Berandasehat.id – Hati-hati bagi yang tinggal di lingkungan berpolusi tinggi. Studi kini mengungkap orang yang tinggal di tempat polusi udara nyaris konstan lebih mungkin mengembangkan penyakit autoimun saat dewasa.

Sementara penelitian lain telah menemukan polusi udara lingkungan dari mobil dan pabrik dapat memicu respons inflamasi/peradangan, studi baru melihat hubungan antara paparan polusi jangka panjang dan risiko spesifik penyakit autoimun, tulis Giovanni Adami, MD, dari Universitas Verona di Italia, dan rekan-rekannya.

Ilustrasi polusi udara (dok. istimewa)

“Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut polusi udara lingkungan merupakan risiko besar bagi kesehatan dan bahwa 99% populasi di seluruh dunia hidup di mana rekomendasi untuk kualitas udara yang sehat tidak terpenuhi,” kata Adami dalam sebuah wawancara dikutip laman WebMD. 

Kurangnya data yang kuat tentang peran yang tepat dari polusi udara pada penyakit autoimun dan inflamasi/peradangan khususnya mendorong penelitian. Jenis gangguan tersebut biasanya mempengaruhi sendi, tendon, tulang dan otot – termasuk jenis radang sendi, lupus dan asam urat.

Para peneliti mengamati informasi medis dari 81.363 orang dewasa di Italia. Data tersebut berasal dari periode antara Juni 2016 hingga November 2020. Setiap peserta memiliki setidaknya satu kondisi kesehatan yang menyertai/komorbid.

Para peneliti memperoleh rincian tentang polusi udara dari sistem nasional yang mencakup 617 stasiun pemantauan di 110 provinsi Italia. “Kami tidak terkejut sama sekali dengan temuan tersebut,” kata Adami.

“Alasan biologis yang mendasari temuan kami kuat. Namun demikian, besarnya efeknya luar biasa. Selain itu, kami melihat efek bahkan pada ambang paparan yang secara luas dianggap aman,” terangnya.

Dokter telah menasihati pasien untuk mempertimbangkan ulang kebiasaan merokok atau perilaku gaya hidup lainnya sebagai faktor risiko utama untuk beberapa penyakit autoimun. “Di masa depan, kita mungkin harus memasukkan paparan polusi udara sebagai faktor risiko juga,” imbuh Adami.

Adami menilai, studi ini dapat memiliki konsekuensi besar bagi pengambilan keputusan kesehatan, sosial dan politik. Namun demikian penelitian lebih lanjut di lebih banyak negara diperlukan untuk mengonfirmasi hasil dalam skala yang lebih besar.

“Studi Italia ini sangat tepat waktu mengingat pemahaman kita yang berkembang dan muncul tentang faktor risiko lingkungan untuk penyakit akut dan kronis, yang harus kita pahami terlebih dahulu sebelum dapat kita atasi,” kata Eileen Barrett, MD, dari University of New Mexico, Albuquerque.

“Saya sangat terkejut dengan temuan ini, karena sebagian besar dokter tidak mempelajari kualitas udara ambien dan risiko penyakit autoimun,” sebutnya. “Lebih sering kita memikirkan kualitas udara ketika kita memikirkan risiko penyakit pernapasan daripada penyakit autoimun.”

Barrett menekankan, ada beberapa pesan yang dibawa pulang dari penelitian ini. Pertama, diperlukan lebih banyak penelitian. Kedua, penelitian ini mengingatkan kita untuk berpikir luas tentang bagaimana kualitas udara dan lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan. 

“Dan ketiga, semua dokter harus berkomitmen untuk mempromosikan ilmu pengetahuan yang dapat meningkatkan kesehatan masyarakat dan mengurangi kematian dan kecacatan,” tandas Barrett. (BS)