Berandasehat.id – Stroke merupakan masalah kesehatan serius di seluruh negara terutama di negara berkembang, termasuk Indonesia. Stroke menjadi penyakit yang mengancam jiwa karena apabila terjadi serangan setiap menit sebanyak 1,9 juta sel otak dapat mati.
Penyakit pembuluh darah ini merupakan penyebab utama disabilitas (kecacatan) dan kematian nomor dua di dunia. Di Indonesia, stroke menjadi penyebab utama kecacatan dan kematian, yakni sebesar 11,2% dari total kecacatan dan 18,5% dari total kematian.
“Kesadaran terhadap bahaya stroke masih harus ditingkatkan, dan World Stroke Day menjadi momentum yang tepat untuk terus memantik kesadaran dan kepedulian semua pihak, termasuk masyarakat, dalam menanggulangi penyakit penyebab kecacatan dan kematian tertinggi serta menyedot biaya besar,” ujar Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Neurologi Indonesia (Perdosni), Dr. dr. Dodik Tugasworo, Sp.N(K) di acara puncak peringatan World Stroke Day 2025 tingkat nasional di Kupang, NTT, yang berlangsung 13-16 November 2025.
Kupang terpilih sebagai tuan rumah peringatan World Stroke Day 2025, menurut Dr. Dodik, hal ini menjadi momentum penting untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap stroke, khususnya di wilayah Indonesia Timur.
“Peringatan World Stroke Day dilakukan bergiliran oleh 31 cabang Perdosni, tujuannya untuk meningkatkan kepedulian dan kesadaran terhadap bahaya stroke. Tahun ini, puncak peringatan digelar di NTT, menjadi momentum penting memantik kepedulian terhadap penyakit stroke di wilayah Indonesia Timur,” ujarnya.

Mengusung tema ‘Menyatukan Advokasi dan Kesadaran Stroke untuk Mendorong Tindakan pada Stroke’ sebagai upaya kolaboratif di tingkat nasional untuk edukasi dan pemberdayaan masyarakat, khususnya di wilayah NTT. Tujuannya tak lain untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penyakit stroke dengan dapat mengenali gejala stroke dan melakukan penanganan segera menuju fasilitas pelayanan kesehatan.
Angka stroke di Indonesia tercatat masih tinggi. Menurut data Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023, prevalensi stroke di Indonesia mencapai 8,3 per 1.000 penduduk. Selain itu, stroke juga tercatat menjadi salah satu penyakit katastropik dengan pembiayaan tertinggi ketiga setelah penyakit jantung dan kanker, mencapai Rp5,2 triliun pada 2023.
Secara global, angka mortalitas (kematian) tahunan akibat stroke adalah sekitar 5,5 juta. Beban stroke tidak hanya terletak pada angka kematian yang tinggi, tetapi juga morbiditas (kecacatan) yang tinggi, mengakibatkan hingga 50 persen penyintas mengalami cacat kronis.
Dr. Dodik mengatakan, kecacatan bahkan kematian akibat stroke yang terus meningkat menjadi keprihatinan bersama. “Ini keprihatinan kita karena tiap tahun kasus stroke makin meningkat, dan tidak hanya menimpa kalangan usia di atas 50 tahun, melainkan juga terjadi pada usia muda dan produktif, 30 hingga 40 tahun,” tuturnya.
“Kita berupaya agar penanganan stroke bisa kita tekan semaksimal mungkin, dengan menjalin kolaborasi lintas sektor, memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya pencegahan stroke, mengenali tanda dan gejala stroke serta tindakan segera membawa pasien ke rumah sakit agar secepatnya ditangani untuk menyelamatkan nyawa,” imbuhnya.
Penangangan stroke: Time is brain
Butuh upaya bersama di tingkat nasional untuk edukasi dan pemberdayaan masyarakat, agar kecacatan dan kematian akibat stroke dapat dicegah. Waktu menjadi hal krusial dalam hal penanganan pasien stroke dengan mempertimbangkan golden period pada stroke, yakni jeda waktu sejak onset awal kejadian stroke hingga pemberian obat injeksi (trombolisis) untuk menghancurkan sumbatan pada stroke iskemik (stroke sumbatan), yakni 4,5 jam.
“Semakin singkat jeda waktu dari onset awal hingga pemberian trombolisis (kurang lebih 3 jam), efektivitas trombolisis akan semakin baik,” ujar Dr. Dodik. “Secepatnya ke RS, segerakan dispatch dan delivery. Time is brain,” urainya.
