Berandasehat.id – Gula telah lama menjadi fokus utama dalam pola makan karena kaitannya dengan kondisi seperti obesitas, diabetes, dan penyakit jantung. Namun, dampak gula terhadap kesehatan usus semakin mendapat perhatian. Penelitian mengungkap bagaimana konsumsi gula berlebih dapat mengganggu keseimbangan mikrobiota usus dan berkontribusi terhadap berbagai masalah gastrointestinal dan sistemik.

Mikrobiota usus adalah komunitas kompleks dari triliunan mikroorganisme yang tinggal di saluran pencernaan. Mikroba ini memainkan peran penting dalam pencernaan, fungsi kekebalan tubuh, dan produksi vitamin dan neurotransmiter tertentu.

Mikrobiota yang seimbang dan beragam merupakan landasan kesehatan yang baik, tetapi keseimbangan ini dapat terganggu oleh berbagai faktor, termasuk pola makan.

Konsumsi gula berlebih merupakan salah satu faktor yang memiliki dampak negatif terhadap kesehatan usus. Pola makan tinggi gula dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri dan jamur berbahaya, sekaligus mengurangi populasi bakteri yang bermanfaat.

Ketidakseimbangan ini, yang dikenal sebagai disbiosis, telah dikaitkan dengan berbagai gangguan gastrointestinal, termasuk sindrom iritasi usus besar (IBS), penyakit radang usus (IBD), dan sindrom usus bocor, demikian menurut Centre for Gastrointestinal Health.

Gula dan peradangan

Salah satu efek paling signifikan dari asupan gula yang tinggi adalah perannya dalam memicu peradangan. Ketika konsumsi gula meningkat, hal itu dapat merangsang pertumbuhan mikroba usus pro-peradangan yang melepaskan endotoksin yang merusak lapisan usus. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas usus, suatu kondisi yang umumnya disebut sebagai ‘usus bocor’.

‘Usus bocor’ memungkinkan racun dan partikel makanan yang tidak tercerna memasuki aliran darah, memicu peradangan sistemik dan berpotensi berkontribusi pada kondisi kronis seperti penyakit autoimun dan sindrom metabolik.

Ilustrasi berbagai jenis gula (dok. ist)

Selain itu, pola makan tinggi gula dapat memperburuk kondisi gastrointestinal yang ada seperti penyakit Crohn dan kolitis ulseratif.

Peran pemanis buatan

Dalam upaya mengurangi asupan gula, banyak orang beralih ke pemanis buatan sebagai alternatif. Namun, pengganti gula ini mungkin juga memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan bagi kesehatan usus.

Pemanis buatan tertentu, seperti aspartam dan sukralosa, dapat mengubah komposisi mikrobiota usus dan mengganggu toleransi glukosa, yang berpotensi menyebabkan masalah metabolisme.

Meskipun diperlukan lebih banyak penelitian, kehati-hatian diperlukan saat menggunakan pemanis buatan sebagai pengganti gula jangka panjang.

Strategi untuk melindungi kesehatan usus

Untuk mengurangi dampak negatif gula pada kesehatan usus, pertimbangkan strategi berikut:

1. Fokus pada makanan utuh

Libatkan pola makan kaya buah-buahan, sayuran, biji-bijian utuh, dan makanan fermentasi seperti yogurt dan kefir untuk mendukung bakteri usus yang bermanfaat.

2. Batasi gula tambahan

Usahakan mematuhi rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu konsumsi tidak lebih dari 25 gram gula tambahan per hari untuk kesehatan yang optimal.

3. Baca label kemasan

Waspadai gula tersembunyi dalam makanan dan minuman olahan.

4. Tetap terhidrasi

Hidrasi yang cukup mendukung pencernaan dan membantu menjaga lapisan usus yang sehat.

Meskipun gula merupakan bagian yang umum dalam pola makan modern, dampaknya terhadap kesehatan usus tidak boleh diabaikan. Dengan mengurangi asupan gula dan memprioritaskan pola makan yang ramah usus, setiap orang dapat mendukung mikrobiota yang seimbang dan mengurangi risiko peradangan dan gangguan gastrointestinal/saluran cerna. (BS)