan sirkulasi RSV yang tinggi setiap tahun tetapi tanpa pola musim yang jelas.
Prediksi kejadian infeksi akibat RSV dalam tiga tahun di Asia Tenggara mencapai 15,2 juta kasus dan di Indonesia, prediksi kejadian infeksi akibat RSV dalam tiga tahun bisa mencapai 6,1 juta kasus.
Menegakkan diagnosis infeksi RSV saat ini masih sulit, dikarenakan gejalanya yang mirip dengan infeksi pernapasan lain seperti flu biasa, termasuk batuk, pilek, dan demam.
Selain itu, proses diagnosis membutuhkan tes khusus yang sering kali mahal, memakan waktu, dan tidak mudah diakses secara luas.

Lansia dan individu dengan penyakit penyerta sering kali tidak menyadari bahwa gejala mereka disebabkan oleh RSV, sehingga mereka tidak mendapatkan diagnosis dan terapi yang sesuai dan pada akhirnya meningkatkan risiko komplikasi serius atau bahkan komplikasi fatal.
Obat RSV belum tersedia
Lebih lanjut, hingga saat ini belum tersedia pengobatan khusus untuk mengatasi RSV pada orang dewasa, yang menambah tantangan penanganannya.
Untuk itu, tindakan pencegahan terhadap infeksi RSV salah satunya dengan vaksinasi.
“Sebagai dokter penyakit dalam di Indonesia, saya telah menyaksikan sendiri kebutuhan mendesak akan kebijakan yang kuat dalam menangani imunisasi dewasa,” ujar Dr. dr. Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV, Ketua Umum PB PAPDI.
Di Asia Pasifik, banyak dari orang dewasa melewatkan kesempatan untuk vaksinasi walaupun mereka telah mengetahui manfaat dari vaksinasi.
“Penurunan ini membuat orang dewasa berisiko terkena berbagai penyakit, termasuk ISPA atau pneumonia yang disebabkan karena RSV,” imbuh Dr. Sally.
Populasi lansia dengan kondisi penyakit penyerta seperti penyakit kardiovaskular, jantung kronis, ginjal kronis, diabetes, asma, dan PPOK, memiliki risiko komplikasi besar saat terinfeksi RSV.
Misalnya, sekira 30% orang dewasa yang lebih tua mungkin mengalami komplikasi jantung ketika dirawat di rumah sakit dikarenakan RSV dan orang dewasa dengan gagal jantung memiliki tingkat rawat inap terkait RSV 8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa tanpa gagal jantung.
Pentingnya imunisasi dewasa
Kesempatan sama, Dr. dr. Sukamto Koesnoe, SpPD, K-AI, Ketua Satgas Imunisasi Dewasa, PAPDI menyoroti pentingnya pembaruan pada Jadwal Imunisasi Dewasa.
“Jadwal Imunisasi Dewasa berfungsi sebagai alat referensi penting bagi orang dewasa untuk tetap terinformasi mengenai vaksinasi yang direkomendasikan. Pembaruan yang dibuat pada jadwal ini menandai sebagai langkah maju yang signifikan dalam perawatan kesehatan preventif dan menyoroti pentingnya komunikasi aktif dokter dengan pasien akan pentingnya vaksinasi dewasa,” ujar Dr. Koesnoe.
Jadwal ini juga mencakup pembaruan rekomendasi untuk penyakit infeksi pernapasan seperti Pneumokok dan RSV.

Lebih lanjut disampaikan, vaksin yang direkomendasikan ini menjadi antisipasi terjadinya tripledemic, kejadian penyakit infeksi saluran pernapasan yang diakibatkan oleh Influenza, Covid-19, dan RSV.
“Penting untuk memprioritaskan vaksinasi untuk individu dalam populasi berisiko tinggi, termasuk mereka yang sudah lansia dan memiliki kondisi medis kronis,” tandas Koesnoe.
Last but not least, dr. Ina Agustina Isturini, MKM, Direktur Penyakit Menular Kemenkes RI menandaskan, dengan populasi lansia Indonesia yang terus meningkat, potensi beban kesehatan dan ekonomi akibat infeksi saluran pernapasan akut pada lansia perlu menjadi perhatian serius.
“Untuk itu pencegahannya melalui upaya preventif dan promotif menjadi langkah penting, terutama pada kelompok berisiko tinggi. Dalam platform Satu Sehat, individu dapat dengan mudah mengakses informasi terkini mengenai penyakit infeksi menular dan upaya-upaya untuk pencegahannya,” pungkasnya. (BS)