Berandasehat.id – Stroke menjadi penyebab kematian utama di dunia, juga di Infonesia, sekain serangan jantung dan kanker. Survei Kesehatan Indonesia 2023 menyebut prevalensi stroke mencapai 8,3 per 1.000 penduduk, berkontribusi sebesar 11,2% terhadap total kecacatan dan 18,5% terhadap total kematian.

Stroke merupakan kondisi darurat medis yang terjadi ketika suplai darah ke otak terputus atau berkurang, baik karena penyumbatan (iskemik) atau pecahnya pembuluh darah (hemoragik)

Saat sel-sel otak tidak mendapatkan  oksigen dan nutrisi yang cukup, organ penting inu mulai mati dalam hitungan menit, yang bisa mengakibatkan kerusakan otak permanen, kecacatan jangka panjang,  bahkan kematian. 

Ada sejumlah faktor pemicu stroke, di antaranya tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, diabetes, obesitas, kurangnya aktivitas fisik, serta merokok.

Salah satu jenis gangguan irama jantung, yakni fibrilasi atrium (afib), menjadi salah satu kondisi yang bisa memicu stroke.

Dr. Zicky Yombana Babeheer, SpN, neurolog dari RS Brawijaya Saharjo dan Mayapada Kuningan (dok. Berandasehat.id)

Menurut dr. Zicky Yombana Babeheer, SpN, neurolog dari RS Brawijaya Saharjo dan Mayapada Kuningan, fibrilasi atrium/atrial fibrilasi adalah salah satu gangguan jantung yang sering tidak disadari karena gejalanya bisa ringan atau bahkan tidak terasa sama sekali. “Kondisi ini dapat meningkatkan risiko stroke hingga lima kali lipat,” ujarnya di acara temu media yang dihelat Omron HealthCare Indonesia di Jakarta, Rabu (22/10).

Fibrilasi atrium merupakan gangguan irama jantung yang tidak teratur dan cepat, yang meningkatkan risiko stroke hingga lima kali lipat karena dapat menyebabkan pembentukan gumpalan darah di jantung.

Gumpalan darah ini, jika terlepas, dapat menyumbat pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke iskemik.

Stroke akibat fibrilasi atrium sering kali merupakan gejala pertama yang muncul, meskipun gejalanya tidak selalu terasa. 

Untuk mencegah agar fibrilasi atrium tidak berlanjut menjadi stroke, dr. Zicky menekankan pentingnya melakukan pemantauan tekanan darah secara rutin.

“Masyarakat dapat mendeteksi perubahan tekanan atau irama jantung lebih awal, sehingga penanganan dapat dilakukan sebelum terjadi komplikasi serius,” ujarnya.

Hubungan aneurisma dan stroke

Selain gangguan irama jantung, kondisi lain yang bisa memicu stroke adalah aneurisma. Asep Aji Fatahilah, pendiri Komunitas KDS Penyintas Stroke termasuk penyintas stroke akibat aneurisma. “Saya kena stroke di usia 19 tahun. Saat itu, saya merasa sehat dan tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi. Dokter bilang saya kena stroke akibat aneurisma,” ujarnya di kesempatan sama.

Karena tak menimbulkan gejala, Asep tak melakukan skrining. Hingga suatu ketika seorang teman memeriksa tekanan darahnya dan hasilnya menunjukkan angka yang sangat tinggi, lebih dari 200.

“Saat itu saya menganggapnya sepele, dan tak lama kemudian, serangan stroke pertama pun datang. Peristiwa itu menjadi titik balik dalam hidup saya,” tutur Asep.

Aneurisma adalah tonjolan atau pelebaran pada dinding pembuluh darah akibat melemahnya dinding tersebut. Kondisi ini bisa terjadi di pembuluh darah mana pun, tetapi lebih sering di arteri seperti pada aneurisma aorta atau aneurisma otak.

