Berandasehat.id – Stres ekstrem dapat menyebabkan perubahan jangka panjang pada otak. Kabar buruknya, hal ini dapat membuat beberapa orang lebih rentan terhadap kecanduan, demikian kesimpulan sebuah studi dari University of Mississippi.

Ilmu pengetahuan telah lama mengaitkan stres dengan risiko penyalahgunaan zat, tetapi studi Ole Miss mungkin telah menemukan alasan untuk hubungan tersebut.

Alberto Del Arco Gonzalez, profesor madya kesehatan, ilmu olahraga, dan manajemen rekreasi, dan Yixin Chen, ketua dan profesor ilmu komputer dan informasi, menerbitkan hasil studi mereka di jurnal eNeuro.

Wawasan studi ini dapat menjelaskan mengapa beberapa orang lebih rentan terhadap gangguan penggunaan zat dan mengarah pada pencegahan yang lebih baik atau pengobatan yang lebih terarah.

“Setelah mengalami stres berulang, ada sesuatu yang berubah di otak,” kata Del Arco. “Stres adalah respons fisiologis. Kita seharusnya stres dari waktu ke waktu dan kemudian pulih darinya.

Del Arco menyebut, stres berulang dan intens semacam ini menghasilkan efek yang mungkin bertahan lama. “Inilah yang penting, karena ini bisa menjadi awal transisi dari otak yang sehat ke otak yang mengalami kecanduan, gangguan penggunaan zat, atau gangguan kejiwaan lainnya,” ujarnya dikutip MedicalXpress.

Dalam studinya, tim peneliti menggunakan model hewan untuk mempelajari dua bagian otak: korteks prefrontal, yang dikenal sebagai pusat pengambilan keputusan, dan area tegmental ventral, yang memengaruhi motivasi dan dorongan untuk mencari imbalan.

Setelah serangkaian peristiwa yang menegangkan, aktivitas di korteks prefrontal menurun, yang berpotensi membuat otak kurang mampu membuat keputusan yang tepat.

Pada saat yang sama, aktivitas di area tegmental ventral meningkat, menyebabkan lonjakan keinginan untuk mendapatkan imbalan.

Singkatnya, stres dapat membuat perilaku berisiko seperti penyalahgunaan zat lebih menggoda dan lebih sulit untuk ditolak.

“Idenya adalah bahwa proses-proses ini membuat Anda lebih rentan terhadap peningkatan penggunaan zat,” jelas Del Arco.

Stres menurunkan persentase orang yang dapat begitu saja meninggalkan narkoba dan meningkatkan risiko mengembangkan gangguan penggunaan zat.

Proyek ini mengharuskan Del Arco untuk menguraikan sejumlah besar data. Selama setahun, Chen mengawasi tim mahasiswa S1 yang mengembangkan dan menguji algoritma pembelajaran mesin untuk melakukan hal tersebut.

Melibatkan mahasiswa jurusan ilmu komputer dan ilmu data menawarkan cara bagi para peneliti untuk membuat program pembelajaran mesin khusus untuk studi mereka sekaligus memberikan mahasiswa aplikasi dunia nyata dari apa yang mereka pelajari di kelas. “Ini benar-benar situasi yang saling menguntungkan,” ujar Chen.

“Mahasiswa kami mencari masalah dunia nyata, dan proyek ini memberi mereka kesempatan itu sekaligus mendukung penelitian ilmiah yang penting,” imbuhnya.

Tim tersebut mempelajari perubahan jangka panjang dan jangka pendek di kedua area otak tersebut. Aktivitas di korteks prefrontal dapat tetap berkurang setidaknya selama dua minggu, yang berarti proses pengambilan keputusan dapat tetap terganggu untuk waktu yang lama.

Sebaliknya, aktivitas di area tegmental ventral justru turun di bawah normal dalam beberapa minggu setelah stresor berulang, menunjukkan apa yang disebut Del Arco sebagai ‘defisit imbalan.’

“Defisit ini dapat dikaitkan dengan gagasan bahwa imbalan yang sama tidak lagi cukup untuk memuaskan keinginan,” katanya. “Ini dapat membuat seseorang lebih rentan terhadap peningkatan penyalahgunaan zat karena mereka tidak lagi mendapatkan imbalannya.”

Respons awal dari kedua area di otak dan dampak stres jangka panjang dapat berkontribusi pada perkembangan gangguan penggunaan zat.

Del Arco menambahkan, telah diketahui bahwa stres berhubungan dengan risiko lebih tinggi terkena gangguan penggunaan zat, tetapi tidak diketahui bagaimana hal itu terjadi. “Data ini menjelaskan bagaimana hal itu terjadi dengan melihat respons neuronal terhadap isyarat imbalan setelah stres,” bebernya.

Mengetahui lebih banyak tentang biologi kerentanan, dalam hal ini kerentanan yang dipicu oleh stres, dapat membantu kita tidak hanya mencegah kecanduan tetapi juga menanganinya dengan lebih baik. (BS)