Senam stroke cegah serangan berulang
Ketua panitia dr. Yuliana Imelda Ora Adja, M. Biomed. Sp.N, menyampaikan sejumlah agenda yang dijalankan selama peringatan World Stroke Day 2025, yaitu simposium untuk tenaga kesehatan menampilkan berbagai pembicara yang mumpuni di bidangnya; lokakarya (workshop) untuk tenaga kesehatan; peluncuran Guideline Stroke Nasional, pelantikan Yayasan Stroke Indonesia Cabang Nusa Tenggara Timur; pelayanan pemeriksaan kesehatan dan faktor risiko stroke; seminar awam ‘Deteksi Dini Stroke’ dan senam pencegahan stroke.
Di kesempatan itu masyarakat juga diajak melakukan senam stroke, salah satu bentuk latihan fisik yang dapat memiliki berbagai variasi, dengan prinsip menggerakkan setiap otot dan sendi, dari leher, lengan, punggung, perut, panggul, hingga lutut dan kaki.
Beberapa variasi senam stroke juga dikembangkan bertujuan untuk melatih koordinasi tubuh yang merangsang atau menstimulasi otak. “Aktivitas fisik perlu rutin dilakukan untuk mencegah serangan stroke, baik serangan pertama ataupun serangan berulang,” lanjut dr. Yuliana.
Adapun prinsip aktivitas fisik dari rekomendasi American Heart Association/American Stroke Association (AHA/ASA 2024) untuk pencegahan stroke primer (sebelumnya tidak pernah mengalami stroke), mencakup aktivitas fisik intensitas sedang minimal 150 menit/minggu atau intensitas berat minimal 75 menit/minggu, dan hindari perilaku sedentari (kurang gerak).
Lebih lanjut dr. Yuliana menyampaikan, prinsip aktivitas fisik dari rekomendasi AHA/ASA 2021 untuk pencegahan stroke sekunder (pernah mengalami stroke sebelumnya) adalah sebagai berikut:
1. Bagi penyintas stroke yang dapat melakukan aktivitas fisik, aktivitas fisik aerobik intensitas sedang dapat dilakukan selama minimal 4 kali seminggu, 10 menit per sesi, atau aktivitas fisik aerobik intensitas berat selama minimal 2 kali seminggu, 20 menit per sesi.
2. Bagi yang tidak dapat melakukan aktivitas fisik, konsultasi tenaga kesehatan terkait untuk regimen aktivitas fisik di luar rehabilitasi rutin.
3. Hindari perilaku sedentari dengan berdiri atau aktivitas fisik ringan selama 3 menit setiap 30 menit.
Tak hanya edukasi, di acara ini Perdosni juga melakukan pemeriksaan tekanan darah, gula darah sewaktu, dan kolesterol total di ruang publik.
Peran Yastroki pada penanganan stroke
Terkait prevalensi stroke di NTT, menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), sejumlah kabupaten menunjukkan angka cukup tinggi, seperti Sikka (9%), Manggarai (8%) dan Kupang (6%), sementara akses layanan kesehatan masih terbatas, hal ini dapat menambah risiko keterlambatan penanganan dan meningkatkan angka kecacatan, bahkan kematian.
Ketua Umum Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), Dr. dr. Tugas Ratmono, Sp.N, yang hadir di acara World Stroke Day 2025 di Kupang, menyampaikan dukungan atas upaya peningkatan kepedulian terhadap stroke di wilayah Indonesia Timur, sekaligus melantik pengurus Yayasan Stroke Indonesia Cabang NTT.

Bermitra selaras dengan Perdosni, Yastroki mencermati pentingnya menyelaraskan penanganan stroke dari prehospital/komunitas hingga ke rumah sakit. “Dalam hal ini mestinya tidak ada celah/jeda dari masyarakat yang terkena stroke, agar penanganan lebih optimal,” ujar Dr. Tugas.
Dr. Tugas menyampaikan, dengan penanganan prehospital tidak terputus sampai ke RS pada pasien stroke, peluang kesembuhan besar, dan penderita cepat pulih, bisa kembali ke masyarakat. “Itulah alasan agar orang yang terkena stroke selekasnya dibawa ke RS, setidaknya dua jam sejak serangan harus sudah masuk rumah sakit. Stroke sumbatan jika dalam dua jam bisa ditangani di RS dengan membuka pembuluh darah (trombolisis), pasien bisa pulih lagi,” terangnya.
Di sisi lain, tak kalah penting adalah mencegah agar jangan sampai stroke. “Kami di Yastroki benar-benar ingin menurunkan kejadian stroke dengan pencegahan,” ujar Ketua Umum Yastroki.
Untuk itu, masyarakat perlu melakukan pola hidup CERDIK seperti yang digaungkan Kemenkes, yaitu C=Cek kesehatan secara berkala, E= Enyahkan asap rokok, R= Rajin aktivitas fisik, D= Diet sehat dengan kalori seimbang, I= Istirahat cukup dan K= Kelola stres.
“Dan selalu ingat, stroke bisa dicegah, diobati dan dipulihkan,” tandasnya. (BS)