Berandasehat.id – Tuberkulosis (TB) masih menjadi tantangan besar dalam sistem kesehatan masyarakat terutama pada kelompok rentan seperti anak-anak.
Berdasarkan Global TB Report 2024, Indonesia menempati posisi kedua tertinggi kasus TB di dunia dengan sekitar 1,09 juta kasus dan 125 ribu kematian akibat TB setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut, sekitar 135 ribu kasus terjadi pada anak usia 0–14 tahun.
Anak-anak termasuk kelompok paling rentan karena sistem imunitas yang belum berkembang sempurna, terutama jika mengalami malnutrisi.
Isu TB pada anak menjadi perhatian khusus dalam kegiatan Seminar dan Lokakarya (Semiloka) Nasional ke-5 yang dihelat Akselerasi Puskesmas Indonesia (APKESMI) di Balikpapan, Kalimantan Timur, sebagai forum strategis untuk memperkuat peran Puskesmas dalam mewujudkan transformasi layanan kesehatan primer di Indonesia.
Anak dengan TB, terutama yang mengalami malnutrisi membutuhkan asupan gizi yang seimbang, padat energi dan kaya protein untuk membantu memperbaiki jaringan tubuh dan memperkuat sistem imun serta memulihkan kondisi malnutrisinya, menurut dr. Titis Prawitasari, Sp.A(K).

Dokter spesialis anak itu menekankan bahwa pemenuhan gizi makro dan mikro juga menjadi kunci penting untuk mempercepat proses pemulihan dan menjaga daya tahan tubuh anak.
“Jika nafsu makan anak sangat rendah atau berat badan tidak kunjung naik atau kondisi malnutrisi yang tidak semakin membaik, segera dikonsultasikan ke dokter spesialis anak untuk dilakukan evaluasi penyebab dan komorbiditas. Juga pertimbangkan pemberian pangan olahan kebutuhan medis khusus (PKMK) dengan nutrisi lengkap dan kalori yang lebih tinggi, sebagai salah satu upaya untuk membantu pemenuhan gizi hariannya dan mengatasi masalah nutrisi,” ujar dr. Titis.
Selain itu, pemantauan pertumbuhan serta menjaga pola makan bergizi seimbang harus juga harus dilakukan.
Tenaga kesehatan dan fasilitas layanan kesehatan terdekat dapat membantu melakukan pemantauan dan edukasi yang diperlukan. “Orang tua memiliki peran penting dalam memastikan pengobatan TB dijalani secara rutin dan sesuai anjuran dokter, termasuk asupan makanan yang tepat,” jelas dokter spesialis anak tersebut.
Kolaborasi lintas sektor
Sementara itu, Ketua Umum APKESMI Kusnadi menyampaikan bahwa Semiloka Nasional APKESMI ke-5 bertujuan memperkuat kolaborasi lintas sektor dalam menghadapi berbagai tantangan kesehatan, terutama di layanan primer.
“Forum ini menjadi wadah berbagi pengetahuan, pengalaman, dan solusi nyata guna meningkatkan kualitas layanan Puskesmas di seluruh Indonesia,” sebut Kusnadi seraya menambahkan bahwa penguatan layanan primer sangat penting, termasuk dalam penanganan penyakit menular seperti tuberkulosis yang masih menjadi tantangan besar di masyarakat.
Tak dimungkiri, saat ini masih banyak tantangan di lapangan terkait penanganan TB, seperti rendahnya kesadaran untuk memeriksakan diri saat bergejala, serta ketidakkonsistenan dalam menjalani pengobatan yang berlangsung hingga enam bulan.
“Karena itu, APKESMI mendorong Puskesmas untuk tak hanya berperan dalam pengobatan, tetapi juga aktif dalam edukasi, penyuluhan, serta membentuk komunitas penyintas TB yang bisa memberi motivasi,” tandas Kusnadi.

Saat ini, Puskesmas juga telah dilengkapi alat Tes Cepat Molekuler (TCM) untuk deteksi TB, dan distribusi paket pengobatan pun sudah berjalan baik.
Selain penguatan layanan primer, penanganan TB pada anak juga perlu disertai intervensi gizi yang tepat.
TB juga bisa berdampak pada tumbuh kembang dan fungsi kognitif anak. Jika tidak ditangani sejak awal, kondisi ini dapat memperburuk infeksi, menghambat proses pengobatan dan menyebabkan malnutrisi seperti stunting, hingga berisiko menurunkan kualitas hidup.
Dengan pengobatan yang tepat dan pemenuhan gizi seimbang atau intervensi gizi yang tepat, anak dengan TB memiliki peluang besar untuk pulih dan tumbuh optimal. (BS)