Terkait kaitan aneurisma dengan stroke, dr. Zicky menerangkan bahwa aneurisma yang pecah merupakan salah satu penyebab stroke, yaitu stroke pendarahan (hemoragik).

Saat aneurisma pecah, darah akan mengalir ke dalam otak dan merusak jaringan di sekitarnya, menyebabkan gejala stroke.

Penyebab aneurisma adalah kelemahan pada dinding pembuluh darah, yang bisa dipicu oleh kombinasi berbagai faktor seperti tekanan darah tinggi, aterosklerosis (pengerasan arteri), merokok, riwayat keluarga, dan kelainan genetik.

Selain itu, aneurisma juga terkait dengan usia lanjut, diabetes, dan cedera pada pembuluh darah.

“Aneurisme itu ibarat bom waktu. Kalau pembuluh darah yang menonjol ini terus menerus ‘digempur’ dengan aliran darah makin lama akan membesar. Dinding pembuluh darah yang tipis ini kian membesar seperti balon. Seiring waktu bisa meletus. Pemicunya nggak harus angkat beban, angkat galon sedikit saja bisa pecah,” ujarnya.

Sayangnya sejauh ini tidak ada cara untuk mencegah aneurisma  “Lebih baik cek. Meskipun tak bisa dicegah namun aneurisma bisa dicegah agar jangan sampai pecah, antara lain disumpal (endovascular coiling) agar tidak ada darah yang masuk, atau dijepit (microvascular clipping) agar darah tidak masuk lagi ke sana,” terang dr. Zicky.

Deteksi dini fibrilasi atrium di rumah

Studi Verdecchia et al. (2018) dalam Circulation Research menegaskan bahwa hipertensi merupakan faktor risiko kuat untuk terjadinya fibrilasi atrium, dan bahwa pengendalian tekanan darah secara intensif, terutama di bawah 120 mmHg, dapat mengurangi risiko munculnya afib secara signifikan.

Sementara itu, studi Framingham oleh Wolf et al. (1991) membuktikan bahwa fibrilasi atrium merupakan faktor risiko independen terhadap stroke, bahkan pada pasien tanpa penyakit jantung rematik.

Sebagai bentuk komitmen terhadap pencegahan stroke, OMRON menghadirkan HEM-7383T1, tensimeter digital terbaru yang dilengkapi teknologi IntelliSense™ AFib.

Teknologi canggih ini akan menganalisis pola gelombang tekanan nadi dengan akurasi tinggi untuk mendeteksi kemungkinan AFib sejak dini hanya dengan satu klik.

Tomoaki Watanabe, Director OMRON Healthcare Indonesia (kedua dari kanan, memegang mic) menjelaskan komitmen OMRON dalam meminimalkan risiko stroke di Indonesia (dok. Berandasehat.id)

Ditenagai oleh kecerdasan buatan dan basis data ribuan rekaman tekanan darah serta detak jantung, perangkat ini membantu pengguna mengenali potensi risiko stroke sebelum gejala muncul.

HEM-7383T1 juga dilengkapi dengan manset IntelliWrap™ yang memastikan hasil pengukuran akurat dari segala posisi lengan, memori untuk dua pengguna, layar besar yang mudah dibaca, serta konektivitas Bluetooth® ke aplikasi OMRON connect untuk pelacakan data tekanan darah secara digital.

Dengan fitur-fitur ini, pengguna dapat memantau tekanan darah dan kondisi jantung secara konsisten, baik untuk kebutuhan pribadi maupun pemantauan bersama tenaga medis.

“Melalui inovasi berbasis teknologi dan edukasi berkelanjutan, kami berkomitmen membantu masyarakat memantau tekanan darah dan mendeteksi potensi gangguan irama jantung seperti afib dengan lebih mudah dan akurat,” ujar Tomoaki Watanabe, Director OMRON Healthcare Indonesia. “Harapan kami sederhana, agar semakin banyak keluarga di Indonesia dapat terhindar dari risiko stroke.” (BS)