Berandasehat.id – Hadirnya varian Omicron sedikit banyak telah menghadirkan kekhawatiran bagi orang tua dan anak-anak, khususnya saat aktivitas tatap muka sekolah kembali berlangsung.

“Semua orang sangat gelisah saat ini,” kata Andrea Bonior, PhD, seorang psikolog klinis berlisensi dalam praktik pribadi di Washington, DC, dan penulis Detox Your Thoughts.

Namun, menurutnya ada hal-hal yang bisa kita lakukan untuk membuatnya lebih mudah. Pertama adalah mengambil jeda. “Sangat mudah untuk menjadi reaktif dalam situasi seperti ini,” ujar Bonior.

Sebaliknya, pikirkan semua tindakan dan sadari bahwa ketidakpastian di sekitar kita membuat semua orang dalam keadaan siaga tinggi.

Ilustrasi anak remaja (dok. istimewa)

Sementara orang tua termasuk yang paling stres saat ini, namun mengelola emosi dan memberikan perhatian untuk anak-anak perlu dilakukan – khususnya saat angka kasus kembali naik akibat menyebarnya varian Omicron.

Untuk membantu orang tua membantu anak-anak mereka menjalani kehidupan di masa pandemi dan hari-hari mendatang, WebMD bertanya kepada Steven Meyers, seorang profesor dan ketua psikologi di Universitas Roosevelt di Chicago. 

Ada lima hal yang perlu dilakukan orang tua dalam mendampingi anak-anak di masa meningkatnya kasus Omicron belakangan ini:

1. Beri anak-anak informasi yang benar

Bergantung pada usia anak, sesuaikan pesan tentang gelombang Omicron yang dapat mereka mengerti. “Mengingat ketidakpastian dan informasi yang salah di luar sana, sulit bagi orang tua untuk menavigasi medan ini, jadi pikirkan betapa sulitnya bagi anak-anak,” kata Meyers.

Jaga agar pesan tetap jelas tentang pentingnya menjaga seluruh anggota keluarga tetap aman. “Misalnya, bila ada anggota keluarga yang rentan (kekebalan melemah, orang sakit/lansia), risiko itu akan terlihat berbeda dibandingkan jika keluarga masih muda dan sehat. Tingkat ancaman akan bervariasi, dan ini penting untuk diingat karena terinfeksi COVID akan memiliki dampak yang berbeda pada kehidupan orang, tergantung pada kesehatan setiap individu,” ujarnya.

2. Kejujuran perlu

Alih-alih bertindak seolah-olah tahu segalanya, jelaskan kepada anak-anak bahwa fakta tentang varian Omicron masih terus dipelajari.

“Orang tua harus menjelaskan bahwa sains selalu berubah, dan seiring kita belajar lebih banyak, rekomendasi dan keputusan juga akan berubah,” kata Meyers.

“Saat kita stres, kita cenderung mengandalkan aman versus tidak aman, benar versus salah. Tetapi kita harus terbiasa dengan gagasan bahwa di mana kita berada dalam situasi pandemi, pedomannya akan terus berubah seperti halnya penyebaran dan risikonya akan terus berganti,” imbuhnya.

3. Beritahukan arti keselamatan bagi semua orang

Jika anak-anak mengatakan mereka tidak ingin pergi ke sekolah karena risiko tertular COVID, dengarkan kekhawatirannya.

“Kemudian dengan tenang jelaskan bahwa anak yang telah divaksinasi akan memiliki kekebalan lebih baik dalam menghadapi virus corona. Katakan bahwa setiap orang dalam keluarga akan memiliki reaksi yang sangat individual terhadap situasi seperti ini. Pastikan anak-anak memahami hal itu,” ujar Meyers.

4. Perhatikan tanda-tanda peringatan kecemasan

Seperti yang diketahui orang tua, anak-anak saat ini menghadapi stres dan kecemasan yang cukup besar tentang pandemi dan lelah selama 2 tahun ini.

“Terutama di kalangan remaja, beberapa akan menyimpan ketakutan untuk diri sendiri, sementara yang lain akan meluapkan di media sosial. Mereka mungkin juga akan mengeluh sakit kepala, sakit perut, atau sulit tidur,” beber Meyers. “Kunci bagi orang tua untuk memperhatikan tanda-tanda kecemasan ini dan menjaga jalur komunikasi tetap terbuka.”

5. Tentang FOMO

Ketika remaja melihat cerita Instagram yang menampilkan teman-teman mereka berpesta dan berkumpul dalam kelompok besar, ketakutan akan ketinggalan suatu hal (FOMO) merupakan hal nyata.

FOMO adalah singkatan dari Fear Of Missing Out, bentuk perasaan cemas yang timbul karena sesuatu yang menarik dan menyenangkan sedang terjadi, sering disebabkan karena unggahan di media sosial.

“Sebagai orang tua, Anda dapat mengubah FOMO menjadi sesuatu yang sangat menakjubkan,” kata Meyers.

“Tekankan kebajikan dalam keselamatan,” katanya. “Cobalah untuk membantu anak remaja menemukan cara untuk mentransfer dari perasaan kehilangan ke perasaan tentang apa yang bisa kita peroleh.”

Contohnya, mengikuti protokol keselamatan tidak hanya berarti kita tetap sehat, tetapi juga melindungi orang-orang yang kita sayangi.

“Kita secara kolektif berkontribusi untuk kesehatan komunitas,” imbuhnya. “Itu mungkin kedengarannya tidak menyenangkan, tapi ini sangat penting. Orang tua perlu membingkai perhatian kepada orang lain sebagai kekuatan sejati, bukan sekadar hadiah.” (BS)