Berandasehat.id – Penyakit Jantung Bawaan (PJB) masih menjadi masalah di Indonesia. Data menunjukkan angka kejadian PJB di Tanah Air bisa dibilang signifikan, diperkirakan sekitar 8 dari 1.000 kelahiran hidup. Sayangnya, sebagian kasus terlambat dideteksi dan ditangani sehingga menelan biaya besar.
Untuk diketahui, PJB terjadi karena kelainan struktur atau fungsi jantung yang sudah ada sejak lahir akibat gangguan perkembangan jantung saat janin di kandungan. Kondisi PJB bisa ringan atau berat, yang memengaruhi dinding, katup, atau pembuluh darah jantung. Gejala yang muncul bervariasi, antara lain bibir kebiruan, sesak napas, atau detak jantung tidak teratur.
Dokter Spesialis Jantung Subspesialis Kardiologi Pediatrik Heartology Cardiovascular Hospital, dr. Radityo Prakoso, Sp.JP(K) mengungkap PJB jenis Atrial Septal Defect (ASD) masih menjadi beban tersembunyi di Indonesia karena sering tidak terdeteksi sejak masa kanak-kanak dan baru diketahui saat pasien sudah memasuki usia produktif.
dr. Radityo menyampaikan, diperkirakan ada sekitar 50 ribu bayi dengan PJB setiap tahun, sekira 8.500 kasus merupakan ASD sekandum. “Sayangnya meskipun angkanya terbilang tinggi, namun kebanyakan pasien datang ke rumah sakit dalam kondisi terlambat,” ujarnya di acara diskusi virtual Keberhasilan Heartology dalam Melakukan Minimally Invasive Cardiac Surgery (MISC) dengan Kombinasi Tiga Tindakan Kompleks Sekaligus yang dihelat Heartology Cardiovascular Hospital, baru-baru ini.

Lebih lanjut dr. Radityo dalam paparannya menyampaikan, ASD sekandum merupakan kasus tersering kedua setelah Ventricular Septal Defect (VSD) untuk kejadian PJB. Kondisi ini sering luput dari deteksi dini karena lubang pada sekat jantung berada di area aliran darah rendah, sehingga gejala tidak muncul di awal kehidupan. “Gejalanya baru muncul pada usia 20-40 tahun dengan gejala cepat lelah, mudah sesak, atau berdebar,” tuturnya.
Pada anak-anak, keluhan bisa muncul dalam bentuk batuk berulang atau infeksi pernapasan, namun bersifat tidak spesifik sehingga sering disalahartikan. Bahkan dokter umum kerap mengira gejala tersebut sebagai asma, gangguan lambung, atau masalah kebugaran.
Mengingat gejalanya tidak jelas – bahkan tidak ada gejala pada awal-awal kehidupan – diagnosis sering tertunda hingga terjadi gangguan pada struktur jantung kanan. “Keluarga menjadi underestimate terhadap keseriusan penyakit ini,” beber dr. Radityo.
Hal lain yang turut berperan pada keterlambatan diagnosis PJB menurut dr. Radityo karena keterbatasan tenaga kesehatan terkait jantung anak. Untuk diketahui, jumlah dokter jantung anak di Indonesia hanya sekitar 120 orang.
Selain itu, jumlah pusat layanan yang mampu menangani PJB secara komprehensif masih terkonsentrasi di kota besar seperti Jakarta. Adapun wilayah terpencil juga menghadapi persoalan lain yang tak kalah menantang, misalnya transportasi dan minimnya layanan pemeriksaan ekokardiografi yang menjadi standar deteksi ASD.
Akibatnya, banyak pasien kesulitan mengakses pusat rujukan, mereka datang setelah mengalami komplikasi.
Lebih lanjut dr. Radityo menjelaskan, ASD yang tidak ditutup sejak dini dapat menimbulkan komplikasi jangka panjang, di antaranya aritimia (gangguan irama jantung), gagal jantung kanan, tekanan paru tinggi, pembesaran jantung kanan, dan kebocoran katup trikuspid, hingga penyakit pembuluh darah paru yang tidak dapat diperbaiki.
Penutupan ASD dapat dilakukan dengan dua metode, yakni tindakan bedah dan penutupan menggunakan alat melalui kateter (transkateter), lebih minim invasif/sayatan minimal. “Keduanya efektif jika dilakukan sebelum komplikasi berat terjadi,” ujar dr. Radityo seraya menekankan penutupan perlu dilakukan selekas mungkin untuk meminimalkan komplikasi.
