Berandasehat.id – COVID jangka panjang atau long COVID (gejala yang bertahan lama setelah infeksi virus awal), dapat memengaruhi orang-orang dari segala usia, termasuk anak-anak. Namun, gejala yang bertahan lama pada bayi, balita, atau anak usia prasekolah mungkin berbeda dengan gejala pada orang dewasa dan anak-anak yang lebih tua.
Sebuah studi baru yang dilakukan oleh para peneliti di Mass General Brigham dan rekan-rekan mereka sebagai bagian dari inisiatif RECOVER meneliti gejala COVID jangka panjang yang paling umum pada anak-anak kecil.
Studi menemukan bahwa bayi dan balita (di bawah usia 2 tahun) lebih mungkin mengalami kesulitan tidur, rewel, nafsu makan buruk, hidung tersumbat, dan batuk. Anak-anak usia prasekolah (3 hingga 5 tahun) lebih mungkin mengalami batuk kering dan kelelahan di siang hari/energi rendah, menurut temuan yang dipublikasikan di JAMA Pediatrics.
“Studi ini penting karena menunjukkan bahwa gejala COVID jangka panjang pada anak kecil berbeda dengan gejala pada anak yang lebih besar dan orang dewasa,” kata salah satu penulis pertama Tanayott (Tony) Thaweethai, Ph.D., direktur asosiasi Penelitian dan Keterlibatan Biostatistik di Rumah Sakit Umum Massachusetts (MGH), anggota pendiri sistem perawatan kesehatan Mass General Brigham.
Dia menambahkan, anak-anak dengan gejala-gejala ini sering kali memiliki kesehatan yang lebih buruk secara keseluruhan, kualitas hidup yang lebih rendah, dan keterlambatan perkembangan.
Studi baru ini merupakan publikasi terbaru dari inisiatif Researching COVID to Enhance Recovery (RECOVER), yang berupaya untuk mengeksplorasi efek COVID jangka panjang pada semua usia.
Makalah ini didasarkan pada studi yang diterbitkan sebelumnya yang meneliti gejala COVID jangka panjang pada anak usia sekolah (usia 6 hingga 11 tahun) dan remaja (usia 12 hingga 17 tahun).
Dalam studi baru ini, Thaweethaim asisten profesor di Sekolah Kedokteran Harvard, dan rekan peneliti RECOVER berfokus pada kelompok usia yang lebih muda, bayi dan balita, serta anak usia prasekolah.

Penelitian melibatkan 472 bayi/balita dan 539 anak usia prasekolah, beberapa di antaranya pernah menderita COVID dan beberapa tidak. Anak-anak tersebut didaftarkan antara Maret 2022 hingga Juli 2024 dari lebih dari 30 tempat perawatan kesehatan dan komunitas di AS.
Peneliti mengamati berbagai gejala yang dilaporkan oleh pengasuh yang berlangsung setidaknya 90 hari setelah infeksi COVID untuk kedua kelompok usia, yakni 41 gejala pada kelompok bayi/balita dan 75 gejala di antara anak-anak usia prasekolah.
Selanjutnya peneliti membandingkan anak-anak yang sebelumnya tidak terinfeksi dengan mereka yang memiliki riwayat COVID untuk melihat gejala mana yang bertahan.
Di antara anak-anak yang sebelumnya terinfeksi, 40 dari 278 bayi/balita (14%) dan 61 dari 399 anak usia prasekolah (15%) diklasifikasikan sebagai kemungkinan menderita COVID jangka panjang.
“Kami menemukan pola yang dapat dibedakan untuk kedua kelompok usia anak kecil, termasuk gejala yang berbeda dari apa yang kita lihat pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa,” kata rekan penulis senior Andrea Foulkes, ScD, direktur Biostatistik di MGH, profesor di Departemen Kedokteran di Harvard Medical School, dan profesor di Departemen Biostatistik di Harvard T.H. Chan School of Public Health.
Alat dari penelitian ini dapat digunakan dalam penelitian mendatang untuk lebih memahami COVID panjang pada anak kecil dan mengembangkan cara untuk merawat mereka.
Penulis mencatat bahwa gejala yang dilaporkan dalam makalah tersebut telah diidentifikasi untuk tujuan penelitian, bukan untuk membuat diagnosis klinis dan bahwa pengasuh harus berbicara dengan dokter anak jika mereka khawatir tentang gejala long COVID.
Perlu diingat, penelitian bergantung pada data survei, yang dapat dipengaruhi oleh bias ingatan dan mungkin sulit untuk dilaporkan secara akurat untuk anak-anak yang terlalu muda guna mengungkapkan gejala dan konfirmasi infeksi antibodi mungkin tidak lengkap. (BS)