Berandasehat.id – Selama pandemi COVID-19, infeksi parah yang memerlukan rawat inap sering kali disertai dengan penurunan fungsi ginjal.
Sebuah studi baru yang melibatkan lebih dari 13 juta orang di Inggris tidak menemukan bukti yang menunjukkan bahwa infeksi COVID-19 ringan dapat menyebabkan kerusakan ginjal jangka panjang.
Namun, pasien yang dirawat di rumah sakit dengan infeksi COVID-19 yang parah berisiko tinggi mengalami kerusakan ginjal jangka panjang, menurut analisis tersebut.
Sementara studi penelitian terus mendukung hubungan ini, hingga saat ini masih belum jelas apakah infeksi COVID-19 yang lebih ringan, yang tidak memerlukan perawatan di rumah sakit, juga dapat memengaruhi fungsi ginjal dalam jangka panjang.
Studi baru yang dipimpin oleh para peneliti di London School of Hygiene & Tropical Medicine (LSHTM) sebagai bagian dari kolaborasi OpenSAFELY dengan Universitas Oxford, menganalisis data kesehatan elektronik dari lebih dari 13 juta catatan dokter umum dan rumah sakit di Inggris antara 1 Februari 2020 hingga 31 Desember 2022.
Platform OpenSAFELY bertindak sebagai gerbang antara catatan pasien elektronik dan penelitian medis yang penting.
Dikembangkan selama pandemi COVID-19, platform ini memungkinkan informasi dari catatan dokter umum dianonimkan, dikelompokkan dengan sumber data lain seperti catatan rumah sakit, dan digunakan dalam studi ilmiah, tanpa peneliti memiliki akses langsung ke catatan atau informasi yang dapat diidentifikasi.

Dari data yang dianalisis dalam penelitian ini, lebih dari 3,5 juta orang tercatat pernah terinfeksi COVID-19 dan 10 juta orang tidak memiliki catatan infeksi.
Catatan dari orang-orang yang sudah menjalani dialisis, perawatan yang digunakan untuk menyaring darah ketika ginjal pasien tidak dapat melakukannya, atau yang menjalani transplantasi ginjal, tidak dimasukkan dalam sampel.
Selama periode penelitian, orang yang memerlukan rawat inap karena COVID-19 memiliki risiko gagal ginjal tujuh kali lebih besar daripada orang tanpa COVID-19.
Risiko ini paling tinggi di antara mereka yang memerlukan perawatan intensif dan pada orang yang tercatat mengalami cedera ginjal akut selama sakit.
Di antara orang-orang dengan COVID-19 yang tidak cukup parah hingga memerlukan rawat inap, tidak ada peningkatan risiko gagal ginjal.
Dr. Viyaasan Mahalingasivam, peneliti di LSHTM dan dokter spesialis ginjal di Barts Health NHS Trust, dan penulis utama studi, mengatakan, “Studi kami adalah yang terbesar dari jenisnya yang mengamati efek jangka panjang infeksi COVID-19 pada ginjal kita.”
“Selama puncak pandemi, kami kewalahan oleh banyaknya pasien yang sakit dengan COVID-19 yang membutuhkan dialisis untuk cedera ginjal yang parah. Karena itu, ada kekhawatiran bahwa penyakit COVID-19 yang lebih ringan dapat menyebabkan kerusakan ginjal yang lebih bertahap dalam jangka panjang,” lanjut Viyaasan.
“Sangat melegakan bahwa kami tidak menemukan bukti yang menunjukkan bahwa infeksi COVID-19 ringan menyebabkan kerusakan jangka panjang pada fungsi ginjal. Namun, kita tidak dapat mengabaikan bahwa mereka yang mengalami penyakit parah dengan COVID-19 dan berakhir di rumah sakit memang memiliki risiko tinggi gagal ginjal atau fungsi ginjal yang memburuk,” imbuhnya.
Penelitian terbaru itu didasarkan pada penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa komplikasi ginjal mungkin menjadi masalah yang lebih besar setelah COVID-19 dibandingkan jenis infeksi lainnya.
Namun, peneliti tidak dapat mengatakan apakah mekanisme utama di balik ini adalah virus COVID-19 yang menyerang ginjal secara langsung atau apakah itu merupakan konsekuensi dari respons peradangan tubuh terhadap infeksi yang parah.
Penelitian tersebut juga menemukan bahwa peningkatan risiko kerusakan ginjal pada pasien yang dirawat di rumah sakit karena infeksi COVID-19 berbeda di antara berbagai suku bangsa dan paling tinggi terjadi pada kelompok suku kulit hitam.
Dr. Laurie Tomlinson, Profesor Epidemiologi Klinis di LSHTM dan penulis senior penelitian tersebut, mengatakan hasil penelitian menunjukkan bahwa mengalami infeksi COVID-19 ringan tidak meningkatkan risiko mengalami kerusakan ginjal jangka panjang, dan hal itu sangat meyakinkan bagi pasien yang sudah menderita penyakit ginjal.
“Namun, masih ada sejumlah besar orang yang dirawat di rumah sakit karena infeksi COVID-19, yang kemudian mengalami gagal ginjal dan penting bagi kami untuk mencoba menetapkan cara meminimalkan hal ini di masa mendatang,” tuturnya.
Semua temuan itu mendukung seruan yang semakin meningkat untuk lebih banyak penelitian tentang kesenjangan kesehatan dan apa yang dapat menyebabkannya, seperti keterlambatan akses ke perawatan, perbedaan kerentanan terhadap infeksi, dan determinan struktural dan sosial kesehatan yang lebih luas.
Para penulis mengatakan bahwa penyedia layanan kesehatan harus memprioritaskan intervensi yang meminimalkan kemungkinan kelompok berisiko memerlukan rawat inap. Termasuk dalam hal ini memastikan vaksinasi dapat diakses oleh pasien yang paling rentan terhadap penyakit parah.
Mereka mengatakan bahwa pasien yang dipulangkan dari rumah sakit setelah dirawat karena infeksi COVID-19 juga harus dipantau dengan cermat, demikian menurut studi yang dipublikasikan di The Lancet Regional Health—Europe. (BS)