Berandasehat.id – Mana lebih baik bagi tubuh, lemak atau karbohidrat untuk mengenyahkan kegemukan? Banyak yang percaya bahwa diet keto tinggi lemak efektif menurunkan berat badan, yang lain berpendapat bahwa mengurangi karbohidrat adalah kunci keberhasilan.
Sebuah studi baru menawarkan wawasan yang kuat ke dalam perdebatan yang sedang berlangsung ini.
Dalam sebuah eksperimen yang menarik, sepasang saudara kembar identik mengikuti dua diet yang berbeda, satu penuh lemak dan yang lainnya penuh karbohidrat, selama 12 minggu. Hasilnya mungkin mengejutkan kita.
Si kembar Turner, Hugo dan Ross Turner yang berusia 36 tahun dari Inggris, yang dikenal di kalangan media sosial sebagai Kelinci Petualang – karena melakukan eksperimen kesehatan – mengikuti uji coba di mana mereka menguji dampak diet tinggi lemak versus tinggi karbohidrat.
Ketika Ross menambahkan 500 kalori karbohidrat dari pasta dan nasi ke dalam dietnya sambil menghindari makanan tinggi lemak, Hugo mengonsumsi jumlah kalori yang sama dari lemak (seperti minyak zaitun, mentega, kacang-kacangan, telur, dan alpukat) – sambil mengikuti diet rendah karbohidrat.
Keduanya mengikuti rutinitas latihan yang sama, menggabungkan latihan kardio dan latihan kekuatan, dengan hari istirahat setiap tiga hari.

Untuk mendukung latihan, mereka juga mengonsumsi protein shake berkalori 350 kalori untuk pembentukan otot dan pemulihan.
Selama uji coba, tim ilmuwan dari Universitas Loughborough di Inggris memantau kemajuan mereka dengan saksama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua bersaudara itu menjadi lebih bugar dan ramping terlepas dari pola makan mereka. Sementara Ross, yang menjalani diet tinggi karbohidrat, mengalami lebih banyak energi; itu tidak membantunya menambah banyak otot (sekitar 1 kg). Namun, ia tampil lebih baik dalam tes kardiovaskular dan memiliki kadar kolesterol yang lebih rendah.
Ross kehilangan 1 kg lemak, dan lemak visceralnya menurun dari 11,5% menjadi 11,1%.
Hugo memperoleh sekitar 3 kg otot dan kehilangan 0,2 kg lemak. Tidak ada perubahan pada kadar kolesterolnya, tetapi ia memperoleh kenaikan lemak visceral dari 11,4% menjadi 12,6%.
Hugo mengatakan dia tidak pernah merasa enak badan saat menjalani diet tinggi lemak, karena makanannya terasa repetitif, dan dia tidak merasa kenyang.
“Saya tidak pernah merasa enak badan. Saya makan setidaknya enam kali sehari dan tidak pernah merasa kenyang atau puas, jadi saya terus-menerus lapar. Namun, saya tidak mengalami gangguan yang mungkin saya alami saat menjalani diet tinggi karbohidrat,” kata Hugo kepada Business Insider.
Meskipun uji coba tersebut tidak cukup besar untuk menentukan secara pasti apakah satu diet lebih baik daripada yang lain, hal itu menunjukkan bahwa menghindari karbohidrat atau lemak sama sekali mungkin bukan jawabannya.
Para peneliti menyarankan bahwa kuncinya adalah menemukan keseimbangan karbohidrat dan lemak yang tepat yang membuat masing-masing merasa paling baik sesuai dengan gaya hidup setiap individu. (BS)