Tangani Kebocoran Jantung dengan 3 Tindakan Kompleks
Terkait penanganan PJB, Heartology Cardiovascular Hospital menorehkan prestasi besar dalam dunia kedokteran jantung Indonesia. Untuk pertama kalinya, tim dokter Heartology berhasil melakukan Minimally Invasive Cardiac Surgery (MICS) dengan kombinasi Mitral Valve Repair (MVr), penutupan ASD dan Tricuspid Valve Repair (TVr) pada satu pasien.
Keberhasilan ini sekaligus menempatkan Heartology sebagai rumah sakit pertama di Indonesia dan ketiga di dunia yang berhasil melaksanakan tindakan kompleks tersebut dengan hasil klinis optimal.
Tindakan dilakukan pada pasien perempuan usia 38 tahun asal Purwakarta, Jawa Barat, yang datang dengan keluhan mudah lelah, jantung berdebar cepat dan sesak napas yang semakin berat.
Pasien kemudian dirujuk untuk melakukan pemeriksaan dengan dr. Radityo Prakoso, dan ditemukan adanya ASD, lubang pada sekat jantung yang menyebabkan aliran darah tidak normal antara atrium kanan dan kiri.
Saat dilakukan pemeriksaan ekokardiografi lanjutan oleh dr. Ario Soeryo Kuncoro, Sp.JP(K) ditemukan bahwa lubang pada sekat tersebut telah berukuran besar dan memengaruhi fungsi dua katup jantung, yaitu mitral dan trikuspid. Kondisi ini menandakan komplikasi lanjut akibat beban volume jangka panjang dan memerlukan tindakan bedah.
“Pada pemeriksaan ekokardiografi, terlihat bahwa kebocoran di sekat jantung ternyata sudah berdampak pada kerja katup mitral dan trikuspid. Ini membutuhkan intervensi menyeluruh, bukan hanya menutup lubang di sekat. Diagnosis yang akurat di tahap ini menjadi kunci keberhasilan keseluruhan tindakan,” jelas dr. Ario.
Dengan hasil tersebut, tim Heartology memutuskan untuk melakukan tindakan korektif komprehensif melalui pendekatan MISC, teknik bedah dengan sayatan kecil yang meminimalkan trauma jaringan, mempercepat pemulihan, dan meningkatka kenyamanan pasien.
Tindakan dilakukan oleh dr. Dicky A. Wartono, Sp.BTKV, bersama dr. Akmal A. Sembiring, Sp.BTKV, dan dr. Rynaldo P. Hutagalung, Sp.BTKV.
Operasi ini tergolong high-complexity MICS karena menggabungkan tiga prosedur mayor sekaligus perbaikan katup mitral, penutupan ASD, dan perbaikan katup trikuspid dalam satu kali tindakan minimal invasif.
Menurut laporan jurnal medis internasional, hanya dua kasus serupa di dunia yang pernah dilaporkan sebelumnya di Shanghai Chest Journal (2023) dan Journal of Medical Science and Clinical Research (2020).
Dengan demikian, Heartology Cardiovascular Hospital menjadi pusat ketiga di dunia yang berhasil mendokumentasikan tindakan konkomitan ASD closure + mitral valve repair + tricuspid valve repair via MICS, sekaligus yang pertama di Indonesia.

“Prosedur ini termasuk kategori high-complexity MICS. Kami melakukan koreksi pada tiga area vital jantung melalui ruang yang sangat terbatas, dengan hasil yang sangat memuaskan,” ujar dr. Dicky.
Tindakan kompleks itu berjalan baik. Pasien menunjukkan pemulihan klinis yang memuaskan, fungsi jantung kembali stabil dan keluhan sesak berkurang drastis dalam hitungan hari.
Hanya enam hari pascatindakan, pasien telah pulih sepenuhnya dan dapat kembali beraktivitas ringan.
Kesempatan sama, dr. Ario menekankan pentingnya deteksi dini melalui ekokardiografi karena pada kasus ASD besar yang telah melibatkan katup, keputusan tindakan bedah yang tepat waktu sangat menentukan prognosis jangka panjang.
Sementara itu, dr. Radityo menyampaikan pentingnya kolaborasi dalam penanganan tindakan kompleks pada pasien.
“Kasus ini merupakan contoh konkret bagaimana integrasi diagnosis presisi, advance imaging, dan teknik bedah modern dapat diimplementasikan secara kolaboratif di Indonesia,” tandas dr. Radityo. (BS)