Berandasehat.id – Glaukoma merupakan kondisi neuropati optik progresif yang disebabkan oleh adanya peningkatan tekanan di dalam bola mata yang dapat merusak saraf optik dan berdampak pada penurunan fungsi penglihatan, bahkan kebutaan.

Kondisi ini dapat dialami oleh usia berapa pun, namun seiring peningkatan faktor risiko, kondisi ini banyak dialami oleh kalangan usia 40 tahun ke atas. Hal ini menjadikan glaukoma sebagai penyebab kebutaan tertinggi kedua setelah katarak.

Nyaris tanpa gejala, glaukoma berpotensi memberikan dampak yang lebih fatal dibanding katarak karena kondisi ini tidak dapat direhabilitasi, namun bisa dicegah dampak fatalnya yaitu berupa kebutaan permanen.

Di negara berkembang, 90% kasus glaukoma tidak terdeteksi. Hal ini diperparah dengan fakta bahwa sekitar satu miliar orang di dunia tidak memiliki akses terhadap kesehatan mata karena distribusi yang tidak merata.

“Glaukoma merupakan penyakit mata yang sering kali berkembang tanpa gejala di tahap awal, sehingga banyak penderita baru menyadari ketika sudah mengalami gangguan penglihatan permanen,” kata DR. Dr. Iwan Soebijantoro, SpM(K), konsultan oftalmologi di JEC Eye Hospitals and Clinics di acara media edukasi ‘Waspada Si Pencuri Penglihatan: Mitos, Fakta, Risiko, dan Deteksi Dini’ di Jakarta, baru-baru ini.

Ilustrasi mata wanita (dok. ist)

Data Kementerian Kesehatan RI tahun 2023 menyebut, dari 39 juta kasus kebutaan di dunia, sebanyak 3,2 juta disebabkan oleh glaukoma dan prevalensi glaukoma mencapai 0,46%, atau sekitar 4 hingga 5 orang per 1.000 penduduk.

DR. Iwan mengatakan, sekira 80 persen kasus glaukoma tidak memiliki gejala, kebanyakan pasien terdiagnosis secara tidak sengaja saat tes kesehatan atau di saat skrining. “Jika muncul gejala sakit kepala hebat, pandangan tiba- tiba kabur, mual, muntah, dan kesakitan hebat, masyarakat perlu waspada,” ujarnya.

Pasien yang menderita glaukoma akut, memiliki waktu 2 x 24 jam untuk segera menurunkan tekanan bola mata, jika terlambat, kelainannya akan menjadi permanen.

Mengingat glaukoma sering berkembang tanpa gejala di tahap awal, deteksi dini menjadi sangat penting. Pemeriksaan mata secara rutin, terutama bagi individu dengan faktor risiko, adalah langkah utama dalam mencegah dampak glaukoma yang lebih serius.

Terkait hal itu, Prof. DR. Dr. Widya Artini Wiyogo, SpM(K) selaku Head of Glaucoma Service JEC Eye Hospitals and Clinics, menyampaikan sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat, JEC Eye Hospitals and Clinics masih membuka tahap kedua program CSR untuk operasi 100 pasien implan glaukoma gratis. “Operasi gratis dilaksanakan di hampir seluruh cabang JEC Group yang ada di seluruh Indonesia,” ujarnya.

Masyarakat yang membutuhkan dapat menghubungi JEC untuk dilakukan skrining awal dan mendapatkan kesempatan menjalani prosedur ini tanpa biaya. “Program ini bertujuan untuk membantu pasien dengan keterbatasan akses terhadap pengobatan yang efektif guna mencegah kebutaan akibat glaukoma,” tandas Prof. Widya.

Cek mitos vs fakta glaukoma

Dalam sesi media ini juga membahas beberapa mitos yang sering berkembang, yakni:

Glaukoma hanya menyerang orang tua
✅ Fakta: Glaukoma dapat terjadi pada siapa saja, termasuk anak muda dan bahkan bayi yang lahir dengan glaukoma kongenital. Faktor risiko seperti riwayat keluarga dan penyakit tertentu seperti diabetes juga bisa meningkatkan kemungkinan terkena glaukoma lebih awal.

Sering main gawai atau membaca dalam gelap menyebabkan glaukoma
✅ Fakta: Penggunaan gawai dalam waktu lama memang bisa menyebabkan mata lelah, tetapi tidak secara langsung menyebabkan glaukoma. Penyakit ini lebih berkaitan dengan tekanan bola mata yang meningkat dan kerusakan saraf optik.

DR. Dr. Iwan Soebijantoro, SpM(K), konsultan oftalmologi di JEC Eye Hospitals and Clinics (dok. ist)

Terkena glaukoma, pasti akan buta
✅ Fakta: Dengan deteksi dini dan pengobatan yang tepat, banyak penderita glaukoma dapat mempertahankan penglihatannya selama bertahun-tahun. Pemeriksaan mata rutin adalah kunci utama untuk mencegah kebutaan akibat glaukoma.

Glaukoma bisa disembuhkan dengan obat herbal atau terapi alternatif
✅ Fakta: Saat ini, belum ada obat herbal atau metode alternatif yang terbukti secara ilmiah bisa menyembuhkan glaukoma. Pengobatan yang dianjurkan oleh dokter, seperti obat tetes mata, laser, atau operasi, adalah langkah medis yang terbukti efektif dalam mengendalikan penyakit ini.

Glaukoma bukan penyakit keturunan
✅ Fakta: Glaukoma memiliki faktor genetik yang signifikan. Jika seseorang memiliki anggota keluarga dengan glaukoma, risikonya untuk terkena penyakit ini menjadi lebih tinggi. Karenanya, orang dengan riwayat keluarga glaukoma disarankan untuk melakukan pemeriksaan mata secara rutin. (BS)