Berandasehat.id – Keringat berlebih hingga kerap menetes membuat risih. Meskipun tidak berbahaya, situasi ini bisa membuat tidak percaya diri. Itulah hiperhidrosis, bisa terjadi di ketiak atau telapak tangan.
Produksi keringat berlebih (hiperhidrosis) dibedakan menjadi dua, yakni hiperhidrosis primer dan sekunder. “Hiperhidrosis primer disebabkan saraf simpatik ‘lebay’ sehingga menghasilkan keringat berlebih namun tidak ada penyakit penyerta. Hiperhidrosis sekunder disebabkan penyakit penyerta, misalnya ada gangguan metabolik. Konsumsi obat-obatan jenis narkotika dalam jangka panjang juga bisa memicu keringat berlebih,” ujar dr. Ermono Superaya, Sp. B.T.K.V, FIATCVS, Dokter spesialis bedah toraks, kardiak, dan vaskular RS Pondok Indah dalam temu media di Jakarta, baru-baru ini.
Hiperhidrosis tidak berbahaya, namun memiliki dampak psikologis mengganggu penderita. “Bisa mengganggu kualitas hidup. Mau salaman saja sungkan karena tangannya basah seperti habis dari kamar mandi kalau hiperhidrosis di tangan. Atau ketiak terus berkeringat, bisa memicu bau badan,” ujar dr. Ermono.

Untuk mengatasi hiperhidrosis umumnya dokter meresepkan obat-obatan untuk mengurangi produksi keringat. Bila obat-obatan tak mempan, suntikan Botox juga dapat dilakukan dengan memblokir saraf yang merangsang kelenjar keringat, mengurangi keringat berlebih untuk sementara waktu.
Mungkin belum banyak yang tahu bahwa prosedur bedah non invasif VATS (Video-Assisted Thoracoscopic Surgery) juga bisa mengatasi hiperhidrosis di area ketiak. Prosedur VATS lebih minim risiko dibandingkan dengan bedah torakotomi terbuka.
“Selain digunakan untuk menangani berbagai masalah di rongga dada, termasuk penyakit paru-paru dan pleura, VATS juga dapat diterapkan untuk mengatasi hiperhidrosis di area ketiak,” ujar dr. Ermono.
Menggunakan kamera kecil dan alat bedah khusus, VATS memungkinkan dokter untuk melihat organ dalam dada secara detail dan melakukan tindakan medis dengan sayatan yang lebih kecil dibandingkan operasi terbuka.
Operasi VATS dilakukan dengan satu sayatan kecil, sekitar 4–5 cm, atau beberapa sayatan kecil berukuran kurang lebih 2 cm. Prosedur ini menggunakan kamera yang dimasukkan ke dalam rongga dada, yang berfungsi untuk membantu dokter dalam melakukan operasi. Gambar dari kamera tersebut ditayangkan secara real-time ke monitor, kemudian dokter akan melakukan operasi tanpa harus membuka dada secara lebar.
Untuk bisa melakukan prosedur VATS, dokter bedah tetap harus menguasai prosedur operasi konvensional (bedah terbuka), baru mengikuti pelatihan lagi (dengan VATS), menurut dr. Ermono.
Selain mengatasi hiperhidrosis di area ketiak, VATS dapat dijalankan untuk kasus biopsi di organ di area dada, mengangkat sebagian atau seluruh paru yang terkena kanker/tumor atau penyakit lain, termasuk mengeluarkan cairan berlebih dari rongga pleura.
Tak semua bisa ditangani dengan VATS
Namun demikian VATS tak berlaku untuk semua orang. “VATS belum bisa dilakukan pada bayi karena rongga dada kecil dan sela iga sempit,” ujar dr. Ermono.
VATS baru bisa dilakukan pada anak dengan berat minimal 35 kg ketika tulang dada telah berkembang. “Namun itu juga tergantung kondisi si anak, apakah memang memungkinkan dilakukan VATS,” terangnya.

VATS juga tidak bisa dilakukan untuk kasus emergensi live saving survery. “Pasien yang kecelakaan di IGD misalnya, harus dilakukan tindakan buka dada untuk menyelamatkan nyawa,” ujar dr. Ermono.
Selain itu, untuk kasus tumor di rongga dada dengan ukuran di atas 7 cm juga tidak bisa dilakukan VATS. “Karena sayatan pada VATS kan kecil, tidak bisa untuk mengambil tumor di atas 7 cm,” tuturnya.
Prosedur VATS cenderung disukai karena bedah minimal tanpa sayatan besar, pemulihan lebih cepat, minim rasa nyeri serta minim komplikasi laten. “Sejauh ini berdasar puluhan kasus yang saya tangani setiap tahun, tidak ada pasien yang datang dengan komplikasi pasca VATS,” tandas dr. Ermono yang menangani VATS 50 kasus dalam setahun.
Kabar baiknya, prosedur VATS juga ditanggung BPJS Kesehatan. (BS)